Eposdigi.com – Belum lama ini, di Bintaro – Tangerang Selatan, Marwan; viral di berbagai laman sosial karena aksi sangat berbahaya yang dilakukannya. Ia terekam kamera mengendarai motor tanpa helem. Lebih “gila” lagi ia melepas tangannya dari stang motor yang dikendarainya.
Marwan ditilang, motornya yang tidak dilengkapi surat-surat disita. Aksinya tergolong nekat. Tidak hanya melepas tangan, ia bahkan merebahkan badannya ke belakang, bahkan duduk bersila. Dalam kecepatan tinggi pula.
Seharusnya SIM nya dicabut, buah dari aksi ‘nekat’yang dilakukannya. Ia malah mendapat anugerah “DUTA LALU LINTAS” atas aksinya. Tidak lagi disebut ugal-ugalan, membahayakan dirinya dan pemakai jalan lain. Ia freestyler. Tidak hanya jadi duta, konon ia dihadiahi sebuah motor “second” baru.
Baca Juga: Prostitusi Online, Media Massa dan Degradasi Moral
Ada lagi. Seorang pemuda – N – memaksa mencopot masker seorang sepuh di sebuah tempat ibadah. Ada lagi, PA – seorang bapak, menghina para pemakai masker dengan kata-kata tak pantas di mall. Ia tidak percaya akan pandemi corona. N dan PA malah jadi duta masker.
Dalam kasus lain, sederet Artis; sebut saja ZG, DP, RM, TPK, RF, ATT, justru kemudian menjadi ‘brand ambassador’ atas pelanggaran yang mereka lakukan. ZG, aktris, diangkat menjadi Duta Pancasila, padahal ia menyebut Pancasila – Lambang Negara yang Sakti dengan (maaf) bebek nungging.
TP, RM, RF, ketiganya pesohor, berurusan dengan hukum berkaitan dengan Narkoba, justru kemudian ditunjuk jadi Duta Antinarkoba.
ATT, juga pesohor, pernah diangkat menjadi Duta Pajak sebuah kota di Jawa Barat. Setelahnya ia justru kedapatan mangkir bayar pajak. DP, aktris lainnya, kedapatan menerobos jalur khusus Transjakarta, malah diangkat jadi Duta Tertib Lalu Lintas.
Baca Juga: Corona dan Kemanusiaan Kita
Tidak hanya kalangan pesohor, masyarakat biasapun banyak yang kemudian diangkat jadi duta segala macam, setelah melakukan hal-hal yang tidak bisa diterima akal, pun norma di masyarakat.
ZD, remaja putri dari salah satu kota di Pulau Andalas, ditegur polisi karena membuka pintu bagasi belakang mobilnya. Ia bersitegang dengan polisi dan mengaku anak petinggi Badan Narkotika Nasional.
Ia justru kemudian diangkat menjadi Duta Antinarkoba oleh sebuah organisasi keagamaan.
Dari NTB, sekelompok remaja menjadi viral. Mereka diduga melanggar UU Konservasi Sumber Daya Hayati No 5 tahun 1990 atas aksi mereka mencabuti tanaman Edelweis di Taman Nasional Gunung Rinjani.
Setelah viral di internet, oleh Kepala Taman Nasional, mereka diangkat menjadi Duta Pelestarian Edelweis.
Apa yang salah dengan itu?
Menjadi Duta yang mewakili sebuah kepentingan, entah produk atau hal lainnya tentu merupakan kabanggaan tersendiri.
Baca Juga: Harvard University, Tolak Calon Mahasiswa karena Komentar Rasis di Media Sosial
Ia dianggap sebagai representasi dari apa yang ia wakili. Melalui dirinya orang akan mengenal “produk” atau apapun yang ia wakili. Dan untuk mencapai prestasi ini tidaklah mudah.
Menjadi duta untuk brand-brand produk ternama seseorang harus mengantongi sejumlah persyaratan.
Pertama : Harus memiliki Daya Tarik ( Attractiveness)
Daya tarik tidak hanya soal fisik. Kepribadian, Intelektualitas, Lingkungan Sosial, Gaya Hidup menjadi himpunan faktor yang diperhitungkan untuk menjadi duta.
Kedua : Popularitas (Visibility)
Menjadi Duta artinya siap mewakili kepentingan brand atau Nilai yang diwakilinya. Brand atau seperangkat nilai yang ingin dikenalkan kepada banyak orang. Semakin banyak orang mengenal brand atau nilai yang ia wakili akan semakin bermanfaat.
Baca Juga: “Virus” itu bernama….
Untuk itu seorang duta harus memiliki popularitas. Di zaman ini popularitas sangat ditentukan oleh pengikut (follower) yang banyak di laman-laman sosial.
Ketiga: Kredibilitas (Credibility)
Daya tarik dan popularitas akan sia-sia jika seorang duta tidak memiliki karakter positif yang dapat mempengaruhi orang lain untuk membeli produk atau mengikuti nilai yang yang diwakilinya.
Untuk membangun kredibilitas, seorang duta harus memiliki : Keahlian (expertise) dan Kepercayaan (trustworthiness).
Seorang duta dianggap memiliki keahlian apabila memiliki pengetahuan, pengalaman dan keterampilan mengenai brand atau nilai yang diwakilkannya.
Baca Juga: “Bencana” dan Bencana – Relawan dan “Relawan”
Sementara Kepercayaan adalah karakter baik yang melekat pada brand atau nilai terutama karakter baik yang melekat pada duta yang menarik para konsumen atau pengikut nilai tersebut.
Duta adalah startegi pemasaran agar orang lain (konsumen) tertarik memakai produk atau mengikuti nilai-nilai baik yang ditawarkan.
Brand Ambassador atau Duta haruslah orang yang memiliki karakter baik, keahlian yang cukup dan dapat dipercaya untuk membuat orang lain mengikuti pesan yang ia sampaikan.
Menjadi Duta adalah pencapaian yang diupayakan orang dengan segala macam pengorbanan yang tidak sedikit.
Bagaimana seseorang membangun karakter baik dalam dirinya, mengambil waktu bertahun-tahun, menyusun batu demi batu untuk membangun pengetahuannya hingga menjadi ahli. Sehingga layak dipercaya menjadi duta.
Baca Juga: Survey Digital Civillity Indeks; Neitizen Indonesia Paling Tidak Sopan se-Asia Tenggara
Maka, apa jadinya bangsa ini jika kita mengangkat duta dari orang-orang justru bermasalah. Jauh dari karakter-karakter terpuji?
Apa jadinya jika anak-anak kita belajar bahwa agar hebat (menjadi duta) tidak harus memiliki karakter baik, tidak harus berilmu pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni.
Bagaiman jika anak-anak kita belajar bahwa menjadi orang hebat tidak harus membangun karakter dirinya agar dapat dipercaya orang lain?
Foto: accurate.id
[…] Baca Juga: Alangkah Lucunya Negeri ini, Pembuat Masalah kok Jadi Duta […]
[…] Baca Juga: Alangkah Lucunya Negeri ini, Pembuat Masalah kok Jadi Duta […]