Eposdigi.com – Melalui regulasi sebelumnya, pemerintah sebetulnya telah mengijinkan sekolah yang berada pada zona hijau dan kuning untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka.
Namun dalam kunjungan ke beberapa daerah, Nadiem Makarim menemukan proses belajar tatap muka belum dilakukan oleh daerah, meskipun telah berada di zona hijau atau kuning.
Padahal semakin lama proses belajar dari rumah terselenggara, semakin besar dampak negatif seperti ancaman putus sekolah, munculnya kendala tumbuh kembang, dan semakin banyak munculnya tekanan psikososial dan kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga.
Baca Juga :Digitalisasi Sekolah pada Tahun 2021, Bagaimana Kelanjutannya?
Kondisi inilah yang mendorong Menteri-menteri terkait mengeluarkan panduan bersama pada tanggal 20 November 2020, untuk mendorong pembelajaran tatap muka di sekolah, jika sekolah dan daerah tersebut telah memenuhi persyaratan.
Setelah panduan tersebut dikeluarkan, sekolah dan orang tua murid masih tampak hati-hati untuk mengambil keputusan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, karena orang tua masih menguatirkan keselamatan anaknya.
Artikel ini mencoba menyajikan data dari beberapa negara di dunia, diolah dari sebuah artikel yang dilansir oleh theconversation.com. Artikel tersebut terkait COVID-19 dan kelompok anak usia sekolah, dituntun oleh empat buah pertanyaan penting sebagai berikut:
Apakah anak-anak lebih rentan terinfeksi COVID-19?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita menggunakan data yang diambil dari hasil tes skala besar di tingkat komunitas, dan data yang berasal dari hasil pelacakan jejak dan kontak kasus berdasarkan pada informasi demografis.
Pertama, berdasarkan hasil tes skala besar pada dua negara berbeda yakni di Islandia dan di Vo, salah satu kota di bagian Italia Utara, sejak awal pandemi merebak.
Di Islandia pemerintah melakukan tes COVID-19 dengan sampel 6% dari populasi 22.279 penduduk. Mereka ini adalah orang yang merasakan gejala COVID-19 dan orang yang berasal dari daerah yang beresiko tinggi atau yang pernah berkontak langsung dengan pasien.
Dari 6% tersebut, 6,7% berusia 10 tahun, dites dan dinyatakan positif, dibandingkan 13,7% orang berusia di atas 10 tahun. Juga dilakukan screening secara acak. Hasil yang diperoleh dari proses tersebut adalah semua anak di bawah 10 tahun, negative COVID-19 dan 0,8% orang berusia 10 tahun atau lebih dinyatakan positif.
Baca Juga: Mengapa Sekolah Kita Perlu Kembali ke Fitrahnya?
Sedangkan di Vo, salah satu kota di Italia bagian Utara, setelah seorang penduduk meninggal akibat COVID-19, sekitar 86% (2.812) penduduk langsung melakukan tes COVID-19. Dari tes tersebut 217 anak berusia 10 tahun ke bawah dinyatakan negatif.
Sedangkan 1,2% dari 250 remaja usia 11-20 tahun dinyatakan positif dan 3% dari orang yang berusia 21 tahun atau lebih tua dinyatakan positif.
Kedua, berdasarkan pelacakan jejak dan kontak kasus yang berasal dari informasi demografis, sebuah penelitian di China menemukan bahwa kemungkinan untuk seorang anak tertular dari pasien positif yang tinggal serumah hanya 4%.
Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan orang dewasa yang memiliki kemungkinan tertular sebesar 17,1%
Data penelusuran dari Propinsi Hunan juga mengungkapkan hal serupa, yakni hanya 6,2% anak berusia 0-14 tahun yang berkontak dengan pasien, positif tertular. Sedangkan pada orang dewasa, kemungkinan tertular lebih tinggi, yakni sebesar 10,4% setelah kontak dengan pasien.
Dengan demikian, data tersebut membantu kita menjawab pertanyaan pertama. Jika dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak tidak rentan terinfeksi oleh virus COVID-19.
Apakah anak akan langsung jatuh sakit ketika terinfeksi COVID-19?
Selama ini, data klinis berbagai penyakit, jika terkait bayi dan anak, akan membuktikan bahwa mereka lebih rentan terinfkesi dan jatuh sakit dengan cepat setelah terinfeksi.
Namun untuk kondisi COVID-19 tergambarkan hal yang sebaliknya. Data dari Public Health England hingga 22 Mei 2020 hanya mencatat 1,6% kasus COVID-19 pada bayi, anak dan remaja usia 19 tahun, dan 23,4% dari populasi.
Data ini tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun laporan berbagai negara secara konsisten menunjukkan bahwa angka kasus Covid-19 pada anak memang lebih rendah dibandingkan pada orang dewasa.
Baca Juga :Nadiem Makarim ; Kepala Sekolah Akan Jadi Fondasi Perubahan Pendidikan
Theconversation.com menyajikan data dari China dan Inggris serta ulasan berbagai riset hingga 1 Mei 2020, menunjukkan bahwa penyakit akibat COVID-19 pada anak tidak parah, bahkan tidak menunjukkan gejala sama sekali.
88-97% kasus COVID-19 pada anak termasuk dalam kategori ringan dan sedang. Hanya sekitar 0-6%-2% anak penderita COVID-19 dirawat secara intensif dan terdapat 0,18% kasus COVID-19 anak dikaitkan dengan dampak yang fatal.
Para peneliti sedang mencari jawaban tentang mengapa kondisi ini terjadi terutama pada anak-anak, namun hingga kini belum ditemukan jawaban meski para peneliti telah mengajukan berbagai hipotesa.
Apakah anak-anak penderita COVID-19 dapat menyebarkan virus COVID-19 kepada orang yang berinteraksi dengan mereka?
Beberapa bukti yang dirilis oleh theconversation.com menggambarkan bahwa anak tidak berkontribusi banyak dalam penyebaran virus COVID-19. Kesimpulan ini berasal dari analisis mengenai 13 kluster transmisi rumah tangga yang menemukan bahwa hanya 3 kluster yang kasus pertamanya berasal dari seorang anak.
Selain itu, sebuah tinjauan sistematis yang membahas tentang anak-anak dan virus COVID-19 menyimpulkan bahwa walau anak-anak dapat menyebarkan virus namun kemungkinannya sangat kecil.
Di Belanda, dalam penelusuran lebih dari 700 kontak dari pasien dengan COVID-19 pada pasien berusia 18 tahun ke bawah tidak ada kontak yang dites positif. Namun pada pasien berusia 19 tahun atau lebih 9% dari kontak mereka dinyatakan positif.
Baca Juga: Apa Jadinya Jika Asesmen Nasional Dikomersialisasi Sekolah?
Apakah aman bagi anak-anak jika sekolah dibuka kembali?
Dari negara-negara di Eropa yang membuka sekolah kembali untuk pembelajaran tatap muka, seperti Denmark, Norwegia, Jerman, Prancis dan Belanda, tidak dilaporkan ledakan kasus baru setelah sekolah dibuka kembali.
Di Denmark, sejak sekolah dibuka kembali angka reproduksi virus sempat mengalami kenaikan dari 0,6% menjadi 1,0% namun mengalami penurunan kembali dalam waktu satu minggu kemudian.
Di Swedia, hingga 12 Mei 2020 tidak ada laporan penyebaran wabah virus corona di sekolah, padahal Swedia tidak menutup sekolah selama pandemi COVID-19.
Hal yang sama terjadi juga di New South Wales, sekolah pun tetap dibuka. Sebuah analisis terhadap 18 kasus yang terjadi di 15 sekolah, menunjukkan bahwa dari 735 orang anak yang melakukan kontak dekat dengan pasien positif, hanya ada dua orang (0,3%) yang tertular.
Dalam kasus ini, tidak ada satupun guru atau staf sekolah tersebut yang ikut terinfeksi, setelah melakukan kontak dekat dengan kedua anak yang terinfeksi tersebut.
Ini membuktikan bahwa resiko terjangkit virus COVID-19 jika sekolah dibuka kembali, masih kecil, apalagi diikuti dengan langkah pengendalian dan protokol kesehatan yang baik
Baca Juga: Krisis Multidimensi Karena Covid-19, Ujian bagi Ketahanan Keluarga dan Sekolah Kita
Memang kondisi di Indonesia berbeda, namun jika sekolah dapat menyediakan fasilitas penunjang seperti sarana sanitasi dan kebersihan yang memadai, kesediaan untuk mempraktekkan perilaku wajib seperti kesediaan mencuci tangan, menghindari kontak fisik, jaga jarak aman dan bersedia menggunakan masker, maka membuka kembali sekolah dapat dilakukan.
Langkah lain yang disarankan agar sekolah dapat dibuka kembali dan aman bagi murid adalah menerapkan sistem shifting. Murid diatur agar masuk secara bergantian per 50% untuk memungkinkan terciptanya jarak aman antar murid.
Jika langkah-langkah ini dapat dilakukan sekolah dan orang tua memberikan dukungan, maka para murid akan aman dari virus COVID-19 jika sekolah dibuka kembali.
Artikel ini sebelumnya tayang di depoedu.com dengan judul “Apakah Para Murid Akan Aman dari Penularan Virus Covid-19, Jika Sekolah Dibuka Kembali?”/ Foto : parenting.dream.co.id
[…] Ayo Baca Juga: Bagaimana Keamanan Murid dari COVID-19, Jika Sekolah Dibuka Kembali? […]