Eposdigi.com- Postingan yang di publish oleh Daniel Ama Nuen lewat #melawan takhyul-6, sungguh memiliki paradoks. Daniel Ama Nuen mengakui bahwa ada pamali, ada yang sakral, ada kekuatan Yang Maha Dashyat dari Rera Wulan Tanah Ekan dan dia percaya bahwa “Matanet di koda moripet di koda.”
Akan tetapi kepercayaan Daniel Ama Nuen ditentang sendiri olehnya dengan kalimat-kalimat berikut:
“Tapi memberi tafsir karena orang mengambil air dan bunga edelweis di gunung, ya saya tidak percaya.”
Dia menegaskan bahwa kesimpulan itu dibuat oleh dukun atau tua adat. Postingan Daniel Ama Nuen menjadi paradoks. Pemikiran dia ini saling bertentangan. Bukankah mengambil air dan bunga edelweis di gunung juga merupakan bagian dari pamali?
Baca juga: Agama Koda : Pilar Utama Pembentuk Jatidiri Anak Adonara (Penutup)
Subjektivitas tua adat atau dukun didasarkan atas tatanan nilai atau sesuatu yang sakral dari Rera Wulan Tanah Ekan, yang juga dipercayai oleh Daniel Ama Nuen.
Para tua adat adalah penjaga tatanan nilai. Tatanan nilai dijaga dengan ritual-ritual adat tertentu, yang hari ini masih diyakini karmanya oleh orang Adonara, termasuk dalam kalimat Daniel Ama Nuen “Matanet di koda, moripet di koda.”
Kenapa air dan bunga Edelweis di gunung menjadi bagian dari yang sakral?
Kita bisa menjelaskan hal yang sakral ini dengan kebiasaan yang masih diyakini sebagai kebiasan yang penuh dengan tatanan nilai oleh sebagian masyarakat kita.
Ketika kita mengunjungi sebuah tempat yang baru, tempat biasa atau tempat yang bukan geraran kemudian ada kejadian anak kecil jatuh dan mengalami luka. Orang tuanya kemudian mengambil kerikil dari tempat itu, dengan keyakinan bahwa benda mati bernama kerikil ini, bisa melindungi jiwa si anak yang terjatuh. Anak-anak yang jatuh terlindungi dari kekuatan-kekuatan jahat. Selamat jiwa dan raganya.
Apa bedanya kerikil ini dengan air di gunung? Bukankah mereka memiliki esensi yang sama?
Benda-benda ini memiliki muatan atom, yang di dalamnya terdapat muatan listrik negatif dan muatan listrik positif. Ketika benda apapun masih memiliki kekuatan listrik, berarti dia masih memiliki energi. Sekecil apapun energi yang dimiliki oleh benda ini, menjadi bagian dari energi besar yang melingkupi semua atau suatu wilayah yang lebih luas.
Perbuatan kita sekecil apapun yang mengganggu tatanan energi ini, sekecil apapun energi itu, bisa saja memiliki daya rusak yang sangat-sangat besar, karena tatanan energi ini terganggu.
Masih belum percaya energi sekecil apapun dapat mempengaruhi tatanan energi yang luas?
Ketika kita melakukan ritual bau lolon, yang diyakini memiliki kekuatan Maha Dahsyat, satu tetes tuak yang kita tuangkan, cukup untuk menjangkau semua leluhur kita, generasi ke generasi. DENGAN HANYA SATU TETES!
Baca juga: Agama Koda : Gelekat Lewotana
Satu tetes ini adalah energi yang sama kuatnya, yang melindungi kita dari apapun yang kita sebut sebagai nu’un mayan. Energi ini, adalah juga sama seperti yang dimiliki oleh setangkai edelweis yang ada di gunung.
Bukan soal jumlah, tetapi energi yang dimiliki oleh benda inilah yang membangun tatanan energi, bukan energi yang menjaga gunung saja, tetapi semua warisan nilai budaya yang ada di Adonara. Nilai budaya yang hari ini yang kita anggap sebagai kuat kemuha lewo tanah Adonara.
Point nomor satu dan dua Daniel Ama Nuen menunjukkan bahwa ada pemahaman yang tidak tuntas terhadap sistem nilai yang dipercayai oleh masyarakat Adonara.
Sama seperti Daniel Ama Nuen, sebagian masyarakat Adonara juga percaya bahwa matanet di koda, moripet di koda. Bukankah koda pulo kirin lema-lah, yang menjadi penyebab seorang Adonara mengalami nuun mayan?
Bukankah kita percaya bahwa koda kirin lema-lah yang mengakibatkan seorang mengalami karma buruk, bahkan berakibat kematian? Dalam tatanan nilai masyarakat Adonara, seseorang yang meninggal selalu bukan karena sebab tunggal.
Berdasarkan pemikiran Daniel Ama Nuen ini, saya berani mengatakan bahwa Daniel Ama Nuen tidak tuntas dalam memahami nilai yang diyakininya sebagai orang Adonara.
Sama seperti Agama-agama import, yang datang dari luar Adonara, ada orang diberi otoritas tertentu untuk melakukan ritual. Dalam agama Katolik kita mengenal Pastor yang memimpin ekaristi misa. Ekaristi dalam misa diyakini sakral, dan hanya para pastorlah yang memimpin ekaristi.
Tua-tua adat dan dukun (ata mua dan atau ata molan), adalah pemilik otoritas untuk menjaga ritual-ritual dalam tatatan nilai menurut agama asli orang Adonara. Sebagai pemegang otoritas, kesimpulan mereka atas sebuah fenomena alam, adalah kesimpulan yang melibatkan wahyu dari ujud tertinggi yang kita yakini, yakni Rera Wulan Tanah Ekan.
Sebab jika tidak, mereka akan mendapat karma buruk karena mereka melalaikan kewajiban yang melekat sesuai dengan otoritasnya.
Semua kita juga paham bahwa fenomena alam yang terjadi bisa dijelaskan secara ilmiah, namun ketika yang ilmiah tidak bisa menjangkau fenomena alam, kita masih memiliki hal lain yang boleh kita sebut sebagai psikologi.
Baca juga: Agama Koda: Way Of Life Atadiken Adonara
Namun psikologi pun masih belum bisa menjawabi semua fenomena alam, sehingga kita butuh yang namanya spiritualitas yang tingkatannya jauh lebih tinggi untuk menjawab sebuah fenomena alam.
Apakah Daniel Ama Nuen menolak peran spiritualitas dalam upaya menjelaskan sebuah fenomena alam?
Turut berduka cita atas semua korban bencana di NTT, terutama di Lamaholot-Adonara dan Lembata
Sumber foto: Boby Lamanepa & Facebook
[…] Baca Juga: Menyanggah Pemikiran Melawan Takhyul_6 Daniel Ama Nuen […]
[…] Baca Juga: Menyanggah Pemikiran Melawan Takhyul_6 Daniel Ama Nuen […]
[…] Baca juga: Menyanggah Pemikiran Melawan Takhyul_6 Daniel Ama Nuen […]