Eposdigi.com – Generasi Z (sering disingkat menjadi Gen Z), bahasa sehari-hari dikenal sebagai Zoomers adalah kelompok demografis yang menggantikan Generasi Milenial dan sebelum Generasi Alfa.
Para peneliti dan media populer menggunakan pertengahan hingga akhir tahun 1990-an sebagai tahun awal kelahiran dan awal tahun 2010-an sebagai tahun akhir kelahiran. Sebagian besar anggota Generasi Z adalah anak-anak Generasi X atau Baby Boomers yang lebih muda.
Sebagai generasi sosial pertama yang tumbuh dengan akses ke internet dan teknologi digital portabel sejak usia muda, anggota Generasi Z, meskipun belum tentu melek digital, telah dijuluki sebagai “digital natives”.
Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, anggota Generasi Z cenderung hidup lebih lambat dibandingkan pendahulunya ketika mereka seusia mereka; Gen Z merupakan generasi yang dapat dikatakan melek teknologi.
Baca Juga:
Mereka adalah generasi yang sejak lahir sudah dipapar dan ditemani oleh perkembangan teknologi informasi digital. Singkatnya, aktivitas mereka sudah berbaur dengan teknologi. Terlebih lagi, perkembangan artificial intellegence merupakan wacana yang tidak bisa dihindari.
Bila hal tersebut dimasukkan dalam kajian, tentu persiapan, pembekalan, dan pengayaan terhadap Gen Z akan sangat kompleks dan menantang. Seberapa jauh peran guru hadir dalam ruang persiapan, pembekalan, dan pengayaan tersebut?
Pendidik di era ini harus dapat menyajikan pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi. Jenis kelamin, usia, kesibukan, dan tingkat pendidikan tidak dapat dijadikan alasan untuk terus mengembangkan kemampuan untuk menyajikan pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi.
Saat ini, banyak platform online yang memudahkan para pendidik dalam membuat media pembelajaran berbasis online. Pendidik dapat memanfaatkan teknologi untuk mencari informasi data tambahan sehingga bahan ajar yang digunakan tidak hanya mengacu pada buku pendamping guru yang sudah disediakan sekolah.
Persoalan hari ini adalah masih banyak guru yang menerapkan metode pembelajaran yang terkesan kuno, terutama guru-guru yang sudah berumur tua. Sedangkan peserta didik sudah lebih modern.
Baca juga :
Menjembatani Utopia dan Distopia Gen Z di Dunia Kerja : Tantangan Lingkungan Kerja Distopia Gen Z
Sehingga menimbulkan perbedaan dan ketidaknyambungan di antara keduanya. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa peserta didik sudah tidak cocok lagi dengan sistem pendidikan abad 20. Namun, masih banyak guru yang masih belum memahami akan hal ini dan cenderung lamban dalam mengejar laju modernisasi pendidikan.
Sehingga peserta didik sudah mampu memperoleh informasi secara cepat dari berbagai sumber di multimedia, sedangkan guru memberikan informasi masih lambat dari sumber yang terbatas.
Pada titik ini guru harus menjadi guru yang sangat terbuka. Guru harus bisa menjadi pendengar yang baik, juga bisa memberi solusi terhadap persoalan, terhadap keinginan dari para peserta didiknya.
Sekarang kita tidak hanya cukup dengan guru yang pintar, tapi kalau dia tidak bisa bergaul secara baik dengan anak-anak juga tidak akan optimal untuk membantu anak-anak kita. Guru–guru jangan pernah berhenti belajar.
Meskipun sudah S1, tapi dunia ini pergerakannya cepat, perubahan yang terjadi di masyarakat itu harus mampu kita ikuti.
Baca juga :
Diantara Distopia dan Utopia: Menanti Respon Gen Z di Dunia Kerja
Peran pendidikan dalam hal ini tak sekadar mengurai permasalahan kekinian, melainkan menyiapkan sumber daya manusia andal untuk tahun-tahun mendatang. Apalagi pendidikan menyiapkan satu generasi untuk mengantisipasi kehidupan di masa yang akan datang.
Hari ini kalau dunia pendidikan kita hanya menyelesaikan masalah untuk hari ini, maka ketika anak-anak lulus, masalah dia sudah berbeda. Karakter seorang guru itu harus futuristik.
Dia harus tahu 20 tahun yang akan datang anak-anak itu eranya mau seperti apa. Tugas pendidikan adalah menyiapkan anak-anak agar mampu, kuat dengan dunia dia di 20 tahun yang akan datang.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com / Foto: Tonoto Foundation
Leave a Reply