Strategi Bisnis Tukang Pangkas Rambut

Bisnis
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Saya sebenarnya tidak berlangganan potong rambut di tempat ini. Sebab di sekitar kediaman kami, banyak tukang pangkas rambut, dengan harga yang sedikit berbeda satu sama lain.

Di tempat ini, harganya sedikit lebih mahal, dibanding lainnya yang dekat rumah. Dimaklumi. Ruangannya ber-AC. Dan setelah selesai rambut potong, kepala kita dibersihkan dari sisa potongan rambut dengan mesin penyedot.

Tapi tidak mahal-mahal amat. Jika dibandingkan dengan tempat pangkas rambut “barbershop” di pusat-pusat perbelanjaan.

Digiers yang tinggal di seputaran Vila Melati Mas – Serpong Utara, Tangerang Selatan, pasti familiar dengan tempat pangkas rambut ini. Letaknya yang dekat dengan pusat kuliner, di gerbang masuk Blok O, menuju Gereja St. Ambrosius. Persis di sebelah kanan gerbang masuk.

Ini kali ketiga atau ke empat saya potong rambut di sini. Dan seperti biasa meladeni obrolan ringan dengan tukang pangkasnya.

YouTubers Direct Selling Ala Dasiman Tarzan

Mulai dari pembicaraan seputar Covid-19, kemudian vaksin, dan lain-lain rupa. Mungkin hanya sekedar caranya untuk mengakrabkan diri dengan pelanggannya.

Sama seperti tempat pangkas rambut lain di dekat rumah, biasanya setelah selesai pangkas rambut dilanjutkan dengan dipijit. Di tempat ini, karena biasanya ramai, dan agar yang mengantri tidak semakin lama menunggu, saya biasanya menolak dipijit.

Kali ini di belakang saya tidak ada antrian. Sayapun meng-ia-kan tawarannya. Toh pijiatan ini satu paket dengan pangkas rambut. Tak ada ruginya mencoba.

Seperti biasa, setelah selesai potong rambut si abang tukang pangkas selalu menutup dengan kalimat candaan.

“Terlihat lebih muda dua minggu,” katanya.

Juga kali ini. Awalnya saya tidak terlalu perhatian. Tapi karena masih ada waktu untuk mengobrol dengannya, saya kemudian membalas candaannya soal dua minggu itu.

“Abang pelit benar. Doain orang lebih muda aja pelit. Kenapa hanya dua minggu? Dua tahun kek,” kataku.

Baca Juga: BUMDes Sebagai Ekosistem Ekonomi Produktif

Ia pun panjang kali lebar menjelaskan.

“Ya Bang, kalo dua tahun kapan balik lagi ke sini untuk potong rambut?” dan bla bla bla…..

Saya agak tertegun, ketika si abang mengatakan ‘kapan balik lagi ke sini’. Benar juga ternyata. Sebenarnya dua minggu itu waktu yang sengaja ia sampaikan untuk mengingatkan langgananya agar lebih cepat kembali memangkas rambut.

Mungkin sama dengan dokter yang mengingatkan pasiennya agar taat jadwal mengecek lagi riwayat penyakitnya.

Saya kemudian memancingnya dengan pertanyaan lain.

“Kok saya tidak dapat voucer langganan? Tiga kali potong gratis sekali, gitu. Kan jadinya lebih sering ke sini, biar bisa dapat gratisan. Air isi ulang aja bisa, masa pangkas rambut enggak? ”, tanyaku.

“Kalo cuman tiga kali, rugi aku bang. Maunya sih 24 kali baru gratis sekali,” katanya tanpa beban.

Warung yang Kian Memesona, Investor Kelas Dunia Pun Kepincut

“Banyak banget!. Niat gak sih kasih voucher?” candaku.

“Gini Bang,” ia menjelaskan, “24 kali itu kan paling cepat 1 tahun, atau kalo sebulan sekali kan dua tahun,  pasti pada lupa tuh punya voucher gratisan, jadinya tetap aja bayar”, katanya terkekeh.

Cerdas juga ini abang. Pertama “terlihat lebih muda dua minggu,”adalah caranya mengingatkan pelangganya agar segera balik lagi. Sebulan sekali terlalu lama, jika bisa dua minggu sekali, tentu baik bagi pemasukannya.

Bukan soal jumlah orang yang datang. Bagi dia, semakin sering datang memangkas rambut semakin menambah penghasilannya.

Ia harus memastikan perputaran jasanya. Semakin cepat waktu pelangganya datang, semakin banyak penghasilannya. Pelanggannya mungkin belum bertambah, asal mereka semakin cepat kembali, maka penghasilannya akan terus bertambah.

Baca Juga: Sewindu Undang-Undang Desa, Saatnya Desa Berbenah?

Kedua, voucher 24 kali gratis satu adalah cara membangun loyalitas pelanggannya. Angka 24 kali bukan angka yang singkat untuk segera dipenuhi. Bisa jadi pelanggannya lupa menghitung, atau lupa mengumpulkan voucher, sehingga lupa memanfaatkan layanan gratis yang ia janjikan.

Setidaknya, 24 kali itu bisa menjamin setiap pelanggannya menggunakan jasa pangkas rambutnya sebanyak itu pula, dan akan kembali lagi dan lagi kemudian hari. Lebih baik jika menghabiskan 24 kali atau lebih namun lupa menagih voucher gratisan.

Membangun loyalitas pelanggan memang butuh usaha ekstra. Apapun caranya, jangan sampai pelanggan pergi darimu.

Ada yang melakukannya dengan terus meningkatkan kualitas produk atau jasa yang mereka berikan.

Digitalisasi Gemohing

Ada yang sedikit ekstrim,  misalnya memaksa pelanggannya membayar lebih agar bisa berhenti menggunakan jasa atau produk mereka. Mempersuit pelanggan sedemikian rupa agar tidak berhenti menggunakan produk atau jasa. Tidak harus dirinci dengan contoh mana. Tapi praktek ini jamak kita jumpai.

Sayapun menyarankan, tentu saja sambil bercanda.

“Apalagi disertai dengan peringatan, kalau tidak balik lagi ke sini dalam tepat dua minggu, maka saat pangkas rambut akan dilakukan dengan sembarangan, ditambah bonus mencukur habis sebelah alis mata. Pasti seru!”

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of