Kopra; antara Minyak Goreng dan Avtur

Bisnis
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com– Isu lingkungan yang digunakan beberapa Negara Eropa mengakibatkan permintaan CPO dari Indonesia mengalami penurunan. Mereka beranggapan bahwa Crude Palm Oil sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berrisiko tinggi bagi lingkungan.

BPS mencatat total ekspor ke negara-negara Uni Eropa pada quartal pertama tahun 2019 mengalami penurunan signifikan. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 ada penurunan nilai ekspor CPO dari US$2,15 milyar menjadi  US$1,81 Milyar ditahun 2019.

Menurunnya permintaan CPO Uni Eropa dari Indonesia mengakibatkan harga CPO di bursa komoditi dunia juga  mengalami penurunan. Tidak hanya komoditas minyak sawit, harga minyak kelapa pun mengalami penurunan (tribunmanado.co.id).

Ketika Uni Eropa sedang menolak CPO Indonesia, yang juga mengakibatkan turunnya harga kopra, Pemerintah Indonesai kemudian mengambil kebijakan untuk mendorong penggunaan CPO sebagai bahan baku biosolar.

Biosolar B20 atau komposisi 20 % minyak sawit sebagai campuran bahan bakar minyak  ditingkatkan menjadi 30 % atau B30. Senin 23 Desember 2019 lalu, Biodiesel 30 persen (B30) Presiden Joko Widodo meresmikan inplementasi B30 di salah satu SPBU di Jakarta (kompas.com-23/12/2019)

Penerapan prosentasi kandungan nabati dalam BBM akan terus ditingkatkan. Hal ini secara signifikan akan mengurangi impor BBM, pada saat yang sama menyerap CPO dalam negeri. Sekaligus mengurangi ketergantungan devisa dari export CPO.

Baca Juga: Surat dari Adonara

Selain B30 dari minyak sawit, pemerintah juga sedang melakukan penelitian serius menjadikan minyak kelapa sebagai bahan bakar mesin pesawat terbang. “Kopra minyak kelapa yang bisa menjadi avtur. Ini sudah hampir selesai (risetnya),” kata Jokowi seperti ditulis katadata.co.id (10/01/2020).

Jokowi ingin mengganti seluruh bahan bakar pesawat dengan minyak kelapa dari kopra milik petani kelapa di seluruh Indonesia. Hal ini sebagai bentuk kemandirian  ekonomi seperti yang dicita-citakan Presiden Soekarno.

Keputusan politik Jokowi ini jelas menjadi angin segar bagi komoditas kelapa yang selama ini dinomor duakan setelah sawit. Padahal kelapa memiliki begiti banyak produk turunan yang bisa memicu manfaat ekonomi lebih besar.

Mengingat produk yang bisa dihasilkan oleh kelapa, petani-petani kelapa dengan jumlah pohon kelapa sedikitpun bisa menjadikan kelapa sebagai alternative sumber pendapatan. Dari batang hingga ujung daun kelapa bernilai ekonomis.

Dibandingakan dengan kelapa sawit yang produk turunannya hanya sedikit sementara membutuhkan skala tanam yang luas agar bisa member nilai ekonomi maksimal. Ini bisa dilihat dari lahan-lahan perkebunan kelapa sawit yang luasnya ribuan hektar dan biasanya dimiliki oleh korporasi bermodal besar.

Namun menjadikan kopra sebagai bahan baku avtur dinilai tidak menarik secara ekonomis. Sekjen Perhimpunan Petani Indonesia (Perkindo) Muhamad Idrawis, seperti dilansir katadata.co.id (14/01/2020), mengungkapkan bahwa bisa jadi kebijakan ini merugikan petani kelapa Indonesia.

Jika kopra untuk avtur tidak menaikan harga jual kelapa di dalam negeri, yang saat ini hanya Rp1.500 per kilogram maka sebaiknya kelapa diekspor saja karena nilai jualnya lebih besar. Saat ini, ketika diekspor harga kelapa berkiras Rp2.500 hingga Rp2.700 per kilogramnya.

Pun demikian jika dibandingan antara harga avtur dalam negeri dengan harga minyak goreng kelapa. Muhamad Idrawis dalam lansiran katadata.co.id dihari yang sama mengungkapkan bahwa haraga rata-rata avtur hanya sekitar Rp8.500 per liter, kalah jauh dengan harga minyak goreng kelapa.

Di pasaran, saat ini harga minyak goreng kelapa berkisar antara Rp19.000 hingga Rp30.000 untuk setiap liternya.

Baik diolah menjadi avtur atau menjadi minyak goreng para petani tentu berharap agar nilai jual komoditas kelapa mereka dapat member keuntungan yang maksimal. Untuk itu pemerintah harus hadir bagi komoditas kelapa.

Penelitian untuk mendorong efisiensi pengolahan kelapa untuk minyak goreng maupun untuk avtur harus dilakukan dengan serius. Minyak goreng kelapa yang diyakini jauh lebih sehat masih kalah harga dengan minyak goreng sawit.

Jika pengolahan minyak kelapa menjadi minyak goreng seefisien minyak sawit, yang memungkinkan harga jual minyak kelapa tidak berbeda jauh dari minyak sawit, maka konsumen tentu lebih terdorong untuk membeli minyak kelapa.

Ketika permintaan minyak goreng kelapa meningkat, maka permintaan terhadap kopra pun akan meningkat. Diiringi oleh meningkatnya harga jual kelapa. Itu berarti petani kelapa memiliki pendapatan lebih baik.

Pun demikian halnya ketika minyak kelapa diolah menjadi avtur. Efisiensi produksi avtur dari kopra harus bernilai ekonomis lebih baik jika dibandingkan dengan produksi minyak goreng.

Jangan sampai avtur dari minyak kelapa tidak member manfaat signifikan bagi para petani kelapa.

*Foto minyak goreng kelapa pada etalase salah satu supermarket di Tanggerang.

Sebarkan Artikel Ini:

3
Leave a Reply

avatar
3 Discussion threads
0 Thread replies
0 Pengikut
 
Most reacted comment
Hottest comment thread
0 Comment authors
Recent comment authors
  Subscribe  
newest oldest most voted
Notify of
trackback

[…] Baca Juga: Kopra; antara Minyak Goreng dan Avtur […]

trackback

[…] Baca Juga: Kopra; antara Minyak Goreng dan Avtur […]

trackback

[…] Ayo Baca Juga: Kopra; antara Minyak Goreng dan Avtur […]