Cara Unik Warga Desa Adabang Menyambut Paceklik: Mengolah Gebang

Ketahanan Pangan
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Warga Desa Adabang, Kecamatan Titehena, Flores Timur, NTT, memiliki kebiasaan unik kala menyambut masa paceklik. Ramai-ramai mereka mencari Gebang (Corypha utan) kemudian ditebang dan diambil empulurnya. Empulur yang telah diambil kemudian diproses menjadi puding dan sagu bakar.

Mereka menyebut puding sebagai talam, dan sagu bakar dengan sebutan Iret.

Hasil olahan Gebang menjadi puding.

Tulisan singkat ini adalah cara kreatif mereka mengolah Gebang menjadi puding dan sagu bakar.

Gebang (Corypha utan) memiliki karakteristik fisik berupa pohon palma yang besar, berbatang tunggal, tinggi sekitar 15-20 m. Daun-daun besar berbentuk kipas, bulat menjari dengan diameter 2  sampai 3,5 meter, terkumpul di ujung batang; panjang tangkai daun bisa mencapai 7 meter, lebar, beralur dalam serta berduri tempel di tepinya. Bekas-bekas pelepah daun pada batang membentuk pola spiral.

Gebang hanya berbunga dan berbuah sekali, yakni di akhir masa hidupnya. Karangan bunga , berupa malai tinggi besar 3 – 5 meter, dengan ratusan ribu kuntum bunga kuning kehijauan yang berbau harum, muncul di ujung batang (terminal) sesudah semua daunnya mati. Buah bentuk bola bertangkai pendek, hijau, 2 – 3 centimeter diameternya.

Palma ini tumbuh menyebar di dataran rendah hingga ketinggian sekitar 300 m dpl. Gebang menyukai padang rumput terbuka, aliran sungai, tepi rawa, dan kadang-kadang tumbuh pula di wilayah berbukit. Di beberapa tempat yang cocok, biasanya tak jauh dari pantai, gebang dapat tumbuh menggerombol membentuk sabuk hutan yang cukup luas.

Daun gebang, terutama yang muda, diolah menjadi berbagai bahan anyaman yang indah; untuk bahan membuat tikar, topi, kantong, karung, tali, jala dan pakaian tradisional.

Baca Juga : Belajar Sains di Rimba Lewolalat

Batang Gebang menghasilkan sagu kira-kira 90 kg  setiap pohon. Laporan lain menyebut bahwa sagu Gebang dapat mengobati penyakit usus.

Berikut cara warga Adabang mengolah Gebang.

Pertama; Memilih Pohon Gebang. Tidak semua Gebang memiliki serat yang berkualitas. Pohon Gebang yang berkualitas adalah yang sudah tua dan yang masih memiliki jumlah daun lengkap. Selain itu, Gebang yang baik memiliki ciri agak mengembang/ gemuk di bagian dekat pucuk. Biasanya terletak pada sekitar 2 meter sebelum pucuknya.

Kedua; Mengambil Empulur Gebang. Mengambil dan atau mengeluarkan empulur Gebang dari batangnya membutuhkan energi yang cukup. Sehingga dibutuhkan bantuan alat yang mampu memecah batangnya. Biasanya warga desa menggunakan parang, kapak, atau dengan gergaji mesin. Setelah ditebang, kulit luarnya dipisahkan menggunakan parang atau kapak.

Tahap selanjutnya; ketiga: adalah Pengeringan. Setelah diambil, empulur dikeringkan dengan teknik pengasapan -jika hujan- atau dijemur di terik matahari jika cuara cerah. Pengasapan dilakukan kurang lebih 6 (enam) jam dengan api sedang.

Selama itu, potongan-potongan gebang harus selalu dibolak-balik agar semua Gebang mendapat panas yang merata. Ini dilakukan beberapa kali sampai semua bagiannya terlihat kering. Sedangkan penjemuran dilakukan selama dua sampai tiga hari.

Anak-anak sekolah menumbuk Gebang hingga halus dengan lesung dan alu; bagian dari Kurikulum Muatan Lokal

Setelah Gebang kering, selanjutnya, keempat : dihaluskan dengan cara ditumbuk. Biasanya warga desa menumbuk menggunakan Lesung dan Alu hingga mendapatkan serbuk Gebang yang telah terpisah dari seratnya.

Kemudian, seratnya dibuang sedangkan tepungnya akan diayak lagi menggunakan pengayak tepung. Hasilnya berupa tepung yang kasar dan tepung yang halus. Tepung halus inilah yang pada prosesnya akan diolah menjadi puding dan iret. 

Cara Warga Desa Adabang Merawat Tradisi Ini

Dahulu, puding dan iret dijumpai hanya ketika musim paceklik tiba. Saat itu, di setiap rumah akan kita temui hidangan khas ini. Namun, hal ini tidak berlaku lagi. Sekarang, di setiap keluarga pasti kita jumpai puding atau iret atau setidak-tidaknya tepung Gebang siap pakai.

Tunas muda Gebang: harus dijaga kelestariannya.

Karena itu juga mesti diikuti dengan menjaga dan melestarikan tanaman Gebang. Karena tanpa bahan baku rasanya musim paceklik berikutnya tidak ada lagi pudding atau iret yang tersaji di Desa Adabang.

Nah, agar tradisi yang telah diturunkan oleh nenek moyang ini tidak hilang, pemerintah desa bekerjasama dengan pihak sekolah memasukkan proses pembuatan puding dan iret ke dalam mata pelajaran muatan lokal. Ketika Digiers bertandang ke Sekolah Dasar Inpres Adabang, mereka sedang melakukan praktek ini.

Sebelum kembali, warga sekolah menghidangkan puding, iret, dan kopi panas sebagai ‘upah’ untuk kunjungan ini. Juga tentu sekantung tepung sagu untuk dibawa pulang. (Penulis: Digiers Flores Timur / Foto: dokumen penulis untuk eposdigi)

Sebarkan Artikel Ini:

1
Leave a Reply

avatar
1 Discussion threads
0 Thread replies
0 Pengikut
 
Most reacted comment
Hottest comment thread
1 Comment authors
Bejo candi gebang park Recent comment authors
  Subscribe  
newest oldest most voted
Notify of
Bejo candi gebang park
Guest

Selamat siang.. saya sedang mencari bibit pohon gebang, jika ada informasi kabari saya via wa 08562954111