Eposdigi.com – “A bad system will beat a good person every time” (suatu sistem yang buruk akan menghancurkan orang yang baik, kapan saja). Ini adalah satu kutipan menarik dari William Edwards Deming, seorang business theorist Amerika yang berjasa dalam membangun kembali gairah bisnis Jepang setelah PD II.
1. Birokrasi sebagai sistem, baik pemerintahan maupun badan usaha, dalam konsep besar dirancang untuk menjaga kinerja lembaga agar tetap efektif dan efisien, taat pada azas-azas etika (responsibility, kejujuran, justice & fairness, dan humanity).
Aktor utama dalam sistem tersebut adalah manusia. Manusia kemudian mengembangkan berbagai jenis teknologi untuk meningkatkan kinerja sistem, mencegah dan/atau memangkas praktek-praktek fraud yang mengarah pada tindakan korupsi dalam birokrasi.
2. Walaupun demikian mengapa korupsi masih saja terus terjadi? Bukankah orang-orang yang ditunjuk sebagai pemimpin baru dalam suatu organisasi birokrasi sudah mengetahui, atau diberitahu tentang, penyakit korupsi dalam birokrasi? Bukankah sebagian dari mereka pernah menjadi aktivis anti-korupsi?
Baca Juga:
Menalar Motivasi Koruptor yang Mencalonkan Diri pada Pilkada
3. Tiga faktor penyebab korupsi dalam birokrasi
3.1. Sistem yang korup & Iblis yang tersembunyi. Dalam membaca laporan pelaksanaan program kerja dan pertanggungjawaban keuangan semuanya di permukaan, atau secara garis besar, nampak normal, tak ada masalah. Pembagian tugas dengan uraian kewenangan jelas, alur dan substansi pertanggungjawaban juga jelas. Internal audit ada. External inspektorat datang dan bekerja. Tetapi mengapa masih ada “doi” yang hilang dan tidak terdeteksi?
Ada ungkapan dalam Bahasa Jerman yang menarik: “der Teufel liegt im Detail“: iblis itu bersembunyi dalam hal-hal kecil dan detail karena itu tidak kasat mata bagi orang awam, orang luar, bahkan bagi sistem itu sendiri.
Di dalam birokrasi ada iblis-iblis yang berdandan suci, profesional dalam bidang keuangan dan perencanaan, sekaligus ahli dan berpengalaman dalam merekayasa, mengutak-atik angka-angka anggaran, sesuaikan sana sini, sedemikian rupa sehingga tidak nampak ada yang salah atau kurang. Jika ada pemeriksaaan, neraca selalu clear. Bukti-bukti otentik dan sulapan atas pengeluaran untuk belanja barang, misalnya, selalu ada dan lengkap, sulit dibedakan dengan kasat mata mana yang asli dan mana yang palsu.
Baca Juga:
Dan iblis-iblis kecil ini tetap hidup dari rezim yang satu ke rezim yang lain. Mereka tetap eksis karena mereka memegang kartu truf dosa setiap pejabat lintas dinas “yang mereka selamatkan” dari masa ke masa.
3.2. Pemimpin yang innocent dan mudah dimanipulasi sistem.
Orang baik, pemimpin yang cerdas, terampil, jujur dan berpengalaman, tetapi terlalu lugu dalam hal intrik-intrik korupsi di lingkungan birokrasi cenderung dirusak oleh sistem itu sendiri.
Pemimpin jenis ini cenderung percaya kepada sistem dan kepada bawahan, tetapi tidak memiliki kemampuan, keberanian dan ketegasan untuk mengontrol, menegur dan menindak (menghukum).
Persoalan ini menjadi lebih rumit ketika ia tanpa sadar sudah dijerumuskan masuk jauh ke dalam pusaran berbagai jejaring praktek korupsi dalam birokrasi.
Ia selama ini menandatangani semua dokumen tanpa baca dan bertanya dan melakukan uji silang alias verifikasi, menerima honorarium dari kegiatan atau proyek ini dan itu tanpa menolak dan tanpa bertanya dasar hukum berbagai services yang ia nikmati yang sesungguhnya merupakan aksi kick-back dari para koruptor.
Baca Juga:
Maka ketika ia hendak memberantas korupsi, membenahi sistem, dan menegur hingga memberhentikan oknum-oknum yang korup, ia akan di-fait accompli dengan fakta-fakta bahwa ia sendiri sudah menjadi bagian dari sistem yang korup itu dan ikut menikmati hasil korupsi kolektif.
3.3. Pemimpin yang sudah bermental korup. Ada pimpinan lembaga yang sebelum berkuasa pun sudah sangat paham tentang hak dan kewajibannya sebagai pemimpin, tentang bagaimana „bermain anggaran“.
Ia paham ada anggaran untuk perjalanan dinas, anggaran sosial untuk melayani keluh-kesah masyarakat, anggaran untuk service tamu, dan sebagainya. Dan untuk itu ia (bekerja sama dengan bagian internal) merekayasa berbagai kegiatan dan perjalanan dinas, kunjungan tamu dll agar dana yang sudah dialokasikan bisa dicairkan untuk kepentingannya.
Ia juga paham bahwa dari semua proyek pembangunan ia bisa „menyunat“ beberapa persen anggaran proyek sebagai „hak“ otoritatif, yang nilai pertanggungjawabannya dipecah-pecah lalu disusupkan ke dalam berbagai pos mata anggaran. Dalam laporan keuangan tidak akan nampak ada dana yang disunat untuk kepentingan pejabat.
Baca Juga:
Jika pada kasus pertama William Edwards Deming berkata bahwa „a bad system will beat a good person every time” maka dalam kasus ini saya mengatakan bahwa: “every bad person will beat the whole system once for all”. Dan seluruh system mengalami systematic decaying process from within (pembusukan sistematis dari dalam birokrasi itu sendiri) hingga runtuh.
Tetapi jangan kaget jika suatu saat tanpa sengaja kau menjumpai jenis pemimpin dengan prestasi korupsi brutal seperti ini masih berdoa khusuk di dalam gereja atau masjid, sebagai orang saleh, bukan orang salah.
Yogyakarta 12 Juni 2024. /Foto Ilustrasi dari eksepsionline.com
Leave a Reply