Setelah Harga BBM Naik, Lalu Apa?

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Kenaikan harga BBM di Indonesia selalu jadi isu yang hangat. Semua kalangan ramai membahas. Politisi tak ketinggalan. Kenaikan BBM selalu jadi drama politik.

Oleh pemerintah, kenaikan harga BBM tentu beralasan kuat. Harga minyak mentah dunia jenis brent yang naik menyentuh puncak tertinggi  hingga US$123,21 per barel Maret 2022 menggerus begitu banyak beban subsidi dari APBN.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa harga minyak mentah dunia itu membuat pemerintah harus menghitung ulang harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP)

Sebelumnya ICP sebesar US$62 per barel namun karena kenaikan harga minyak mentah dunia maka kitapun menyesuaikan ICP kita menjadi US$100 per barel. Penyesuaian ini mengakibatkan beban APBN untuk subsidi BBM meningkat drastis.

Baca Juga:

Ingin Punya Motor Listrik, Intip Dulu Faktanya Berikut ini

“Saya sebetulnya ingin harga BBM dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi dari APBN tapi anggaran subsidi dan kompensasi BBM 2022 terus meningkat 3x lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun dan akan meningkat terus,” terang Sri Mulyani seperti dikutip detik.com (03/09/2022).

Menurut perhitungan Kemenkeu, bahkan jika Indonesia Crude Price (ICP) turun menjadi US$85 per barel pun beban APBN untuk subsidi BBM masih akan terus naik hinggr Rp640 triliun (cnbcindonesia/04.09.2022).

Kenaikan harga minyak mentah dunia ternyata bukan satu-satunya alasan kenaikan harga BBM di Indonesia. Factor lainnya adalah pergerakan nilai tukar rupiah terhadap US dollar juga tingkat konsumsi bahan bakar itu sendiri.

Dari sisi konsumsi saat ini, 70 % BBM bersubsidi justru dinikmati oleh masyarakat menengah keatas.

Diketahui bahwa BBM bersubsidi jenis Pertalite yang dijual pertamina seharga Rp10.000,- memiliki nilai ekonomis sebesar Rp17.200 per liter pada Juli 2022. Semntara itu masih banyak pemilik mobil yang dengan nyaman mengisi BBM bersubsidi ini.

Baca Juga:

Kopra; antara Minyak Goreng dan Avtur

Dikutip oleh cnbciindonesia (04/09/2022, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan bahwa harga BBM subsidi yang rendah mendorong para pemilik mobil peribadi mengkonsumsi BBM bersubsidi yang seharusnya tidak disediakan buat mereka.

Ini mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap BBM bersubsidi naik sehingga menggerogoti cadangan BBM dalam negeri. Harga BBM subsidi yang rendah jutru dimanfaatkan oleh mereka yang tidak berhak.  Para orang kaya pemilik mobil ini seharusnya tidak disubsidi oleh negara.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kenaikan harga BBM pasti berdampak secara langsung pada kenaikan harga barang lain di pasar. Jika harga berbagai bahan kebutuhan hidup meningkat maka daya beli masyarakat akan menurun. Inflasipun akan meningkat.

Karena itu harus ada gerakan bersama masyarakat luas dan pemerintah unytuk mencari jalan keluar terbaik, dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

Baca Juga:

Sembilan Penemu dari Indonesia yang Karyanya Diakui Dunia

Pertama, Perketat Distribusi. Pemerintah dalam hal ini Pertamina harus memikirkan alat atau system untuk memastikan bahwa masyarakat berpenghasilan menengah ke atas tidak menggunakan BBM subsidi.

Tapa instrument ini maka BBM Subsidi justru semakin jauh dari tujuan subsidi. Alih-alih BBM disubsidi bertujuan untuk mengurangi beban hidup masyarakat kecil malah yang menikmati subsidi tersebut justru mereka-mereka yang kaya.

Kedua, Gerakan menggunakan kendaraan umum atau kendaraan yang ramah lingkungan harus diganungkan Kembali, bukan semata-mata pada saat BBM naik, namun ini harus menjadi gerakan bersama.

Pemerintah memberi insentif kepada para pengguna kendaraan listrik, bersepeda, dan kepada masyarakat yang menggunakan kendaraan umum.

Pada saat yang sama masyarakat luas kembali menggemakan gaya hidup hemat energi. Mematikan listrik pada saat tidak digunakan.

Baca Juga:

Robot lebih Canggih dari Anda?

Bahkan terutama pada saat mengisi BBM. Pastikan agar tidak ada setetspun BBM yang terbuang sia-sia karena tanki kendaraan sudah penuh.

Saya optimis, jika gerakan ini jika dilakukan secara luas secara nasional maka menghemat sumber energi benar-benar akan memberi hasil yang signifikan.

Tiga, Serius mencari alternatif baru untuk menemukan sumber energi listrik terbaru yang bukan BBM dari fosil. Kita harus berani mengambil gerakan radikal untuk mengakhiri ketergantungan pada sumber energi dari fosil.

Insentif terhadap sumber energi baru-terbarukan harus juga diikuti oleh pola hidup dan gaya hidup masyarakat luas untuk menggunakan kendaraan sumber energinya bukan lagi energi yang berasal dari fosil.

Tiga alternatif ini belum tentu yang terbaik yang dapat menjawab berbagai persoalan terkait BBM. Saya percaya bahwa Digiers memiliki jawaban yang dapat dilakukan secara pribadi demi pribadi menjadi bagian dari solusi terkait BBM di negeri ini.

Foto dari kompas.com 

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of