Meragukan Deep Learning Pak Menteri

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Saya sebenarnya nggak terlalu kepo soal teori deep learning yang beredar sejak disampaikan Pak Menteri. Saya lebih baik menunggu daripada mendengar desas-desus.

Bagi sebagian orang mempelajari teori ini lebih awal berarti membuat konten lebih awal dan mendapat perhatian lebih banyak. Saya tidak mempelajari teori untuk tujuan secupet itu.

Tulisan ini juga nggak bakalan berisi penjelasan tentang deep learning. Alih-alih saya meragukannya malah. Karena rame sliwar-sliwer di medsos, saya akhirnya merasa perlu menggunakan kacamata skeptis saya untuk mencari tahu tentang deep learning. Iya lah, ilmuwan itu harus skeptis.

Saya tidak mencari deep learning dari medsos. Sebaiknya anda pun tidak. Carilah di buku atau artikel. Saya mencari beberapa buku di open library (ilegal jangan ditiru  ) dengan kata kunci deep learning dan deeper learning. 

Baca Juga : 

Rapor yang Bicara: Mengubah Tradisi Lewat Student-Led Conference

Kebanyakan yang muncul memang terkait IT daripada pendidikan. Dari beberapa buku yang saya baca kok saya tidak menemukan deep learning yang memuat 3 komponen mindful, meaningful dan joyful learning.

Tidak menemukan di open library saya cari di scopus (ini saya punya akun karena masih status mahasiswa  ). Dengan menggunakan kata kunci “deep Learning” 80% artikel berada pada subjek computer science dan engineering. Dari 478 ribu lebih artikel cuma sekitar 1.000-an yang subjeknya psikologi.

Dan dari pembacaan abstrak yang ada pada 10 urutan teratas saya tidak menemukan deep learning sebagai sebuah teori. Apalagi teori dengan 3 komponèn mindful, meaningful dan joyful learning.

Eh mungkin saya salah keyword ya. Saya coba lah keyword yang disarankan beberapa orang, “deeper learning”. Lah malah aneh. Cuma muncul sekitar 1.000 artikel. Itu pun setelah saya baca 10 abstrak artikel teratasnya juga tidak menyebutkan deeper learning sebagai teori dan kajian utama artikel.

Baca Juga : 

Long Term Memory, Stella Christie dan Lamanya Perjalanan Sebuah Ilmu Pengetahuan ke Indonesia

Kalau di open library nggak ada, di scopus juga nggak saya temukan, lah teori deep learning yang mengandung 3 full ini ada di mana? Masalahnya kalau teori ini terbukti baik dan ajeg kita nggak akan sulit menemukannya, kan.

Saya jadi curiga bahwa sebenarnya teori deep learning yang disampaikan Pak Menteri ini bukan teori formal dalam dunia pendidikan. Boleh dong sebagai akademisi saya skeptis, harus malah kan. 

Bandingkan misal dengan teori Computational Thinking (promo topik disertasi saya  ), teori APOS, yang kalau dicari di scopus nggak akan sulit. Artikelnya melimpah ruah dan disitasi banyak orang lainnya.

Saya jadi ragu kalau deep learning yang memuat 3 full ini jangan-jangan cuma teori gado-gado. Yah pokoknya yang sekilas nyerempet sama deep learning itu ada 3 gitu. Sebab kalau mau ditelusuri mindful learning dan meaningful learning itu teori yang lebih dulu ada. 

Baca Juga : 

Ini Strategi Atasi Bullying Menurut Menteri Pendidikan Nadiem Makarim

Mindful learning itu teori yang digagas oleh Langer di tahun 2000. Artikelnya sudah dikutip 300 kali. Lah ini sah dikatakan teori. Artikel teratas yang saya temukan semuanya menyebut mindful learning sebagai teori bukan sekedar istilah.

Komponen yang kedua malah gak usah diragukan lagi. Meaningful Learning itu sudah digagas David Ausebel sejak 1963. Wis nggak perlu diragukan lagi teori ini.

Lah yang aneh adalah komponen ful yang ketiga yaitu joyful learning.

Nyari joyful learning lebih susah. Di scopus kata kunci joyful learning cuma membuahkan 95 artikel. Tak ada satu pun yang menyebutkan joyful learning sebagai teori.

Baca Juga : 

Profesi Guru di Indonesia Tidak Memenuhi Persyaratan untuk Menjadi Profesi yang Profesional

Kalau dicari di google scolar ya joyful learning cuman ada di artikel penulis Indonesia yang nggak jelas kerangka teorinya. Ini mirip sama hypnotheaching yang dianggap teori. Padahal nggak jelas asal-usulnya bagaimana. Ya, emang cuman booming dan dianggap ilmiah di Indonesia. 

Saya membayangkan apa jadinya jika saya mengajukan joyful Learning dalam disertasi. Hahaha habis bukan karena dikritik tapi diketawakan.  Iya lah, hanya teori valid yang layak dikritik. Teori yang nggak jelas cukup diketawakan. 

Emang apa salahnya menggabungkan beberapa teori jadi satu? Banyak salahnya. Pertama setiap teori punya landasan filosofis tersendiri yang jika berbeda tidak mungkin digabungkan. Teori A ditambah teori B tidak serta merta menjadi teori A+B.

Belum lagi ngomongin kerangka teorinya yang sering kali sukar untuk dipertemukan. Kalaupun bisa dari 3 komponen ful yang diajukan Pak Menteri hanya 2 komponen yang bisa dianggap teori yang valid. Sedangkan joyful learning itu teori nggak jelas asal-usulnya.

Baca Juga : 

Integritas atau Gaji? Dilema Profesi Guru di Indonesia dalam Bayang-Bayang Pinjaman Online

Eh bisa jadi deep learning dengan 3 komponen ful yang digagas Pak Menteri itu teori baru dari beliau sendiri? Ya nggak gitu juga. Sekalipun profesor, membuat teori tidak bisa serta merta keluar dari mulut ketika jagongan, harus ada riset ilmiahnya. 

Emang teori harus ajeg ya? Jelas lah. Teori pembelajaran diferensiasi Tomlinson yang lumayan ajeg saja masih banyak disalahpahami dsn disalahterapkan. Apalagi teori yang nggak jelas asal usulnya. 

Woke, selow, santai. Beri Pak Menteri kesempatan untuk menjelaskan. Dan kita sebagai guru cukup menanti dengan pandangan harus skeptik. 

NB: Tulisan ini akan dihapus jika ada yang berhasil membuktikan teori deep learning dengan 3 ful-nya itu sebagai teori yang ajeg. 

Wis.

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari redaksi / Foto: binar.co.id
Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of