Desa Belajar : Lompatan Jauh Untuk Mendidik Mulai dari Desa

Sospol
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Belajar itu tidak melulu menjadi domain ruang-ruang kelas. Ada sekolah besar kehidupan yang harus dilakukan dan ditempuh setiap hari, sepanjang hidup. Karena harus dilalui setiap hari maka sekolah besar kehidupan ini harus dekat dengan pelaku belajar.

Barangkali proses belajar dari setiap gerak kehidupan yang dekat dengan kita ini, yang kita hidupi dan alami setiap saat, itulah yang boleh kita identifikasi sebagai pendidikan kontekstual. Belajar dari konteks peristiwa yang ada di dekat kita.

Ada satu tulisan di media ini, yang boleh kita kutip sebagai pengantar untuk tulisan ini, saya pikir akan sangat membantu kita di awal untuk memahami seberapa penting gagasan mengenai pendidikan kontekstual mulai dari desa.

Tulisan yang sama ini jugalah yang membuat saya memberi penekanan kembali bahwa program Lompatan Jauh di bidang pendidikan oleh pasangan Calon Bupati Flores Timur periode 2024 – 2029  Anton Doni Dihen – Ignas Boli Uran  (ADD –  IBU) harus dilihat sebagai gagasan yang patut untuk didukung. Gagasan Lompatan Jauh ini sesungguhnya menjadi inspirasi utama hadirnya tulisan ini.

Baca Juga:

Pendidikan Politik untuk Membangun Skala Politik Gagasan

Tentang pendidikan kontekstual di media ini, Boro Beda Darius, menulis demikian “Ide praksisnya adalah mengorganisir kelompok belajar sesuai kedekatan sesama siswa dari jenjang TK hingga jenjang SMA. Jika ada sarjana dalam lingkup kelompok belajar tersebut, maka perannya adalah sebagai fasilitator”

Kemudian, Lanjut Boro Beda Darius, “Tarolah jika di lingkungan terdekat ada kelompok pelajar dari berbagai jenjang maka anak TK hingga SD bisa dibantu oleh yang lebih besar, SMP atau SMA misalnya”.

Salah satu item gagasan Lompatan Jauh di Bidang Pendidikan pada poin nomor 13, menulis demikian;

“Jam Belajar Masyarakat dan Penghargaan Desa Belajar”

“Desa secara pemerintah perlu makin serius mengambil peran dalam kegiatan pendidikan. Karena itu perlu diatur : Jam pendidikan dan/atau jam membaca bersama, jam doa keluarga bersama, taman belajar bersama dan/atau kelompok belajar dan pilihan kompetensi bahasa asing tertentu. Sistem monitoring dan atau evaluasi perlu dibangun yang berujung pada penghargaan dalam bentuk ADD Afirmatif”

Baca Juga:

Boro Beda Darius : Pendidikan Kontekstual Berbasis Gemohing

Kita harus berani melihat bahwa, gagasan ini tidak hanya soal literasi baca tulis, menyelesaikan tugas mata pelajaran, pendalaman materi dan atau tugas sekolah lainnya. Aktivitas yang demikian ini hanyalah aktivitas minimal yang wajib diselenggarakan oleh komunitas-komunitas belajar di lingkungan terdekat kita. Bahasanya bisa di desa, di RT, Dusun atau apapun namanya.

Lokus hanya istilah, yang paling penting adalah pemberdayaan dan pendampingan agar tumbuh kelompok-kelompok belajar secara organik yang diinisiasi oleh komunitas-komunitas di tengah masyarakat.

Komunitas ini didampingi untuk menemukenali kebutuhan spesifik yang harus mereka belajar bersama. Selain pendalaman materi atau tugas-tugas spesifik dari sekolah, komunitas ini didampingi untuk juga menemukan kebutuhan-kebutuhan lain.

Katakanlah mempelajari softskill yang diidentifikasi sebagai kebutuhan mereka saat ini atau dimasa yang akan datang. Kemampuan komunikasi, keterampilan bertahan hidup, sistematika berpikir dan keterampilan public speaking, problem solving, bahasa asing termasuk tentu saja kearifan lokal.

Baca Juga:

Budaya Politik Baru Berkearifan Lamaholot

Yang paling menarik dari gagasan Lompatan jauh mengenai Desa Belajar ini adalah masuknya point: Sistem monitoring dan evaluasi perlu dibangun, yang berujung pada penghargaan dalam bentuk Anggaran Dana Desa (ADD) Afirmatif.

Pertama: Aktivitas desa belajar tentu saja menjadi aktifitas positif agar energy-energi anak-anak dapat tersalurkan pada kondisi yang tepat dan aktivitas yang tepat.

Saya penasaran bagaimana gagasan ini nantinya akan berdampak positif pada menurunya tingkat kenakalan remaja, berkurangnya screening time anak-anak, apalagi jika dikemas dalam kegiatan belajar yang menyenangkan, khas kebutuhan anak-anak sesuai kelompok pertumbuhan mereka,

Kedua: Penguatan positif bahwa kebutuhan psikologis manusia pada aktualisasi diri dapat ditemukan dalam program ini. Evaluasi dan penghargaan yang tepat akan mendorong komunitas pendidikan di desa terus berkompetisi yang sehat.

Baca Juga:

Melihat Masa Depan Flores Timur dari Laut

Komunitas pendidikan di desa harus melibatkan sebanyak mungkin orang. Para pelajar, orang tua, guru dan tenaga pendidik, tokoh masyarakat, tokoh adat dan agama, terlibat aktif secara sinergis dalam kegiatan pendidikan di desa.

Prestasi siswa diukur dalam kompetensi berjenjang dan konsisten dilakukan kemudian diberi penghargaan yang menjadi penguatan positif agar semua energy terdorong untuk terus belajar.

Ketiga: Karena menggunakan anggaran dana desa (ADD) afirmatif, maka inisiatif ini harus datang dan menjadi bagian dari desa, bukan proyek dari kabupaten. Artinya bahwa dari sisi APBD tidak ada beban anggaran baru yang dialokasikan, diluar Anggaran Dana Desa (ADD).

Apalagi jika ada insentif ekonomi yang bisa diintegrasikan di dalamnya. Misalnya Guru-guru di desa diberi insentif atas pendampingan dan keterlibatan mereka dalam komunitas Desa Belajar ini.

Baca Juga:

Pendidikan Politik, Tanggung Jawab Siapa?

Tentu saja mata Gagasan Lompatan Jauh ini bisa diintegrasikan dengan Gagasan poin 5 dan 6  tentang sistem evaluasi, pengakuan dan insentif kompetensi dan kinerja.

Gagasan ini harus berani dilihat sebagai kesempatan yang sangat baik untuk mendorong Lompatan Jauh kualitas pendidikan di Flores Timur, dimasa yang akan datang.

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of