Eposdigi.com – Sepanjang tahun 2012, jumlah kasus perceraian yang disahkan oleh sidang pengadilan agama di Indonesia adalah sebanyak 372.557 pasang. Itu berarti terjadi 40 kasus perceraian setiap jam di Indonesia. Setahun kemudian, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melansir data tentang tingkat perceraian di Indonesia. Di Asia Pasifik, pada tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat tertinggi dalam tingkat perceraian.
Angka tersebut tidak menunjukkan penurunan pada tahun-tahun berikutnya. Bahkan menunjukkan tren meningkat. Kasus-kasus perceraian tersebut umumnya terjadi pada pasangan yang berusia di bawah 35 tahun. Jika ditelusuri lebih jauh, diperoleh indikasi bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah pernikahan pada usia dini. Kondisi ini masih diperparah oleh kenyataan bahwa pernikahan tersebut tidak dimulai dengan persiapan pernikahan yang baik.
Fakta bahwa kita lebih menyiapkan diri untuk karir kita. Untuk menjalankan karir kita dengan baik, yang ada pensiunnya, kita menyiapkan diri minimal 16 tahun, melalui proses belajar yang panjang sejak dari Sekolah Dasar. Sedangkan kita sama sekali tidak secara khusus menyiapkan diri menjadi orang tua. Padahal menjadi orang tua tidak ada pensiunnya. Di samping itu, lembaga keluarga menentukan kelangsungan lembaga lainnya. Dari keluarga pula, akan lahir generasi penerus baik bagi keluarga maupun bangsa. Maka seharusnya pembentukan keluarga dimulai dengan persiapan yang baik.
Kondisi inilah yang mendorong Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin, seperti dilansir Harian KOMPAS, merekrut ribuan pengajar yang akan diberi tugas menyampaikan materi pendidikan pranikah bagi calon pengantin muslim. “Kementrian Agama memahami pentingnya pendidikan menjadi orang tua, lewat pendidikan pranikah”, kata Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin. Menteri Agama meyakini langkah ini merupakan respon yang tepat untuk menghentikan laju angka perceraian yang terus meningkat. Niat Menteri Agama untuk menyelenggarakan pendidikan pranikah tersebut mengemuka dalam sidang Tanwir Aisiyah belum lama ini. Aisiyah adalah organisasi otonom di lingkungan Muhammadyah.
Dalam kesempatan tersebut Menteri Agama dan Ketua Umum Pengurus Pusat Aisiyah Siti Noorjanah Djohantini menandatangani kerjasama tentang Ketahanan Keluarga. Lukman meyakini, masyarakat akan terbentuk secara lebih baik karena unit dasarnya terbentuk melalui persiapan yang lebih baik, melalui pendidikan pranikah. Inisiatif Menteri Agama ini patut diapresiasi dan disambut gembira, meskipun munculnya agak terlambat.
Para Sosiolog dan Ilmuwan Sosial yang lain melihat pentingnya lembaga keluarga dalam masyarakat. Jika keluarga sehat, bertumbuh dengan baik, maka lembaga-lembaga lainnya pun, ikut menjadi sehat. Inilah yang menjelaskan mengapa pengembangan mutu pendidikan Indonesia tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
Jika ditelusuri, keberhasilan pengembangan mutu pendidikan di negara seperti Finlandia, tidak hanya disumbang oleh kehebatan Finlandia mengelola sekolah-sekolah mereka, namun sumbangan terbesar berasal dari bagaimana Finlandia mengurusi keluarga. Di Finlandia ketahanan keluarga menjadi perhatian utama pemerintah dengan berbagai kebijakan. Undang-undang Finlandia mengharuskan kursus pranikah bagi pasangan yang hendak menikah. Program ini berlangsung selama satu tahun. Modul yang dipelajari dalam kursus pranikah adalah seksualitas dan kesehatan reproduksi, komunikasi suami istri, komunikasi yang menumbuhkan anak, ekonomi rumah tangga, kesehatan dan gizi seimbang bagi janin dan anak, serta pendidikan anak.
Setelah menikah, keluarga muda didukung dengan kebijakan ketahan keluarga seperti subsidi untuk membiayai kebutuhan gizi ibu hamil, untuk memastikan asupan gizi seimbang sejak masa janin. Negara bahkan menetapkan buku bacaan wajib tentang pendidikan usia dini bagi orang tua dan bacaan bagi anak balita yang wajib dibacakan oleh orang tua bagi anak. Ibu yang bekerja diberi cuti panjang dengan gaji penuh, untuk memastikan pendidikan dini dilakukan dengan baik oleh orang tua sendiri. Kebijakan-kebijakan inilah yang menyebabkan Finlandia menjadi negara dengan indeks pembangunan manusia tertinggi di dunia, menurut badan PBB UNESCO.
Di Indonesia, kelompok yang memberikan perhatian pada ketahanan keluarga adalah Gereja Katolik. Pasangan yang hendak menikah secara Katolik, wajib mengikuti kursus persiapan perkawinan yang diselenggarakan oleh Gereja Katolik. Materi kursus tersebut terus di-up date, untuk mengikuti perkembangan zaman. Inilah yang menjelaskan mengapa banyak sekolah Katolik terus menjadi sekolah yang bermutu, karena muridnya berasal dari keluarga-keluarga Katolik yang proses pembentukannya disiapkan dengan baik. Dampak lebih luas belum kelihatan, mengingat kelompok Katolik adalah kelompok minoritas.
Jika inisiatif pengembangan ketahanan keluarga dari Menteri Agama ini sungguh menjadi program, dan diimplementasikan dengan baik maka, tidak lama, Indonesia akan benar-benar tumbuh sebagai negara besar, karena Indonesia kaya akan manusia bermutu. Akan lebih dahsyat lagi pengarunya jika inisiatif ini didukung dan dikukuhkan dengan mendorong lahirnya, Undang-undang Ketahanan Keluarga melalui Dewan Perwakilan Rakyat. (Tulisan ini pernah tayang di depoedu.com. kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis) (Foto : rri.co.id)
Sepakat jika diundangkan. Namun usul saja bagi umat Katolik, KPP sebaiknya tidak hanya menjadi jembatan menuju pernikahan namun lebih dari itu bisa merambah langsung dengan memberika pembekalan kepada remaja menuju ketahanan keluarga. Harus matang pendidikan dan karakter sebelum ke KPP
Keluarga adalah garda terdepan pembentukan karakter anak. Pembekalan pranikah menjadi hal urgen yg mestinya diperhatikan. Salam.
[…] Mendorong Lahirnya Undang-Undang Ketahanan Keluarga […]
[…] Baca Juga : Mendorong Lahirnya Undang-Undang Ketahanan Keluarga […]
[…] Baca Juga : Mendorong Lahirnya Undang-Undang Ketahanan Keluarga […]