Unique Value Proposition dan Non-Governmental Organization

Bisnis
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.comUnique Value Proposition (UVP) adalah pernyataan singkat yang menjelaskan nilai unik (unique value) dari suatu produk atau layanan – nilai yang membedakan produk atau layanan lembaga ini dari produk atau layanan yang sama oleh pihak lain.

Anda masih ingat bahasa iklan teh botol sosro, kantor pegadaian, jamu tolak angin, atau motto “One Village One Product (OVOP)? Atau pada tingkat internasional ada tagline “thinking smart” untuk produk Computers dan smartphone dari Apple? Atau “sorgum bergizi dan berduit” dari kelompok tani sorgum NTT?

Semua mengklaim keunikan produk yang menandakan perbedaan kualitas produk atau layanan jasa dari lembaga sendiri dengan produk atau layanan jasa dari lembaga lain.

Baca Juga:

Sales, Marketing dan Branding, Apa Bedanya?

Bagi anda yang ingin memahami lebih dalam masalah UVP silahkan browsing di internet tanpa harus mencari literatur berbahasa asing yang tidak selalu mudah untuk dipahami (ora iso enggres to?).

MzN International – sebuah lembaga konsultasi sosial internasional yang mengkhususkan diri bagi pengembangan NGOs di seluruh dunia – memberi beberapa tips menarik bagi lembaga-lembaga non-profit seperti Yayasan atau LSM untuk mengembangkan strategi “bisnis” mereka layaknya lembaga-lembaga bisnis profesional – agar berdaya guna dan mandiri.

Tips tersebut diberikan agar setiap lembaga non-profit dapat fokus pada core business masing-masing dan menjaga kinerja agar tetap sustainable.

1. Know Your Unique Value Proposition (UVP).

Fokus pengenalan core business masing-masing ini tidak lagi pada apa (what) yang anda (biasa) lakukan, melainkan pada mengapa (why) anda harus melakukan program anda lebih baik dibanding apa yang dilakukan pihak lain.

Baca Juga:

Rethinking Community Development dan Kewirausahaan

Niat melakukan sesuatu yang berbeda dan lebih baik dari apa yang dilakukan pihak lain itu dinyatakan dalam sebuah UVP.

Terlalu banyak contoh bagaimana orang terlalu lama merasa nyaman dalam zona “doing business as usual”. Hal ini terutama sangat terasa pada NGO besar (kadang yang kecil juga) atau lembaga seperti yayasan di bawah korporasi dengan dana nyaris tak terbatas karena “sekadar” merupakan kewajiban korporasi (CSR).

Tidak ada perbedaan signifikan kinerja, outcome dan impact program pemberdayaan masyarakat misalnya yang dibiayai dari dana CSR atau donatur besar dengan kegiatan yang dijalankan secara swadaya.

Pada skala yang lebih serius: tidak ada perbedaan perubahan signifikan pada desa yang dibantu dan tidak dibantu dengan dana program pengembangan dari pemerintah, NGO, atau CSR.

Baca Juga:

Darurat Bencana Dan Manajemen Satu Pintu

Ada proposisi menarik seperti “nyalakan raga”, “membangun dari desa” atau “kecil itu indah” masing-masing sebagai sebuah proposisi tetapi terlalu abstrak dan tidak menjelaskan apa-apa tentang perbedaan signifikan sebagai sebuah unique value yang diusung, baik dalam slogan maupun dalam tindakan, jika dibanding dengan lembaga lain dengan visi dan misi yang sama.

2.  Map Your Stakeholders.

Memetakan dan memahami siapa pemangku kepentingan (stakeholders) anda dan apa yang menjadi kepedulian masing-masing stakeholders adalah alasan dasar mengapa anda perlu menyediakan lebih banyak waktu untuk melakukan stakeholders mapping.

Stakeholders mapping bermanfaat untuk mempertajam dan memperjelas apa yang harus menjadi target prioritas dan bagaimana melibatkan mereka dalam upaya untuk berubah secara bersama (participatory & collaborative changes process). 

3. Diversify Your Funding Streams.

Jangan bergantung pada satu sumber pendanaan. Carilah sumber dana alternatif bagi pembiayaan kegiatan seperti dengan cara menjalankan social enterprises, fee-for-service models, atau impact investments. Resilience sebuah lembaga sangat tergantung pada kemampuan menghadirkan diverse funding base.

Baca Juga:

Tuntutan Dunia Kerja dan Antisipasi Gen Z

Menurut MzN International, perkembangan bisnis tidak semata-mata berkaitan dengan masalah pertumbuhan (growth) tetapi terutama dengan masalah sustainability.

Oleh karena itu, masih menurut MzN International, anda perlu fokus dalam membangun strategic partnerships yang dapat menjamin keberlangsungan misi lembaga dan memperluas dampak sosial kerja anda.

Menemukan dan “mengikat” key actors di desa sebagai boundary partners, mitra diskusi, partisipan aktif dalam project planning, implementation, monitoring & evaluation adalah kunci sustainability baik bagi program maupun outcome dan impact program.

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of