Eposdigi.com – Dr. Adian Husaini, pada sebuah kesempatan menyampaikan perbandingan ini. Kata dia, titip motor di mall satu jam bayar Rp. 5000,00; kalau delapan jam bayar Rp. 40.000,00. Kalau 10 jam bayar Rp.50.000,00. Kalau satu bulan bayar Rp. 1.500.000,00. Selama dititip, motor tersebut hanya ditongkrongin, tidak diapa-apain.
Beliau lalu membandingkan dengan anak dititip oleh orang tua di sekolah. Setiap hari anak diajar, dididik, dilatih keterampilan, dibiasakan dengan kebaikan, orang tua diminta membayar Rp.1.500.000, katanya mahal.
Sepintas, dengan nalar yang sederhana sudah jelas nampak bahwa ada yang tidak masuk akal di sini meskipun selalu terjadi. Fenomena ini kan juga secara sederhana menggambarkan bahwa kita juga lebih rela membayar lebih mahal jasa tukang parkir daripada jasa guru.
Baca juga :
Dan pada kenyataannya pendapatan tukang parkir motor liar di sebuah pasar, lebih besar daripada gaji guru. Rata-rata dalam sehari seorang tukang parkir memarkir 200 motor. Per sepeda motor dibayar 2.000 rupiah. Setiap hari tukang parkir liar ini mendapat minimal Rp. 400.000,00. Dalam sebulan tukang parkir liar ini minimal bisa mengantongi Rp. 12.000.000,00
Ini sama dengan gaji guru senior di sekolah swasta terpandang atau gaji guru negeri golongan 3C. Padahal dibandingkan dengan tukang parkir liar, untuk dapat memberi pelayanan terbaik, guru memerlukan keahlian dan dituntut untuk terus menerus belajar.
Dengan menampilkan perbandingan ini, saya ingin para pembaca menyimpulkan bahwa telah terjadi ketidakadilan dalam hal ini. Dan saya yakin, ini bukan merupakan kesadaran yang baru, melainkan telah lama ada di kepala banyak orang termasuk kepala para penguasa negeri ini.
Baca juga :
Saya juga yakin kondisi ini sudah lama disadari oleh para penguasa negeri bahwa kondisi ini telah berdampak pada produktivitas, berdampak pada mutu kerja guru dan mutu pendidikan secara keseluruhan. Pertanyaannya kenapa fenomena ini dibiarkan?
Menurut saya, bukan karena masalah keterbatasan anggaran oleh karena itu, pemerintah memilih satu bidang yang menjadi prioritas pembangunan. Negeri yang kaya sumber daya alam seperti Indonesia, jika tidak dikorupsi oleh para pejabat Indonesia, tidak akan mengalami kesulitan anggaran.
Baca juga :
Oleh karena itu selain pemberantasan korupsi, salah satu jawabannya adalah karena belum ada kesadaran dan kemauan politik dari para penguasa untuk pembangunan manusia Indonesia. Karena jika sudah ada kemauan politik, maka anggaran pendidikan yang selama ini katanya terbatas itu, bisa dicari.
Seperti kita saksikan 10 tahun ini, ketika sudah ada kesadaran dan kemauan politik untuk membangun infrastruktur fisik, dalam keterbatasan anggaran, pembangunan infrastruktur dapat dilakukan dengan pinjaman luar negeri.
Jadi untuk pembangunan manusia dan otomatis perbaikan kesejahteraan guru hambatannya terutama bukan masalah keterbatasan anggaran, tetapi karena masalah korupsi dan belum munculnya kesadaran dan kemauan politik untuk pembangunan manusia.
Baca juga :
Mari kita dorong munculnya kesadaran dan kemauan politik tersebut dari presiden terpilih dan jajaran pemerintahan yang dibentuknya. Pembangunan manusia sangat mendesak untuk menyiapkan Indonesia memasuki periode Indonesia emas.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto: kompasiana.com
Leave a Reply