Seberapa Sulit Menemukan Potensi Ekonomi Desa Di Flores Timur?

Daerah
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Kenyataan bahwa BUMDes belum bisa menjadi motor penggerak ekonomi di desa-desa di Flores Timur harus diterima dengan lapang dada. Banyak alasan untuk memaklumi kenyataan ini.

Bahwa apapun tantangannya, jelas bahwa kita belum berhasil melangkah keluar dari situasi-situasi sulit tersebut.

Tulisan di media ini beberapa hari lalu jelas sudah menunjukan kepada kita bahwa dalam konteks Flores Timur, entitas usaha yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi banyak orang, seharusnya bisa tumbuh dan bertahan lama.

Alasannya jelas. Kita semua mengamininya. Bahwa modal sosial dan budaya yang ada di dalam masyarakat kita seharusnya bisa dikapitalisasi, yang akhirnya mampu membawa BUMDes sebagai usaha ekonomi produktif yang mensejahterakan warga desa.

Baca Juga:

Apakah Flores Timur Membutuhkan Koperasi Merah Putih?

Gelekat dan Gemohing adalah urat nadi yang menggerakan semua niat baik dan energi positif untuk kemajuan masyarakat Flores Timur.

Kenyataannya bahwa hingga saat ini, saya belum menemukan banyak cerita tentang suksesnya BUMDes di Flores Timur, yang tumbuh dan bertahan sebagai penggerak ekonomi di desa-desa di Flores Timur.

Saya masih merasa bahwa persoalan Sumber Daya Manusia seharusnya menjadi prioritas segenap pihak. Tidak hanya semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah, institusi keagamaan, terutama sekolah dan bahkan institusi keluarga pun harus mampu menerima tanggung jawab moril terkait ‘gagalnya’ BUMDes di Flores Timur.

Pada tulisan terakhir, beberapa hari lalu, sudah saya ungkapkan bahwa, menurut saya, entitas usaha entah itu BUMDes maupun Koperasi Merah Putih hanyalah alat yang mewadahi usaha-usaha ekonomi produktif di desa-desa.

Baca Juga:

SDM, BUMDes dan Tantangan Koperasi Merah Putih

Ini berarti bahwa entitas ekonominya jauh lebih penting jika dibandingkan dengan alat. Cara berpikirnya adalah bahwa, pertama; mempertanyakan potensi apa yang kita punya di desa. setelah itu kedua: agar potensi ini bisa dikelolah dengan baik, barangkali kita membutuhkan wadah yang juga bukan sembarang wadah.

BUMDes dan Koperasi Merah Putih (KMP) hanya alat, hanya wadah. Masih ada alternatif lain misalnya, Kelompok Usaha Bersama atau KUB, atau bahkan gemohing sebagai lembaga nonformal, atau  isa saja menjadi usaha-usaha perseorangan atau pribadi.

Kemudian, setelah kita menemukan potensi dan menyesuaikan diri dengan wadah, pola pikir ketiga adalah : siapa saja dan bagaimana agar potensi ekonomi yang sudah di dalam wadah tadi bisa berlangsung dengan baik, bertahan dan dapat memberi kontribusi bagi kemajuan Lewotanah.

Menggali potensi yang ada di desa-desa harus dilakukan secara serius saat ini juga. Sekaligus secara paralel kita juga secara serius mempersiapkan sumber daya manusia secara serius pula.

Baca Juga:

Mengapa Harus Koperasi Merah Putih?

Menempatkan orang-orang yang pas tentu juga bukan persoalan gampang. Sebab selain siapa, kita juga harus sudah selesai dengan jawaban dari pertanyaan bagaimana cara orang-orang yang kita percayakan ini bisa dan mampu kemudian tahu bagaimana caranya untuk menyelenggarakan wadah tadi menjadi sebuah entitas bisnis yang menguntungkan dan bertahan lama. 

Mengenali potensi di desa pasti juga sama sulitnya dengan menemukan SDM siap pakai di desa-desa. Karena itu keduanya harus menjadi dua uang logam yang kita gulirkan bersama. 

Dan saat ini rasanya hampir semua petunjuk tentang bagaimana kita menemukan potensi di desa, sudah bisa kita akses dengan lebih mudah di dalam dunia digital secara daring. 

Baca Juga:

SDM dan Menyemai Asa Sinergi BUMDes dengan Koperasi Merah Putih

Selain itu, kepekaan untuk menemukan potensi di daerah yang bernilai ekonomis harus dilatih terus menerus. Karena menemukan potensi di desa juga merupakan keterampilan – kepekaan – yang bisa dilatih.

Mainlah ke pasar tradisional terdekat dari desamu, kemudian identifikasi semua barang dan jasa yang datang dari luar kemudian merenunglah untuk mencari jawaban, bagaimana caranya agar barang dan jasa yang masih disediakan orang luar ini, bisa disediakan sendiri?

Dari pasar seharusnya bisa teridentifikasi dengan jelas potensi milik desa mana yang belum dioptimalkan untuk mendatangkan manfaat secara ekonomi.

Misalnya, jika sayur dijual oleh orang dari daerah lain, bagaimana caranya agar saya bisa menghasilkan sayuran dalam skala ekonomis agar bisa dijual di pasar tradisional terdekat.

Baca Juga:

Dana Desa, BUM Desa dan Gemohing

Jika melihat pedagang beras, berpikirlah bagaimana mencari alternatif sumber beras paling ekonomis tanpa mengabaikan kualitas dan kuantitas untuk mencukupi kebutuhan seluruh desa. 

Atau misalnya bagaimana caranya agar setiap musim mangga, hasil panen mangga yang begitu melimpah ini bisa menembus pasar bukan melalui menjual mentah melainkan diolah terlebih dahulu menjadi berbagai produk turunan.

Selain belajar melalui kepekaan melihat pasar, dibutuhkan juga keterampilan untuk menciptakan pasar bagi berbagai potensi ekonomi yang ada di desa-desa kita. 

Misalnya, jika di desa banyak kelapa, kenapa kita tidak menggeser minyak sawit dari pasar dengan cara memproduksi minyak kelapa kita sendiri? Jika kacang mede berpeluang mendatangkan keuntungan yang lebih besar, kenapa harus puas menjualnya dalam bentuk gelondongan?

Baca Juga:

Membaca Peluang Flores Timur, Pasca MOU Kemendes PDT – TNI – BGN

Saya sepakat dengan apa yang sering kita dengar dari ama Kamilus Tupen Jumat, mengenai “makan apa yang kita tanam – tanam apa yang kita makan”. ungkapan ini tidak sederhana.

Konsekuensinya adalah bahwa kita harus melepaskan ketergantungan kepada orang lain dengan mendorong kemandirian. 

Koperasi Merah Putih dan BUMDes harus mampu bersinergi untuk mendorong tumbuhnya berbagai potensi ekonomi di desa. Jika keduanya berada ditangan yang tepat maka, impian soal membangun ekonomi desa melalui KMP dan BUMDes bisa diwujudkan. tidak lagi menjadi impian yang utopis.

Foto dari postingan Ama Obbie di laman Facebook Suara Flotim

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of