Kita Harus Serius, Ini Tidak Boleh Dibiarkan Terjadi Lagi

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Awalnya saya membaca berita mengenai ini, belum lama. Tentang Arifin dan Ira Budiarti. Keduanya masih remaja. Baru 14 tahun usianya.

Karena penasaran tentang kisah mereka, saya memulia pencarian daring. Ternyata berita mengenai mereka sudah cukup lama. Sejak 2019, hampir tiga tahun silam.

Karena yang terjadi pada keduanya sudah lama, seharusnya berita mengenai mereka tidak lagi baru, apalagi viral Kembali. Nyatanya banyak media mengangkat lagi kisah mereka, seolah baru saja terjadi, pagi tadi, hari ini.

Baca Juga:

Mengapa Perkawinan Anak Usia Dini adalah Bencana Nasional?

Mereka berdua bukan public figure. Bukan orang terkenal, seharusnya tidak menarik dijadikan berita. Pun dari tempat tinggal mereka. Saya bahkan baru tahu, ada sebuah kabupaten bernama Tapin di Kalimantan Selatan, sana. Apalagi Desa Tungkap di Binuang, tempat tinggal mereka.

Karena itu, pasti bukan siapa mereka. Atau di mana mereka tinggal. Jika demikian, hampir dipastikan, kisah keduanya diangkat karena apa yang mereka perbuat.

Seharusnya yang mereka perbuatpun bukan sesuatu yang luar biasa. Saking biasanya kita semua sepertinya memaklumi. Padahal ini adalah sebuah bencana besar. Bencana besar bagi negeri ini.

Baca Juga:

Orang Tua Harus Sadar, Hamil Duluan Tidak Harus Dinikahkan

Data menggambarkan, misalnya di Pangandaran Jawa Barat, ‘bencana nasional’ ini meningkat 1000 %, dari tahun 2021 hingga tahun 2022 ini, demikian tulis detik.com (25.06.2022).

Masih dari Jawa Barat, berdasarkan Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020 terdapat 8,81 % perempuan Kota Bandung menikah pertama kali pada usia belum genap 16 tahun. Diatas itu, ada ada 16,03 % perempuan Kota Bandung menikah pertama kali pada usia 17-18 tahun (idntimes.com/05.07.2022).

Data lainnya, masih dari Jawa Barat, okezone,com(17.12.2021) menulis bahwa 12 % anak-anak di Jawa Barat menikah sebelum genap usia 18 tahun. Mediaindonesia.com (11.03.2022) mengungkapkan, Indonesia nomor urut 7 perihal pernikahan dini di dunia.

Baca Juga:

Mengejutkan, Membaca Data Pernikahan Anak Di Indonesia

Sebelumnya, media ini juga (10.06.2021) mengutip Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) menyebutkan bahwa ada 64 ribu orang mengajukan dispensasi kawin usia dini.

Banyak media menulis, setidaknya ada tiga penyebab utama. Anak perempuan usia dini hamil duluan, dorongan orang tua untuk menghindari zinah, kemudian karena factor ekonomi keluarga.

Kasus pernikahan dini tidak boleh pandang sebelah mata. Alasan-alasan utama yang dikemukaan seharusnya tidak cukup menjadikan  ‘bencana nasional’ ini terus terjadi.

“Bencana nasional’ ini, memberi dampak bukan hanya pada satu generasi, melainkan bisa mempengaruhi generasi demi generasi bangsa.

Baca Juga:

Pandemi dan Maraknya Pernikahan Dini

Jika negara tersususn dari rumah tangga – rumah tangga, maka fondasi rumah tangga yang tidak kokoh pada gilirannya akan menruntuhkan sendi-sendi kehidupan berbangsa.

Pernikahan usia dini, menjadi bencana dari sisi biologis, sebab alat reproduksi yang belum matang membahayakan ibu dan anak. Bahkan mengancam nyawah keduanya. Belum lagi potensi anak terlahir dengan kondisi stunting mempengaruhi masa depan anak, bahkan masa depan bangsa dan negara.

Tidak hanya dari sisi biologis, pernikahan dini pun menjadi bencana psikologis. Sangat sulit membayangkan dua orang anak remaja berusia 14 tahun seperti kasus Arifin dan Ira harus membesarkan anak kecil lainnya hasil perkawinan mereka.

Baca Juga:

Mendorong Lahirnya Undang-Undang Ketahanan Keluarga

Sementara dari aspek sosial, kita dapat membayangkan soal kehilangan kesempataan untuk mengenyam Pendidikan yang lebih tinggi, kesempatan memilih dan meraih pekerjaan yang lebih baik, kesempatan untuk tumbuh kembang secara optimal, jiwa dan raga, yang terrampas karena pernikahan dini.

Menjadi Ironi, mengingat banyaknya kasus dalam skala nasional dan sebarannya di seluruh Indonesia,seharusnya pernikahan usia dini tidak lagi menjadi sebuah peristiwa baru yang bernilai berita.

Karena itu seharusnya yang menjadi sudut pandang kita bukan lagi soal peristiwanya yang menjadi viral yang kemudian diangkat lagi dan lagi menjadi sebuah berita.

Baca Juga:

Mencegah Stunting Sekaligus Pewarisan Nilai Lewat Posyandu Remaja

Titik fokus kita seharusnya adalah menciptakan system entah melalui pendekatan structural kekuasaan negara melalui perangkat undahng-undang dan pelaksanaannya.

Namun juga harus berupaya melalui pendekatan kultural keagamaan dan adat untuk melihat pernikahan dini sebagai ‘bencana nasional’ yang berdampak sangat serius bagi masa depan bangsa dan negara.

Foto ilustrasi dari rri.co.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of