Eposdigi.com – NONA SARI ini sesuatu banget. Begitu muncul langsung viral. Diliput banyak media besar. Tersohor hingga ke pelosok negeri. NONA SARI asli punya Flores Timur. Lahir ketika inflasi daerah tinggi. Sebab beras lagi mahal dan langka.
Pagi tadi NONA SARI muncul di beranda. Diantar langsung seorang sahabat. Ia mengenalkan NONA SARI sambil senyum lebar sekali. Entah apa maksud itu senyum.
Penasaran akan elok rupa NONA SARI, aku bertanya sana sini. Ternyata aku kalah cepat. NONA SARI viral sudah. Jadi buah bibir khalayak ramai. Hingga ke sudut paling jauh. Mungkin sampailah sudah NONA SARI kini di telinga orang seNusantara.
NONA SARI memang bikin penasaran. Lebih lagi karena ia punya nama lengkap nan elok. Dibaptis dengan surat edaran bernomor Distan KP.521/610/IX/2023 oleh Pejabat Bupati Flores Timur. NONA SARI SETIA nama lengkapnya.
Baca Juga:
Sayang sungguh sayang. NONA SARI terlambat jauh. Sebab konon ia datang sebagai penerus Peraturan Bupati Flores Timur enam tahun lalu. Enam Tahun lalu. Sungguh jauh terlambat. Katanya NONA SARI adalah implementasi dari Perbup No 61 Tahun 2017.
Seharusnya Perbup tentang Penganekaragaman Konsumsi Pangan Lokal di Kabupaten Flores Timur itu sudah mendukung kedaulatan pangan berbasis pangan lokal di kabupaten tiga pulau ini.
Melalui NONA SARI SETIA kita boleh bertanya apa yang salah dengan implementasi dari Perbup No 61 Tahun 2017 ini? Jika pertanyaan ini belum dijawab, bukankah NONA SARI SETIA berkemungkinan besar hanya tinggal nama cantiknya saja.
Apa yang salah dengan kita di Flores Timur? Konon Sorgum mendunia berawal dari Flores Timur. Iklim kita yang kering kerontang ternyata aman nyaman untuk Sorgum tumbuh berbuah. Apalagi semua tahu, Sorgum bernilai gizi lebih baik dari beras padi. Apa lagi perut masyarakat kita tentu akrab dengan jagung, sorgum, ubi kayu dan keladi, juga pisang.
Baca Juga:
NO NASI SATU HARI – SEHAT BAHAGIA DAN AMAN “NONA SARI SETIA” hadir dengan misi besar. NONA SARI datang sebagai tameng untuk mengantisipasi krisis pangan dan ancaman kekeringan.
Kehadiran NONA SARI dimaksudkan agar masyarakat Flores Timur menghadirkan atau menyediakan pangan alternatif sumber karbohidrat lokal non beras. Jika masyarakat terlibat sebagai supplier maka NONA SARI dapat menggerakan sektor ekonomi masyarakat.
Sehingga kemudian: Sumber Daya manusia yang sehat, aktif dan produktif melalui kecukupan pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman.
Setelah 2017, sebelum NONA SARI datang, kita dilibas dengan telak selama tiga tahun oleh COVID-19. Karena berbagai pembatasan maka distribusi beras ke hampir semua tempat, termasuk di Flores Timur terganggu. Beda sebab, namun akibatnya sama, beras langka dan mahal.
Lalu apa yang kita pelajari dari Covid-19 tentang kedaulatan pangan? Tiga tahun COVID-19 ternyata tidak membawa kita kemanapun. Kita masih saja mengharapkan beras dari luar sana. Mengabaikan sorgum, singkong dan keladi serta lainnya yang tumbuh berbuah di halaman rumah kita.
Baca Juga:
Perbup 61/2017 itu bahkan dua tahun sebelum COVID-19. Karena itu kita boleh bertanya lagi, dimana letak kesalahan kita agar NONA SARI SETIA tidak lagi terperosok ke dalam lubang kesalahan yang sama.
JIka NONA SARI SETIA hanya datang satu minggu sekali, yaitu di hari Jumat, kita masih wajib dan harus bertanya kritis: Seberapa efektif satu hari itu, mengurangi inflasi daerah kita?
Efektifitas NONA SARI SETIA harus diuji melalui perbandingan data-data tertentu. Berapa tingkat konsumsi beras perkapita di Flores Timur? Berapa tingkat konsumsi pangan lokal per kapita di Flores Timur?
Data-data ini pasti akan sangat memudahkan kita untuk melihat sejauh mana kita dapat berhemat dengan NONA SARI SETIA. Berapa tingkat inflasi yang bisa kita kendalikan dari penghematan konsumsi beras setiap Jumat tersebut?
Flores Timur tentu sangat familiar dengan sosok Ama Kamilus Tupen Jumat. Salah satu kalimat ajakan yang sering Ama Kamilus utarakan. “Tanam apa yang kita makan, Makan apa yang kita tanam”
Baca Juga:
Membangun Kedaulatan Pangan: Tak Ada Kedaulatan Pangan Tanpa Kedaulatan Petani
NONA SARI SETIA memang cantik, tapi apakah bisa menjamin bahwa empat tujuan mulia yang ada di pundaknya dapat tertunaikan?
“Tanam apa yang kita makan, Makan apa yang kita tanam” bukan hanya menjadi sebuah ajakan. Ia harus menjadi nilai sekaligus menginspirasi cara hidup orang Flores Timur.
Tentu tidak akan efektif jika nilai dan cara hidup ini hanya sehari saja dalam sebulan. Melalui dan bersama “Tanam apa yang kita makan, Makan apa yang kita tanam” Kedaulatan Pangan akan cepat terwujud saat setiap piring-piring di meja makan, setiap kali makan, hanya berisi sumber-sumber gizi berbahan lokal.
Kita tentu berharap semoga kehadiran NONA SARI SETIA, menjadi langkah terakhir Flores Timur menuju Kedaulatan Pangan.
Foto: Ani Berta diambil di kompasiana.com
Leave a Reply