Mengapa Perkawinan Anak Usia Dini adalah Bencana Nasional?

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Perkawinan anak usia dini harus menjadi keprihatinan kita bersama. Berangkat dari keprihatinan inilah kemudian semua kalangan bersinergi untuk menghapus perkawinan anak usia dini.

Membaca data kasus pernikahan anak selalu mengejutkan. Laman suarasurabaya.net (5/11/2020) berdasarkan data Pengadilan Agama, menyebutkan bahwa selama tahun 2020 terdapat 6.084 perkawinan anak usia dini di berbagai daerah di Jawa Timur.

Data lain datang dari Jawa Barat. Gubernur Ridwan Kamil seperti dikutip nusantara.rmol.id (24/10/2020) menginstruksikan jajarannya untuk menurunkan angka perkawinan anak usia dini dari 21.000 kasus menjadi 15.000 kasus selama tahun 2020 ini.

Saat pencarian daring untuk melengkapi tulisan ini, saya dibanjiri begitu banyak informasi terkait perkawinan anak usia dini. Katadata yang saya kutip dalam tulisan sebelumnya menyajikan data tahun 2018. Pada tahun 2018 lalu, ada 1.184.100 kasus pernikahan anak usia dini terjadi di Indonesia.

Ayo Baca Juga: Mengejutkan, Membaca Data Pernikahan Anak Di Indonesia

Data yang kami olah dari liputan6.com menggambarkan bahwa sebagai bangsa kita belum mampu mengurangi, apalagi mencegah kasus pernikahan anak usia dini di Indonesia.

Diolah oleh eposdigi.com berdasarkan data BPS – diambil dari liputan6.com (09/09/2020)

Mengejutkan bahwa semua provinsi di 3 pulau besar di Indonesia; Kalimantan, Sulawesi dan Papua; menyumbang proporsi perempuan berusia 20 – 24 tahun pada tahun 2018, yang menikah sebelum genap berusia 18 tahun, di atas rata-rata nasional.

Persentase ini memberi gambaran yang memprihatinkan bahwa di 22 propinsi di Indonesia, lebih dari 1 perempuan dari 10 populasi perempuan seusianya menikah sebelum berusia 18 tahun.

Sebab angka rata-rata nasional proporsi perempuan berusia 20 – 24 tahun pada tahun 2018, yang menikah sebelum genap berusia 18 tahun, sebesar 10,82 persen.

Faktor yang dominan dari pernikahan itu adalah karena dorongan dari orang tua. Karena dorongan orang tua maka hampir dipastikan bahwa jutaan kasus pernikahan anak usia dini ini bukan karena kebutuhan anak.

Dalam banyak kasus, pernikahan anak usia dini dimohonkan dispensasinya oleh orang tua karena anak terlanjur hamil tanpa ikatan pernikahan yang sah sebelumnya.

Ayo Baca Juga: Peringatan Untuk Para Orang Tua, Remajamu Bukan Komoditi

Sebut saja kasus di Kediri, Jawa Timur. Laman matabanua.co.id (11/08/2020) menulis bahwa sejak Januari hingga Juni 2020, sebanyak 236 remaja mengajukan dispensasi untuk melangsungkan pernikahan. Anak dalam rentang usia 14 – 18 tahun ini mengajukan dispensasi melalui orang tuanya.

Dari jumlah itu, lebih dari separuh atau sebesar 52.12 % dikarenakan oleh factor kehamilan tidak diinginkan, karena terjadi di luar nikah.

Padahal kehamilan tidak diinginkan karena terjadi di luar pernikahan harusnya tidak cukup jadi alasan orang tua untuk menikahkan anaknya.

Alasan-alasan terkait budaya dan agama, dalam banyak kasus, menurut saya, adalah pembenaran orang tua untuk menutupi rasa malunya. Benar bahwa orang tua yang memaksakan anaknya menikah sebelum usia pernikahan ideal, menurut saya, karena keterbatasan informasi dan pengetahuan tentang tumbuh kembang anak.

Adalah benar seperti yang dikemukakan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo bahwa pernikahan anak usia dini juga merupakan bencana nasional (cnnindonesia.com-03/07/2020). Akibat dari bencana nasional ini berdampak sangat buruk dalam jangka pendek, maupun secara jangka panjang.

Dalam jangka pendek, pernikahan anak usia dini mengakibatkan terhentinya pendidikan anak, terutama anak perempuan, resiko kematian ibu dan bayi karena kehamilan sebelum kematangan organ reproduksi, anak lahir cacat, kematian ibu dan anak paska melahirkan, kekurangan gizi hingga rentannya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kerena belum matangnya psikologi pasangan yang menikah.

Dikabulkannya permohonan dispensasi pernikahan anak usia dini adalah cara legal baik oleh orang tua maupun negara untuk melegitimasi perampasan hak dasar anak, terutama anak perempuan. Hak-hak dasar untuk tumbuh sesuai usia perkembangannya. Hak-hak dasar untuk mengakses pendidikan secara lebih memadai.

Dampak jangka panjang dari pernikahan anak usia dini juga sangat merusak generasi bangsa selanjutnya. Jika keluarga adalah cerminan sebuah bangsa maka pantulan apa yang akan kita lihat dari keluarga yang dibentuk tanpa landasan yang kuat?

Ayo Baca Juga: Virginitas Jadi Ukuran Kehormatan Perempuan?

Apa yang kita harapkan dari keluarga yang diisi dengan pertengkaran karena pasangan orang tua belum matang secara psikologis? Masa depan bangsa ini akan menjadi apa jika generasi mudanya lahir cacat karena organ reproduksi orang tuanya belum matang saat ia dikandung?

Apakah cukup bijak kita menjadikan kehamilan tidak diinginkan, ‘malu sama tetangga’, ‘agar tidak menjadi zinah’ untuk melegitimasi bencana nasional ini?

Foto: Aditya Pradana Putra / ANTARA

Sebarkan Artikel Ini:

3
Leave a Reply

avatar
3 Discussion threads
0 Thread replies
0 Pengikut
 
Most reacted comment
Hottest comment thread
0 Comment authors
Recent comment authors
  Subscribe  
newest oldest most voted
Notify of
trackback

[…] Baca Juga: Mengapa Perkawinan Anak Usia Dini adalah Bencana Nasional? […]

trackback

[…] Baca Juga: Mengapa Perkawinan Anak Usia Dini adalah Bencana Nasional? […]

trackback

[…] Baca Juga: Mengapa Perkawinan Anak Usia Dini adalah Bencana Nasional? […]