18 Pengurus Propinsi Minta Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi Mengundurkan Diri

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Sebanyak 18 pengurus propinsi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dari 34 pengurus Propinsi, menyatakan saat ini kepemimpinan di PGRI sedang tidak baik-baik saja. Ada permasalahan yang perlu dibenahi yakni implementasi konstitusi, tata Kelola keuangan dan asset, serta masalah kepemimpinan.

Oleh karena itu, ke 18 pengurus PGRI tersebut menandatangani mosi tidak percaya kepada ketua umum pengurus besar PGRI, Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd dan mendesaknya untuk mengundurkan diri. Mereka akan menepuh semua jalur yang diatur organisasi untuk mencapai tujuan tersebut.

Hal tersebut disampaikan oleh Abdul Kadir, wakil ketua PGRI Nusa Tengara Barat (NTB). Menurut Abdul, mereka siap menjalankan semua mekanisme organisasi untuk menyelamatkan Marwah organisasi, terutama mendorong perbaikan kinerja oraganisasi di tingkat pusat.

Abdul mengklaim kelompok ini memiliki banyak bukti tentang adanya permasalahan tersebut, seperti tercantum dalam lampiran surat mosi tidak percaya yang mereka ajukan.

Ke 18 pengurus PGRI Propinsi yang menandatangani mosi tidak percaya tersebut adalah Teguh Sumarno-Jawa Timur, Adi Dasmin-DKI Jakarta, Sedarto-DI Yogyakarta, Yusuf-NTB, Simon Petrus Manu- NTT, Toni Muhtadi-Banten, Lukman-Jambi, Muh Syafi’i-Riau, Farida-Kepulauan Riau.

Baca Juga: 

Tabungan 17 Murid SD Dipinjam Oleh Guru dan Komite Sekolah. Pelajaran Apa yang Dapat Kita Petik?

Penandatangan surat mosi tidak percaya lainnya sdalah A. Rahman Siregar-Sumatra Utara, Ilias Efendi-Lampung, Anwar Sanusi-Kalimantan Timur, Muhamad Amin-Maluku Utara, Frans Lukanus-Papuan Selatan, Nanang Jahyari-Kalimantan Utara, Haruna Rasyid-Sulawesi Barat, M. Arif-Papua Barat Daya dan Bariun-Kota Baubau.

Tanggapan Tim Sembilan

Adanya mosi tidak percaya ini kemudian ditanggapi oleh tim Sembilan yang merupakan Angota Pengurus Besar PGRI periode 2019-2024 yang diwakili oleh ketua PB PGRI Husaifa Dadang. Dadang dalam pernyataannya, menyatakan pihaknya sangat prihatin atas kemelut internal ini.

Menurut Dadang, kemelut ini sangat menggangu solidaritas, dan solidaritas kepengurusan ditingkat pusat dan daerah. Jika kemelut ini tetap berlanjut, dikhawatirkan akan menyebabkan perpecahan di tubuh pengurus PGRI semakin meluas.

Dadang menyatakan, Tim Sembilan sepenuhnya menerima dan memaklumi landasan pertimbangan mosi tidak percaya tersebut. Dia menyatakan sebagai tim pengurus pusat periode ini, merasakan hal yang sama dalam dinamika kepengurusan perode ini.

Menurutnya Ketum PB PGRI Unifa Rosidi sangat tidak bijaksana dalam memimpin organisasi dan sangat emosional. Sehingga antar pengurus pusat sering terjadi konflik. Oraganisasi tidak dijalankan secara kolektif kolegial sebagaimana diamanatkan oleh AD/ART.

Baca Juga: 

Pelanggaran dalam Proses Penerimaan Peserta Didik Baru dan Proteksi terhadap Sekolah Swasta

“Selain itu, kami juga melihat dan merasakan, PB PGRI di bawah kepemimpinan Unifa Rosyidi tidak punya visi yang baik dan terukur dalam membawah PGRI menjadi lebih dihormati dan disegani baik oleh pemerintah dan organisasi guru yang lain,” tegas Dadang seperti dilansir JawaPos.com

Oleh karena itu tim Sembilan memohon kepada Dewan Pembina agar mengadakan pertemuan, dengan PB PGRI dan pengurus Propinsi untuk mengklarifikasi dan menyelesaikan sengketa antara penandatangan mosi tidak percaya dengan Ketua Umum.

Tim Sembilan menghimbau agar mereka yang sedang berseberangan dirangkul kembali, diajak dialog untuk membahas langkah-langkah strategis dalam memajukan PGRI. Ego kelompok dan ambisi pribadi dikesampingkan terlebih dahulu demi kejayaan PGRI di masa depan.

Tangagapan Loyalis Unifah Rosyidi

Kelompok 18 Pengurus PGRI Propinsi yang mengajukan mosi tidak percaya kemudian ditangapi oleh loyalis Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi yang diwakili oleh dua pengurus besar PGRI yakni Catur Nurrochman dan Rosyidi.

Baca Juga: 

Wali Kota Tangerang Pastikan 146 Sekolah Swasta di Wilayahnya Digratiskan Mulai Tahun Ajaran Ini

Menurut Catur, mosi tidak percaya kepada Ketum PB PGRI tidak mewakili pengurus PGRI Propinsi secara keseluruhan. Itu hanya muncul dari segelintir orang pengurus Propinsi. Keputusan untuk mengajukan mosi tidak percaya tidak di ambil melalui forum resmi organisasi sesuai dengan AD/ART.

“Apa yang dilakukan mereka dalam mosi tidak percaya, kepada ketum PB PGRI yang menurut mereka melanggar AD/ART sebenarnya membuka aib mereka sendiri. Karena cara-cara tersebut justru jauh dari etika berorganisasi sekaligus pelanggaran terhadap AD/ART,” jelas Catur.

“Pertanyaan sederhananya, kata Catur, apakah mereka sudah benar-benar mengurus organisasi PGRI di daerah sesuai dengan AD/ART? Apakan pengambilan keputusan ini, sudah melibatkan suara pengurus kabupaten/kota masing-masing?” lanjut Catur.

Sedangkan Wijaya, loyalis lainnya menambahkan hal yang dituduhkan mereka terhadap ketua umum sangat naif. Mereka menyoal laporan keuangan yang sudah diverifikasi, anggaran transportasi kongres yang ditanggung daerah, yang sudah bertahun tahun berlaku. Ia bertanya mengapa baru disoal?

Baca Juga: 

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Meluluskan Seorang Pastor Katolik Menjadi Doktor

Oleh karena itu menurut Wijaya, ini adalah manuver menjelang kongres yang waktunya masi cukup lama. Ia bahkan mengatakan, mereka memang ingin melawan organisasi dan meruntuhkan kebesaran organisasi. Selain itu, mereka jelas-jelas mau menganti kepemimpinan sekarang.

“Jangan lupa ketum PB PGRI sekarang, dipilih secara sah melalui kongres ke XXII di Medan. Jika ingin ada pergantian, maka harus melalui cara-cara yang sah, melalui mekanisme organisasi yang belaku, yaitu melalui kongres,” tutur Wijaya.

Kita berharap kisruh ini segera di perbaiki sehingga PGRI lebih maksimal mejalankan misinya membantu guru meningkatkan mutu dan profesionalitas guru untuk mewujudkan tujuan pendidikan , menumbuhkan peserta didik sebagai pribadi.

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com / Foto: pgri.or.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of