Eposdigi.com – Paroki Santa Perawan Maria La Salette – Lato dalam rangka merayakan Hari Pangan Sedunia (HPS) tahun 2019, menyelenggarakan berbagai lomba. Kegiatan ini diselenggarakan bersamaan dengan penutupan Bulan Kitb Suci Nasional, sekaligus merayakan ulang tahun paroki yang ke – 19, belum lama ini.
Dengan melibatkan umat dari enam (6) stasi yaitu Stasi Tenawahang, Stasi Waidang, Stasi Lato, Stasi Tanameang, Stasi Pagong, dan Stasi Baujawa. Khusus Stasi Lato, mereka mengirim dua tim untuk berlomba sebab jumlah umat di Stasi Lato lebih banyak daripada Stasi-stasi yang lain.
Salah satu mata lomba yang menarik dalam kegiatan ini adalah lomba mengolah makanan lokal. Khusus untuk lomba masak ini, ada dua peserta tambahan dari TK Negeri 1 Titehena dan SDK Leworita, sehingga jumlah peserta menjadi 9 team.
Dalam sambutannya, Pastor Paroki Lato, Romo Agustinus Eko Wahyu Krisputranto, MSF, mengingatkan pentingnya memuliakan pangan lokal. Pemuliaan pangan lokal menurutnya merupakan salah satu cara merawat, melestarikan dan menjaga ketahanan pangan hingga akhirnya mendorong kedaulatan pangan.
Hal hanya dapat terwujud jika umat separoki menjadikan pangan lokal sebagai pilihan utama konsumsinya dalam setiap kali makan.
Hal ini harus menjadi gerakan bersama. Sehingga kegiatan yang melibatkan banyak orang perlu tetap dilakukan. Dengan menyelenggarakan kegiatan bersama, semangat persaudaraan terus dipupuk.
“Wajah Paroki, baru akan nampak ketika semua stasi berkumpul. Mulai dari Tenawahang hingga Pagong. Kita berkumpul bersama, terlibat bersama, dalam ,berbagai kegiatan perlombaan, sambil memupuk semangat persaudaraaan,” terang Romo asli Solo tersebut.

Lebih lanjut Romo Eko berharap agar kegiatan-kegiatan seperti ini akan terus dilakukan pada tahun-tahun mendatang, sambil mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelenggarakan acara tahunan ini.
Dari berbagai kegiatan lomba, tampil sebagai juara 1 umum adalah tim dari Stasi Waidang. Juara 2 stasi Tenawahang dan juara 3 dari Stasi Lato.
Diakhir sambutannya Romo Eko mengutip pesan Paus Fransiskus bahwa: “membuang makanan tak ubahnya seperti mencuri dari meja orang miskin dan kelaparan”.
Bagaimana dengan digiers?
Liputan6.com (09-10-2017) menulis bahwa jumlah makanan yang dibuang di seluruh dunia mencapai 1.3 milyar ton. Seorang konsumen Eropa dan Amerika Utara membuang 104 kilogram, sedangkan warga Afrika Sub-Sahara dan Asia menyia-nyiakan 8 kilogram.
Setiap tahun, para konsumen di kawasan-kawasan kaya dunia menyia-nyiakan 222 juta ton makanan yang hampir setara dengan keseluruhan produksi pangan di Afrika Sub-Sahara (230 juta ton).
Sementara itu, menurut Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sebanyak 4000 ton sampah makanan siangkut setiap hari. Sampah-sampah ini tidak hanya dari sisa makanan saat produksi tapi juga dari sisa makanan yang tidak habis dikonsumsi.
Jika setiap orang menyisakan satu butir nasi setiap hari, dengan jumlah penduduk di Indonesia sekitar 250 juta jiwa, maka dalam sehari sekali makan, akan terdapat 250 juta butir nasi yang terbuang sia-sia.
Jika dikonversikan kedalam kilo gram, dimana 1 gram berisi 50 butir beras maka 250 juta butir nasi sama dengan 5.000 Kg atau sekitar 5 ton yang akhirnya akan dibuang setiap hari dalam satu kali makan.
Fakta lain tidak kalah mengejutkan. Kepala perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, Mark Smulders, menyatakan bahwa sebanyak 13 juta ton makanan di Indonesia dibuang setiap tahunnya.
Padahal jumlah tersebut sama saja dengan jumlah kebutuhan makan 11% populasi Indonesia atau sekitar 28 juta penduduk! Dan angka tersebut hampir sama dengan jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2015 (BPS).
Pada saat yang hampir bersamaan, tingkat kelaparan di seluruh dunia terus meningkat. Pada 2016, sebanyak 815 juta orang menderita kelaparan, jumlahnya meningkat 38 juta orang dibanding 2015.
Laporan tersebut dikeluarkan oleh lima badan PBB, yakni Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Dana Internasional dan Pembangunan Pertanian (IFAD), Dana Anak-Anak (UNICEF), Program Pangan Dunia (WFP), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sementara itu di Indonesia, dalam diskusi bertemakan “Hari Pangan 2017: Kedaulatan Pangan VS Perdagangan Bebas”, pada 06 Oktober 2017 lalu Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih memaparkan berdasarkan laporan dari Global Hunger Index (GHI) tahun 2017 yang juga salah satu sumber datanya dari FAO, menunjukkan skor indeks kelaparan Indonesia sebesar 22 dan berada pada skala serius.
Lebih jauh GHI memberi laporan pada tahun 2008 indeks kepelikan kelaparan Indonesia menunjukkan angka 28.3. Selama kurun waktu 2008-2016, Indonesia masih tetap berada di level serius.
Digiers, dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS) – 2019 ini, hal sederhana apa yang bisa kita lakukan?
Ketika belanja, pilihlah makanan yang sangat matang dan atau dengan tampilan yang sedikit cacat. Setidaknya digiers turut membantu mencegah bahan makanan terbuang oleh penjual karena membusuk atau tidak menarik pembeli. Makanan yang matang atau tampilannya yang sedikit cacat tidak akan mengurangi kandungan nutrisinya.
Jika membeli makanan kemasan, perhatikan tanggal kedaluwarsanya. Jadi rahasia umum, tanggal kedaluwarsa bisa jadi hanya strategi marketing untuk menjamin percepatan penjualan barang. Alasan kesehatan cendrung hanya sebagai pelengkap.
Namun juga jangan mengkonsumsi makanan kemasan yang secara fisik dan bau tidak lagi layak dikonsumsi. Namun satu hal yang juga penting. Saat makan; ambilah makanan secukupnya, dan pastikan digiers menghabiskannya. Tanpa menyisahkan barang sebutir nasi pun di piring Anda.
(Tulisan ini juga bersumber dari depoedu.com pada 9 Oktober 2018, berjudul “Cerita Sebutir Nasi”) (Foto : Pesert Lomba Masak Utusan TKN 1 Titehena dan SDK Leworita)
Semoga menjadi contoh untuk yg lain.
[…] Baca Juga: Bagaimana dengan nasi di piring Anda? […]
[…] Baca Juga: Bagaimana dengan nasi di piring Anda? […]