Memberi Catatan Pada Gagasan Dedi Mulyadi Tentang Wajib Militer Bagi Siswa SMA

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Pada awalnya gagasan wajib militer yang disampaikan oleh Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, terkait upaya menangani fenomena geng motor, balap motor liar, tawuran pelajar di wilayahnya. Menurut Dedi Mulyadi, semua pelaku yang terlibat masalah geng motor, balap motor liar, tawuran pelajar harus menjalani wajib militer sebagai upaya rehabilitasi sosial. 

Untuk merealisasikan program ini, pemerintah akan bekerja sama dengan Komando Daerah Militer (Kodam) III Siliwangi dan Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat. Kata Dedi Mulyadi pemerintah Jawa Barat telah menyediakan anggaran yang lumayan besar untuk membiayai program ini. 

Belakangan ide ini berkembang menjadi wajib militer bagi siswa SMA yang bertujuan untuk membentuk karakter; disiplin, menanamkan etika dan menumbuhkan nasionalisme serta pembentukan karakter bela negara. Dedi Mulyadi bahkan berencana memasukan mata pelajaran Wajib Militer ke dalam kurikulum Sekolah Menengah Atas di wilayahnya. 

Baca Juga: 

Membangun Ketahanan Petani Terhadap Gempuran Neoliberalisme

Menurut Gubernur Jawa Barat dari Partai Gerindra itu, selain sebagai upaya pembentukan karakter termasuk karakter bela negara, inisiatif ini juga akan menjadi salah satu bentuk penanganan fenomena tawuran pelajar. Dengan wajib militer siswa dapat lebih disiplin, tangguh dan memahami pentingnya menjaga ketertiban dan keamanan. 

Dalam konferensi pers di Istana Negara pasca pelantikan sebagai Gubernur Jawa barat terpilih, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa implementasi program ini akan diawasi dengan ketat agar tidak melanggar hak anak dan tetap berada dalam koridor pendidikan.  Pendekatannya adalah mendidik dan membimbing, bukan menghukum.

Tulisan ini hendak memberi catatan pada program ini, belajar dari negara-negara didunia yang telah menyelenggarakan wajib militer bagi warganya. Pengalaman mereka mengatakan implementasi program semacam ini tidak mudah dilakukan. 

Pengalaman Negara dengan program wajib militer

Hingga kini, paling tidak, ada lima negara di dunia yang menyelenggarakan wajib militer bagi warganya. Kelima negara tersebut adalah Korea selatan, Singapura, Israel, Taiwan dan Swiss. Dari kelima negara ini empat negara yang menyelenggarakan wajib militer karena alasan geopolitik.

Baca Juga: 

Mendorong Lahirnya Undang-Undang Ketahanan Keluarga

Menurut mereka negeri mereka secara geopolitik tidak aman. Artinya sewaktu-waktu bisa diinvasi oleh militer negara tetangga mereka, misalnya Korea Selatan yang secara geopolitik merasa terancam oleh invasi Korea Utara. Dari kelima negara tersebut, hanya Swiss yang tidak memiliki alasan geopolitik, lebih karena alasan budaya. 

Dari pengalaman mereka, tampak bahwa kebijakan ini selain berdampak positif juga berdampak negatif. Dampak positifnya misalnya terkait kesiagaan pertahanan negara, peningkatan disiplin, penguasaan keterampilan kepemimpinan sipil, kesetaraan dan integrasi sosial. 

Sedangkan sisi negatifnya juga ada. Wajib militer menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia seperti penyiksaan dan aneka perlakuan tidak manusiawi, trauma psikologis pada peserta, pelaksanaan program kurang fleksibel sehingga mengganggu rencana studi dan karir peserta. Juga biaya pelatihan yang besar membebani anggaran negara.  

Baca Juga: 

Hilirisasi Industri Petrokimia Bisa Bawa Indonesia Hemat 147 Triliun Setiap Tahun

Jadi nasionalisme tidak tumbuh dalam pengalaman  negara-negara pelaksana wajib militer? Wajib militer tidak menjadi satu-satunya faktor. Di Korea selatan misalnya,  nasionalisme baru muncul ketika  warga mulai menikmati kesejahteraan sebagai hasil dari pembangunan ekonomi, pada hal wajib militer sudah berjalan jauh sebelumnya. 

Jadi dampak wajib militer tidak selalu sejalan seperti yang direncanakan. Bisa positif, bisa negatif, sangat bergantung pada konteks sosial, ekonomi dan politik negara. Oleh karena itu perlu mempertimbangkan dengan cermat termasuk semua konsekuensinya sebelum menerapkan wajib militer. 

Wajib militer dalam konteks Indonesia

Untuk konteks Indonesia, saya memberi beberapa catatan yang saya harap menjadi perhatian pemerintah dalam merancang kebijakan wajib militer ini, apalagi wajib militer ini menjadi bagian dari upaya rehabilitasi sosial dan upaya menumbuhkan nasionalisme warga negara di sisi yang lain.

Baca Juga: 

Membaca Peluang Flores Timur, Pasca MOU Kemendes PDT – TNI – BGN

Jika wajib militer di program untuk menangani rehabilitasi sosial terkait fenomena geng motor, balap motor liar dan tawuran pelajar maka catatan pentingnya adalah bahwa upaya tersebut jika berhasil hanya dalam jangka pendek, karena upaya ini hanya menangani gejala dari masalah kenakalan remaja saja dan tidak menangani akar masalahnya.  

Program ini perlu diikuti dengan upaya mendalami dan menangani akar masalah dengan menggunakan pendekatan psikologis. Bahwa geng motor, balap motor liar dan kenakalan remaja lainnya adalah representasi dari krisis identitas yang dialami oleh remaja pada umumnya. Programnya harus berkaitan dengan upaya menangani krisis identitas ini.  

Tanpa penanganan terhadap akar masalah yakni krisis identitas remaja, jika berhasil, hanya akan bertahan untuk jangka yang pendek saja. Masalahnya akan muncul kembali jika ada pemicu, kenakalan remaja terjadi kembali dalam interaksi remaja, dengan orang-orang disekitarnya. 

Baca Juga: 

Kelor Antar Desa di Madura Jadi Desa Devisa, Desa di Flotim, Kapan?

Sedangkan jika wajib militer ditujukan untuk menumbuhkan sikap nasionalisme, catatan saya adalah secanggih apapun pendekatan dan metode yang diterapkan dalam wajib militer, tidak akan dengan sendirinya menumbuhkan sikap nasionalisme karena pada awalnya nasionalisme adalah penghayatan akan nilai. 

Perwujudan nilai dalam sikap nasionalisme sangat efektif jika ada keteladanan dari tokoh-tokoh panutan dalam masyarakat. Selama pelanggaran nilai melalui tindakan pemimpin negeri di berbagai level masi marak melalui tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme pejabat, jangan harap ada nasionalisme dikalangan anak muda.

Saya khawatir jika korupsi, kolusi, nepotisme para pejabat masih merajalela yang menghasilkan ketimpangan yang semakin lebar, keberhasilan wajib militer dalam membentuk keterampilan dasar militer dan kemampuan dasar bela negara, justru memicu ketidak puasan yang memunculkan bibit-bibit separatisme  alumni wajib militer. 

Baca Juga: 

Mulus Jalan Swasembada Beras RI?

Maka pemerintah perlu menghitung semua kemungkinan dengan cermat, sebelum memutuskan  menyelenggarakan wajib militer, meskipun gagasan ini dapat menjadi  jalan keluar bagi berbagai persoalan bangsa Indonesia.

Artikel ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tauangkan kembali dengan izin dari redaksi. / Foto:tribunnews.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of