Pandemi dan Maraknya Pernikahan Dini

Budaya
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Pernikahan dini kerap kali tejadi karena banyaknya faktor. Mulai dari segi orang tua, ekonomi kelas bawah, dan lingkungan tempat tinggalnya yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan.

Seperti banyaknya di wilayah pedesaan, atau kampung – kampung terpencil lainya, biasanya pernikahan dini itu karena di lingkungan sekitarnya banyak orang yang menikah di usia muda atau bisa dibilang masih di bawah umur.

Padahal menikah di bawah umur itu tidaklah wajar di menurut hukum, meski di sahkan dalam agama selama ia sudah mengalami baligh atau haid. Undang-Undang Perkawinan No 16 Tahun 2019 menyebutkan bahwa usia pernikahan ideal adalah setelah 19 tahun baik untuuk pria mupun wanita.

Mengejutkan, Membaca Data Pernikahan Anak Di Indonesia

Pernikahan dini juga sudah cukup marak di kalangan masyarakat  yang kurang mampu membiayai anaknya sekolah. Orang tua tidak mampu menyekolahkan anaknya, memasukan anaknya kepesantren karena faktor ekonomi.

Pandemi menyebapkan banya perusahaan bangkrut atau tidak beroprasi secara normal sehingga banyak karyawan diberhentikan. Ini mengakibatkan banyak orang tua tidak memiliki cukup uang untuk membayar sekolah anaknya.

Akibatnya supaya anak tidak membebani ekonomi keluarga maka banyak orang tua memilih menikahkan anaknya (terutama anak perempuan).

Baca Juga: Orang Tua Harus Sadar, Hamil Duluan Tidak Harus Dinikahkan

Berdasarkan data dari Statistik Pusat (BPS) tahun 2020, seperti dikutip tribunnews.com (17/09/2021) jumlah pernikahan dini atau pernikahan dengan salah satu atau kedua pasangan menikah masih di bawah umur adalah 10,82% pada tahun 2019.

Dirjen Badan Peradilan Agama menyebutkan bahwa selama Januari hingga Juni 2020, ada lebih dari 34.000 permohonan dispensasi pernikahan anak usia dini. Dari jumlah tersebut 60 % pemohonnya adalah anak perempuan.

Irma; mahasiswi Pendidikan PPKn, FKIP, Universitas Pamulang (UNPAM) Tangerang Selatan

Ada beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dari pernikahan dini. Efeknya tidak hanya dirasakan oleh pasangan tetapi juga oleh bayi yang baru lahir.

Di bawah adalah ringkasan dampak negatif pernikahan dini dari situs BKKBN. Risiko stunting pada bayi baru lahir. Ada hubungan antara usia ibu saat lahir dengan angka stunting saat lahir. Semakin muda usia ibu saat melahirkan semakin besar kemungkinan dia melahirkan bayi stunting.

Semakin muda usia perempuan yang menikah dini, risiko kematian ibu dan anak saat melahirkan juga semakin tinggi. Panggul ibu yang sempit  karena tidak berkembang dengan baik merupakan salah satu penyebab kematian bayi dan ibu.

Mengapa Perkawinan Anak Usia Dini adalah Bencana Nasional?

Kehamilan pada wanita usia muda menyebabkan ruptur serviks (sobeknya serviks) yang dapat menyebabkan perdarahan hingga membahayakan kandungan dan ibu hamil

Kehamilan di bawah usia 20 tahun juga meningkatkan kemungkinan terjadinya preeklamsia. Pre-eklampsia adalah peningkatan tekanan darah karena kejang saat melahirkan. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian ibu.

Kehamilan awal pada pernikahan anak usia dini memiliki risiko serius dimana perempuan rentan mengalami osteoporosis.

Pernikahan membutuhkan persiapan psikologis yang kuat. Akibatnya, tingkat perceraian pasangan muda sangat tinggi. Ini terjadi karena pertengkaran terus-menerus yang tidak dapat diselesaikan dengan baik oleh pasangan muda.

Baca juga: Menggali Akar Masalah Pernikahan Anak Usia Dini

Pandemi jangan sampai jadi alasan untuk mewajarkan pernikahan anak usia dini. Mengingat begitu banyak dampak negatifnya, maka semua kalangan sebaiknya lebih peduli dan siap untuk menolak pernikahan usia dini terjadi kepada siapa saja di lingkungan terdekatnya.

Tulisan ini merupakan tugas untuk mata kuliah Pendidikan Ilmu Hukum Pada Jurusan Pendidikan PPKn – FKIP -Universitas Pamulang – Tangerang Selatan. Foto: haibunda.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of