Eposdigi.com – Kata emas hijau itu poli interpretasi. Sebagian kita akan mengasosiasikan emas hijau dengan potensi ‘lain’ yang sangat bernilai yang siap untuk digali dan di kasih nilai tambah.
Benar, emas hijau berarti ada potensi baru yang memiliki sustainability yang baik. Emas hijau merujuk pada potensi sekaligus sifat keberlanjutan dari potensi tersebut.
Saat ini, nikel menjadi komoditi primadona. Pasalnya kebutuhan akan penyimpanan energy atau baterai tengah melonjak. Lonjakan kebutuhan akan baterai tentu saja sangat dipengaruhi oleh lonjakan produksi kendaraan bersumber tenaga listrik.
Setiap kendaraan listrik membutuhkan baterai untuk menyimpan energi listrik. Nikel adalah salah satu komponen vital dalam produksi baterai listrik. Karena itu cadangan besar nikel milik Indonesia tentu mendatangkan keuntungan yang besar juga bagi negeri kita.
Baca Juga:
Konon, Indonesia memiliki lebih dari 37 % cadangan nikel dunia (mpr.go.id,01/04/2023). Indonesia yang merupakan negara penghasil nikel terbesar di dunia, mendapat berkah penjualan nikel global sebesar lebih kurang 34 miliar dolar Amerika atau Rp504,2 triliun (kurs Rp14.915 per USD) pada tahun 2022 lalu (Indonesia.go.id, 08/07/2023).
Melonjaknya nilai ekspor ini merupakan berkah dari hilirisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Sebelum hilirisasi, pada tahun 2017, data menyebutkan bahwa volume perdagangan nikel hanya sekitar 4 Milyar dolar Amerika.
Potensi luar biasa dari nikel ini akankah bisa digantikan oleh komoditi lain yang lebih besar nilainya? Sama seperti bahan galian lain, tambang nikel jelas memiliki konsekuensi yang serius terhadap lingkungan.
Ini bukan lagi rahasia. Sesuatu yang wajar. Bahwa pertambangan apapun komoditinya pasti merusak alam. Begitu juga dengan nikel. Maka kehadiran komoditi lain yang diklaim ‘hijau’ dengan nilai lebih tinggi dari berbagai komoditi yang digali dari kedalaman tanah, tentu menjadi isu yang sangat menarik.
Adalah rumput laut. Rumput laut digadang-gadang sebagai komoditi baru yang memiliki nilai jual yang tinggi (detik.com, 02/01/2024). Rumput laut menjadi komoditas unggulan karena potensinya yang besar di Indonesia.
Baca Juga:
Indonesia adalah produsen rumput laut nomor dua di dunia. Indonesia hanya kalah dari China sebagai pemasok terbesar rumput laut di pasar global.
Indonesia memiliki lebih dari 791 jenis rumput laut yang tumbuh di seluruh Indonesia. Ada 201 jenis rumput laut hijau, 138 rumput laut coklat dan sisanya ada 452 rumput laut merah. Sayangnya saat ini kita hanya mengekspor bahan mentah rumput laut.
Rumput laut masih bisa dikembangkan menjadi berbagai komoditi turunan yang unggul. Mulai dari sumber pangan, pakan ternak, pupuk, plastic, industry kecantikan, konstruksi hingga menjadi alternatif bahan bakar atau sumber energy.
Rumput laut ketika digali semua potensinya bisa menjadi komoditi yang sangat diperhitungkan pasar global. Mengingat rumput laut mewakili dua komoditi kritis dunia yaitu pangan dan energy.
Bukan lagi rahasia umum bahwa damai dan perang di bumi hari ini, ditentukan oleh pangan dan energy. Dan dalam diri emas hijau ini kebutuhan akan pangan sekaligus energy bisa terjawab.
Baca Juga:
Tantangan Kedaulatan Energi, Belajar dari Krisis Rusia – Ukraina
Potensi rumput laut, sepeti diwartakan oleh cnbcindonesia.com (16/01/2024) bisa menjadi solusi atas ketergantungan Indonesia terhadap BBM fosil. Seperti yang dikutip dari laman ITB oleh cnbcindonesia.com bahwa rumput laut merah memiliki potensi tinggi sebagai penghasil BBM alternatif.
Selain banyak manfaatnya, rumput laut merah ternyata bisa tumbuh subur di perairan asin, air tawar bahkan di air limbah perkotaan. Daya tumbuhnya juga sangat cepat, rumput laut merah dapat dipanen hanya dalam jangka waktu enam minggu saja.
Senyawa kimia berupa 5-Hidroksimetilfurfural (HMF) dan asam levulinat (LA) yang kaya pada rumput laut merah bisa diolah menjadi BBM. Selain itu keduanya sangat bermanfaat bagi industry plastic ataupun pelarut.
Daerah kepulauan seperti Kabupaten Flores Timur yang memiliki panjang garis pantai ribuan kilometer tentu bisa dimanfaatkan secara baik untuk membudidayakan rumput laut. Garis pantai sepanjang 2.064,65 km milik Kabupaten Flores Timur tentu bisa menghasilkan rumput laut dalam skala ekonomi yang cukup untuk hilirisasi industri rumput laut
Baca Juga:
Pertanyaan yang kadang menggelitik namun patut untuk direfleksikan adalah apakah Kabupaten Flores Timur mau mengambil peluang atas potensi besar rumput laut ini?
Saya yakin, Jika ada kemauan, kita akan berusaha menerobos berbagai tantangan untuk menjadikan Flores Timur mampu menjadi yang terdepan dalam perdagangan global lewat rumput laut.
Foto dari BeritSatu.com
Leave a Reply