Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan-Anak Tidak Cukup Diselesaikan Secara Adat

Daerah
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Belum lama ini, publik tanah air, dikejutkan dengan sebuah video viral yang memperlihatkan seorang remaja perempuan digantung. NB, remaja putri 16 tahun dipukuli berberapa orang dan diikat tangannya kemudian digantung hanya karena dituduh mencuri.

Bahkan, kejadian di Desa Babulu Selatan, Kabupaten Malaka, NTT itu melibatkan PL, kepala desa setempat. PL bersama enam orang lainnya lainnya, ditetapkan sebagai tersangka. Mereka terjerat Pasal 80 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 170 KUHP.

Pada tahun 2018 lalu, seperti yang diberitakan pos-kupang.com (04/02/2019), kakus kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTT mencapai 300 kasus.  Dari jumlah tersebut hanya sekitar 50,7 persen kasus yang tertangani oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) NTT.

Salah satu kabupaten di provinsi kepulauan itu yang kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan meningkat adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Baca Juga:

Ada Peran Perempuan Dibalik Gagalnya Galian Tambang

Bupati Timor Tengah Selatan (TTS), Egusem Pieter Tahun, ST, MM (Epy Tahun), mengemukakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di kabupaten yang berada di Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur itu terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

“Pada 2017 lalu ada 46 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dan meningkat pada 2018 menjadi  71 kasus serta hingga Oktober 2019 tercatat sudah 111 kasus,” kata Epy Tahun, di Soe, ibu kota Kabupaten TTS, belum lama ini.

Fenomena masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, lanjut Epy, menjadi perhatian serius pemerintahannya untuk ditanggulangi.

Menurutnya, pendekatan penyelesaian secara adat dalam mengatasi kasus kekerasan yang menimpah perempuan-anak, seperti yang selama ini digunakan, tidak cukup menimbulkan efek jera bagi pelaku.

Dia mengatakan, untuk itu dalam berbagai kesempatan, dirinya selalu menegaskan agar penyelesaian kasus tersebut dilakukan melalui jalur hukum.

Menurutnya, dari sisi hubungan emosional dapat diselesaikan secara adat, namun untuk masalah tindakan atau perbuatan harus diselesaikan secara hukum.

“Saya terus imbau masyarakat agar kasus-kasus seperti ini diselesaikan melalui Pengadilan agar ada efek jerah bagi pelakunya,” katanya.

Dia menyebutkan, data terakhir yang dimilikinya, TTS memiliki penduduk sekitar 468.000 orang dan sebanyak 235.063 jiwa di antaranya adalah kaum perempuan.

Bagi Bupati Epy Tahun, kaum perempuan memiliki peranan penting dalam pembangunan di daerah setempat karena sebagain besar penduduk TTS didominasi perempuan.

“Kaum perempuan menjadi fokus program pemberdayaan pemerintah dalam mendorong perekonomian, karena itu berbagai tindakan tidak terpuji seperti pelecehan, kekerasan yang menimpah mereka menjadi perhatian serius kami,” pungkasnya. (Foto: Bupati TTS / timexkupang.com)

Sebarkan Artikel Ini:

6
Leave a Reply

avatar
6 Discussion threads
0 Thread replies
0 Pengikut
 
Most reacted comment
Hottest comment thread
0 Comment authors
Recent comment authors
  Subscribe  
newest oldest most voted
Notify of
trackback

[…] Baca Juga: Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan-Anak Tidak Cukup Diselesaikan Secara Adat […]

trackback

[…] Baca Juga: Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan-Anak Tidak Cukup Diselesaikan Secara Adat […]

trackback

[…] Baca Juga: Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan-Anak Tidak Cukup Diselesaikan Secara Adat […]

trackback

[…] Ayo Baca Juga: Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan-Anak Tidak Cukup Diselesaikan Secara Adat […]

trackback

[…] Ayo Baca Juga: Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan-Anak Tidak Cukup Diselesaikan Secara Adat […]

trackback

[…] Baca Juga: Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan-Anak Tidak Cukup Diselesaikan Secara Adat […]