Eposdigi.com – Konflik Rusia-Ukraina sekali lagi bukan hanya tentang perang antar dua negara. Bukan lagi soal adu kuat senjata atau mesin perang, atau adu lihai strategi militer tentara kedua negara.
Konflik Rusia-Ukraina nyatanya menyeret begitu banyak negara di dunia ke dalam pusaran akibat perang yang tak kalah tragisnya.
Apa pasal? Tak dapat dipungkiri bahwa Rusia memasok sumber energi, entah minyak maupun gas ke banyak negara di dunia, terutama di Eropa.
Bukan hanya itu, pada saat yang sama Rusia maupun Ukraina adalah dua negara penghasil gandum yang utama di dunia. Keduanya berkontribusi atas hampir 30 % kebutuhan gandum secara global.
Akibat dari konflik kedua negara ini benar-benar mempengaruhi banyak negara di dunia dalam urusan energi sekaligus pangan. Padahal keduanya; baik energi maupun pangan adalah kebutuhan vital bagi setiap manusia. Kebutuhan akan keduanya tidak tersubtitusi.
Baca Juga:
Krisis Rusia – Ukraina dan Semangat Kepahlawanan Kita Sehari-Hari
Walaupun berbeda tingkat keparahan antara satu negara dengan negara lainnya, namun hal ini tidak dapat merubah kenyataan bahwa ketergantungan akan pasokan energi dan pangan dari negara lain ternyata sangat mempengaruhi keberlangsungan hidup warga negara tersebut.
Karena itu, belajar dari negara-negara yang bergantung pada sumber energi dan pangan dari Rusia maupun Ukraina, kita harus mulai secara serius memikirkan untuk membangun dan mengembangkan potensi sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) menuju kedaulatan energi.
Kita tidak boleh tergantung pada pasokan sumber energi dari luar. Saatnya fokus untuk membangun kedaulatan kita di bidang energi lewat Energi Baru Terbarukan (EBT).
Apalagi negeri kita memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) begitu besar. PLN menyebutkan bahwa potensi EBT kita adalah sebesar 3.686 Giga Watt (GW) (cnbcindonesia.com,02/11/2022).
Kita memiliki begitu melimpah sumber energi surya, sumber energi dari air, angin, gelombang laut, biomasa, microhidro, ataupun Bahan Bakar Nabati (BBN).
Baca Juga:
Negara-Negara ini Punya Teknologi Maju di Bidang Pertanian, Bagaimana Dengan Indonesia?
Karena itu merintis jalan kedaulatan energi harus menjadi proyek strategis nasional, yang direncanakan dengan baik dan pencapaiannya dapat ditelusuri dan diukur.
Pertama : Dukungan Politik.
Bagaimanapun soal energi adalah persoalan kebutuhan dan keberlangsungan hidup warga negara, oleh karena itu membangun kedaulatan energi lewat Energi Baru Terbarukan (EBT) adalah tanggung jawab negara.
Dukungan politik untuk memastikan agar regulasi dan anggaran untuk mendorong kedaulatan energi dapat segera diwujudkan.
Dukungan secara politis juga adalah salah satu cara agar pemerintah lebih serius mengembangkan dan menjamin program Energi Baru Terbarukan (EBT) dapat berlangsung dengan baik.
Kedua: Dukungan Dunia Pendidikan.
Dukungan politik saja tidak cukup. Selain pengetahuan (knowledge) kita juga harus memiliki keahlian dan keterampilan (know how) yang cukup untuk menunjang segera terwujudnya kedaulatan energi.
Negara harus menjamin agar dunia pendidikan menyiapkan tenaga terdidik sekaligus terampil yang fokus pada pengembangan berbagai instrumen baik produk dan sistem yang memastikan kita berdaulat atas energi.
Dunia pendidikan bertanggung jawab untuk menyediakan sumber daya manusia yang bisa menjawab semua kebutuhan demi terwujudnya kedaulatan energi lewat Energi Baru Terbarukan (EBT)
Kampus-kampus, lembaga-lembaga pelatihan baik itu yang diselenggarakan oleh swasta maupun oleh negara harus secara serius mempersiapkan generasi muda untuk menguasai semua hal spesifik dalam rangka pencapaian kedaulatan energi.
Baca Juga:
Jika sekolah-sekolah di dalam negeri belum sepenuhnya menguasai teknologi maka kita bisa mengirimkan orang-orang terbaik kita untuk belajar ke kampus-kampus terbaik di luar negeri, sehingga sekembalinya, mereka dapat bertanggung jawab untuk menghasilkan produk penunjang kedaulatan energi.
Ketiga: Skala Lokal.
Sebagai ilustrasi, membangun pusat pembangkit listrik tenaga surya di suatu tempat kemudian menjadikannya sebagai penghasil energi skala besar tentu kita sangat kesulitan.
Energi surya yang dihasilkan harus ditransmisikan keberbagai pelosok di Indonesia, tentu distribusi inipun memerlukan anggaran yang tidak sedikit.
Karena itu memecah konsentrasi produksi dari yang terpusat ke rumah tangga – rumah tangga agar setiap rumah tangga memilki kemandirian di bidang energi.
Pemerintah tinggal memberi insentif, barangkali dalam bentuk subsidi, agar masyarakat tertarik untuk memiliki sumber-sumber pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT).
Jika secara masing-masing rumah tangga membutuhkan anggaran yang besar maka alternatif lainnya adalah membangun pembangkit listrik dengan menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam skala local di desa.
Baca Juga:
Dalam skala local di desa, memanfaatkan dana desa untuk membangun kedaulatan energi di desa.
Dalam skema ini, kita tentu tidak membutuhkan pos anggaran baru, sebab dengan dana desa kita bisa membangun sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan memanfaatkan semua potensi yang ada di desa.
Desa-desa segera mengidentifikasi potensi-potensi sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) yang ada di desa, kemudian melakukan studi secara serius untuk menentukan skala produksi yang paling ekonomis dan yang terjangkau oleh anggaran dana desa.
Desa-desa yang memiliki potensi yang sama bisa memperluas skala produksi Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan bersinergi dengan desa lain yang memiliki potensi yang sama lewat konsorsium BUM Desa.
Saya percaya bahwa kedaulatan energi secara nasional dapat terwujud melalui kedaulatan energi dari desa-desa kita se tanah air.
Foto ilustrasi dari sipinter.dpr.go.id
Leave a Reply