Eposdigi.com – Jakarta adalah ibu kota dan kota terbesar Indonesia. Terletak di estuari Sungai Ciliwung, di bagian barat laut Jawa, daerah ini telah lama menopang pemukiman manusia. Bukti bersejarah dari Jakarta berasal dari abad ke-4 M, saat ia merupakan sebuah permukiman dan pelabuhan Hindu. Kota ini telah diklaim secara berurutan oleh kerajaan bercorak India Tarumanegara, Kerajaan Sunda Hindu, Kesultanan Banten Muslim, dan oleh pemerintahan Belanda, Jepang, dan Indonesia.Hindia Belanda membangun daerah tersebut sebelum direbut oleh Kekaisaran Jepang semasa Perang Dunia II dan akhirnya menjadi merdeka sebagai bagian dari Indonesia.
Nama Jakarta berasal dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung. Nama tertua Jakarta adalah Sunda Kelapa. Kata Sunda muncul di Jawa Barat, yaitu pada Prasasti Kebon Kopi II dan Prasasti Cicatih di Cibadak, yang menyebutkan tentang seorang raja maupun Kerajaan Sunda. Sunda Kelapa adalah pelabuhan yang menjadi tempat singgahnya kapal-kapal dari berbagai negara seperti dari India, China, dan Jepang. Kemudian Fatahillah datang dari Banten dan merebut Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527. Kala itu nama Sunda Kelapa diganti menjadi
Belakangan ini di Jakarta banyak terjadi Land subsidence (penurunan tanah). Penurunan tanah adalah suatu fenomena alam yang banyak terjadi di kota-kota besar yang berdiri di atas lapisan sedimen, seperti Jakarta, Semarang, Bangkok, Shanghai, dan Tokyo. Penurunan permukaan tanah ialah pemerosotan secara bertahap atau anjloknya permukaan tanah secara tiba-tiba seiring dengan pergerakan material bumi. Penurunan ini sering disebabkan oleh tiga hal yang jelas berbeda namun semua prosesnya berhubungan dengan air.
Penurunan tanah alami terjadi secara regional yaitu meliputi daerah yang luas atau terjadi secara lokal yaitu hanya sebagian kecil permukaan tanah. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya rongga di bawah permukaan tanah, biasanya terjadi di daerah yang berkapur Pada prinsipnya, penurunan tanah dari suatu wilayah dapat dipantau dengan menggunakan beberapa metode, baik itu metode-metode hidrogeologis (e.g. pengamatan level muka air tanah serta pengamatan dengan ekstensometer dan piezometer yang diinversikan kedalam besaran penurunan muka tanah) dan metode geoteknik, maupun metode-metode geodetik seperti survei sipat datar (leveling), survei gaya berat mikro, survei GPS (Global Positioning System), dan InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar)
Mengantisipasipasi penurunan tanah dengan cara:
1.) Melakukan penanaman kembali daerah-daerah yang tidak terdapat tumbuhan dan pohon atau reboisasi. Kondisi tanah di wilayah yang tidak terdapat pohon tentu menjadi sangat rapuh karena tidak adanya akar-akar pohon yang memperkuat kondisi tanah. Sehingga hal ini sangat diperlukan untuk membuat akar-akar tanah dapat menjalar ke seluruh bagian dalam tanah dan mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah.
2.) Membatasi pembangunan bertingkat. Hal ini harus dilakukan pemerintah untuk mengurangi dampak dari bangunan yang terlalu padat yang sering memicu semakin intensnya penurunan permukaan tanah. Sehingga, ketika hal ini dilakukan, tentu akan menjaga kondisi tanah ke arah yang baik.
3.) Pemerintah juga dapat bekerjasama dengan pihak ilmuwan. Pemerintah daerah yang berkoordinasi dengan pemerintah pusat dapat menerapkan teknologi ASR ini. Aquifer Storage and Recovery (ASR) merupakan sebuah teknologi yang dikembangkan oleh Balai Bangunan Hidraulik dan Geoteknik Keairan dan Pusat Litbang Sumber Daya Air sebagai upaya untuk penanggulangan penurunan permukaan tanah. Metode yang digunakan, yaitu dengan membuat resapan air dan kemudian menginjeksikan air tersebut ke sebuah tempat atau saluran yang telah ditentukan. (Foto : Kementrian PU dan BMKG)
Informasi yg mencerahkan. Salam.