Eposdigi.com – Presiden Prabowo, dalam arahannya di depan sidang kabinet pertama kepemimpinannya, mengungkapkan harapannya agar Indonesia swasembada pangan.
“Kita harus swasembada pangan,” kata Prabowo pada Rabu (23/10/2024) seperti dikutip cnbcindonesia.com.
Harapan Prabowo ini semakin mengemuka mengingat situasi geopolitik global yang semakin memanas saat ini. Perang besar, kata Prabowo, bisa terjadi kapan saja dan bisa mengganggu pasokan pangan untuk Indonesia. Karena itu, swasembada pangan harus segera terwujud demi kemandirian.
Soal swasembada beras seperti yang disampaikan oleh Presiden Prabowo bukan serta merta. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyebutkan bahwa nasi adalah pondasi pembangunan Indonesia.
Baca Juga:
Peneliti LPEM FEB UI Rizki Nauli Siregar mengatakan bahwa semua upaya untuk mengentaskan kemiskinan, menjaga ketahanan pangan, hingga terwujudnya pertanian berkelanjutan di Indonesia pada akhirnya selalu berkaitan dengan beras.
Apalagi beras merupakan penyumbang signifikan dari total biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga di Indonesia. Signifikansi ini menunjukan bahwa Indonesia sangat tergantung pada beras.
Tentu upaya mencapai swasembada beras ini bukan perkara gampang. Keinginan untuk mendorong swasembada pangan, terutama beras, tentu membutuhkan hasil produksi yang mencukupi kebutuhan setiap rumah tangga di Indonesia.
Hasil produksi beras tentu berbanding lurus dengan luas areal sawah sekaligus tingkat produktivitas lahan dan juga petani penggarapnya. Namun kenyataannya lahan-lahan pertanian kita terutama sawah semakin hari semakin menyusut, kalah oleh pabrik dan juga perumahan.
Baca Juga:
Wakil Menteri Pertanian Kabinet Merah Putih, Sudaryono mengatakan bahwa masalah penyusutan lahan sawah ini harus diatasi.
“Luas baku sawah kita, 7,4 juta hektar, dan tiap tahun terus menurun,” ungkap Sudaryono (cnbcindoensia.com/24.10.2024).
Karena penyusutan lahan sawah ini terutama terjadi di pulau jawa. Karena itu perlu ada upaya intensifikasi dan ekstensifikasi lahan sawah baru di luar pulau Jawa.
Hal senada juga diungkapkan oleh Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan yang mengungkapkan bahwa jajaran kementerian terkait di bawah koordinasinya, telah diberi target 5 tahun untuk mewujudkan swasembada pangan di Indonesia.
Saat ini Pulau jawa sudah tidak lagi cocok sebagai sentra produksi beras di Indonesia. Karena itu pilihan lokasi lain sebagai bagian dari program ekstensifikasi untuk membuka sawah-sawah baru seperti di Merauke Papua atau pulau pulau lain dengan mempertimbangkan karakteristik lahan, curah hujan dan persoalan iklim lainnya.
Baca Juga:
Enam hal Ini yang Menjadi Biang Keladi Petani Kita Belum Sejahtera
Ide tentang swasembada pangan sebagai bagian dari ketahanan nasional harus didukung. Dukungan ini tidak boleh hanya berhenti pada tataran wacana dan formalitas program. Meretas jalan swasembada pangan harus pula diikuti oleh:
Pertama : Pangan Lokal Pengganti Beras.
Swasembada pangan, terutama beras harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya mengangkat kembali pangan-pangan tradisional lokal non beras, yang tentu sesuai dengan karakteristik daerah tempat masyarakat tinggal.
Masyarakat Indonesia seluruhnya tidak harus mengkonsumsi beras. Ada banyak sumber karbohidrat yang bisa menggantikan beras yang telah secara tradisional menjadi makanan pokok sebagian masyarakat Indonesia.
Baca Juga:
Jebakan Pasar Bebas: Konversi Lahan Pertanian Pangan Menjadi Lahan Tanaman Perdagangan
Kedua : Moratorium alih fungsi lahan pertanian produktif untuk kebutuhan non pertanian.
Terutama di pulau Jawa. Jangan sampai luas area sawah semakin menyusut. Karena itu harus ada langkah berani untuk membatasi secara tegas alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi perumahan atau pabrik.
Lewat regulasi mengenai tata ruang wilayah, pemerintah seharusnya memiliki cukup kekuatan untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan komersial non pertanian.
Namun pada saat yang sama juga pemerintah mesti bisa mengantisipasi alasan-alasan dibalik kenapa masyarakat kadang memilih menjual sawah mereka. Kebutuhan akan uang, misalnya harus diantisipasi dengan berbagai insentif.
Baca Juga:
Ketiga: Insentif untuk meningkat produktifitas petani.
Selain sebagai upaya untuk mengantisipasi alih fungsi lahan pertanian, insentif juga dapat berbentuk distribusi pupuk yang merata, penyediaan tenaga penyuluh pertanian yang memadai baik dari segi jumlah maupun pengetahuan dan keterampilan.
Tidak hanya itu, pemerintah harus terus berupaya menghasilkan varietas-varietas bibit unggul baru yang dapat mengantisipasi setiap perubahan iklim yang makin ekstrim. Tidak hanya untuk padi namun juga pemuliaan bibit untuk tanaman pangan lainnya.
keempat : Tata niaga Bahan Pangan terutama Beras.
Selain antisipasi alasan dibalik keputusan petani mengalihkan lahan untuk keperluan non pertanian, tingkat keuntungan dari hasil pertanian yang rendah juga menjadi alasan lain berkurangnya produktivitas pertanian.
Baca Juga:
Banyak petani beranggapan bahwa biaya produksi terlalu tinggi sehingga tidak sebanding dengan penghasilan yang mereka dapatkan. Impor beras yang kadang membuat harga gabah turun, sehingga menggerus potensi keuntungan para petani.
Belum lagi, rantai proses yang panjang dan para ‘mafia’ beras yang bermain dalam rantai pasok yang panjang tersebut sehingga kadang mengakibatkan kelangkaan beras yang kemudian melahirkan kebijakan impor. Bisa jadi hanya karena distribusi beras yang tidak merata yang dibahasakan sebagai kelangkaan.
Melalui Bulog, pemerintah harus bisa memberikan garansi kepada petani bahwa hasil panen mereka selalu mendapatkan harga terbaik dari pemerintah yang menjamin kesejahteraan mereka.
Baca Juga:
Memangkas rantai pasok yang panjang dan mendekatkan petani ke pembeli akhir atau konsumen secara langsung, yang merupakan kebijakan di hilir, tentu membuat para petani bisa memperoleh manfaat secara langsung dari setiap kenaikan harga pangan.
Empat alternatif ini belum tentu menjadi alternatif yang paling baik. Namun kita tentu berharap bahwa niat baik pemerintahan Prabowo untuk swasembada pangan ini, menjadikan para petani sebagai ujung tombak gagasan ini, sekaligus memastikan bahwa setiap upaya pemerintah di bidang pangan, selalu menempatkan kesejahteraan petani sebagai prioritas dari kebijakan-kebijakan tersebut.
Foto dari frisianflag.com
Leave a Reply