Indonesia Memerlukan Wirausahawan untuk Mencapai Target Menjadi Negara Maju. Praktik Pendidikan Perlu Ditinjau Ulang

Bisnis
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Tahun 2045 Indonesia ditargetkan menjadi negara maju di mana warganya memperoleh pendapatan tinggi. Ketika itu Indonesia menurut Bank Dunia, harus telah memiliki penghasilan sebesar US$ 11,906 perkapita. 

Untuk mencapai target ini, pemerintah hendak mendorong hilirisasi sumber daya alam atau proses industrialisasi, untuk memberi nilai tambah pada sumber daya alam yang secara melimpah dimiliki oleh bangsa Indonesia. 

Pesoalannya siapa yang menjadi pelaku hilirisasi? Apakah negara? Atau swasta? Ini memerlukan tidak hanya pekerja melainkan juga wirausahawan dalam jumlah yang memadai. Saat ini rasio penduduk Indonesia yang menjadi wirausaha baru mencapai 3,47 persen dari 281.64 juta jiwa penduduk Indonesia. 

Jumlah wirausaha ini masih sangat jauh dari kebutuhan. Penduduk Singapura 5 juta jiwa, 8 persen dari jumlah tersebut menjadi wirausaha. Maka nampaknya untuk menjadi negara maju, Indonesia memerlukan upaya mendorong warga negara untuk menjadi wirausaha. 

Baca Juga:

Tujuh Skills Yang Dibutuhkan Dunia Usaha, Sekolah Wajib Kembangkan

Persoalannya, bagaimana memulainya? Menurut hemat saya, upaya mendorong warga negara menjadi menjadi wirausaha paling strategis dimulai dari lembaga pendidikan yang hingga kini dibiarkan menjadi sarana yang dominan untuk menyiapkan karyawan. 

Harusnya pendidikan dibiarkan netral antara menyiapkan wirausaha dan menyiapkan karyawan dan bukan dominan ke salah satu orientasi seperti sekarang. Oleh karena itu, apa yang harus dikerjakan agar lembaga pendidikan dapat memiliki orientasi yang sama bagi keduanya? 

Belajar dari riwayat Bill Gates

Bill Gates adalah alumni dari Lakeside School. Ini adalah sebuah sekolah elit di Seattle yang seluruh muridnya adalah laki-laki. Selama sekolah di SMP dan berlanjut hingga ke SMA, para guru menuntun semua murid untuk menemukan minat dan bakat mereka. 

Baca juga : 

Sepuluh Skill yang Berguna di Pasar Dunia

Proses ini dimulai sejak di SMP. Proses yang dilakukan setelah itu adalah semua anak difasilitasi untuk menemukan cara untuk mengembangkan minat dan bakat tersebut. Termasuk bidang apa yang perlu mereka pelajari untuk mengembangkan minat dan bakat tersebut. 

Dari proses tersebut akhirnya Bill Gates menemukan titik terang bahwa minat dan bakatnya adalah terkait teknologi komputer. Saat itu komputer merupakan barang mahal, oleh karena itu sekolah hanya menyediakan satu unit komputer untuk memfasilitasi anak-anak belajar.

Karena jumlah anak yang meminati dan berbakat di bidang komputer cukup banyak, sekolah mengumpulkan uang untuk membeli teletype untuk menghubungkan Bill Gates dan teman-temanya melalui saluran telepon dengan komputer time-sharing-nya General Electric untuk memfasilitasi anak-anak belajar komputer.

Selain itu, sekolah memberi izin pada anak-anak untuk mengutak-atik komputer yang disediakan setelah selesai pelajaran. Ia bersama banyak teman, termasuk Paul Allen,  (kemudian bersama-sama mendirikan Microsoft),  membaca buku manual komputer, berusaha memahami bahasa pemrograman dan membuat pemrograman sederhana.

Baca Juga:

Korelasi Indeks Prestasi dan Kesiapan Kerja

Proses ini berlanjut hingga mereka memasuki SMA dan membuat Bill Gates dan Paul Allen yang kemudian bersama-sama mendirikan Microsoft, menjadi orang terkaya hingga kini. 

Jadi Lakeside School tidak hanya mengurusi bagaimana para murid menguasai ilmu pengetahuan tetapi juga membantu murid menemukan bakat dan minat mereka, Seperti pengalaman Bill Gates, setelah minat dan bakat ditemukan mereka bahkan berproses sendiri belajar untuk menemukan pengetahuan untuk mengembangkan bakat mereka. 

Apa yang Kita Pelajari dari Sini?

Iklim pendidikan seperti ini yang belum ada di sekolah-sekolah kita. Saat ini sekolah berarti pengajaran. Sekolah seperti tidak peduli dengan minat dan bakat anak. Anak bahkan harus menyesuaikan minatnya dengan pengajaran yang disediakan sekolah. 

Baca juga : 

Mengapa Harus Kuliah?

Ini adalah iklim yang buruk untuk mendidik anak, baik dikaitkan dengan orientasi sekolah menyiapkan karyawan maupun menyiapkan wirausahawan. Harusnya pengajaran dan aktivitas lain di sekolah disesuaikan dengan minat dan bakat anak. 

Oleh karena itu, upaya mengenal minat dan bakat anak menjadi proses yang maha penting yang perlu dilakukan oleh sekolah selain proses belajar mengajar. Tanpa proses tersebut, bahkan memaksa anak untuk menyesuaikan minat dan bakatnya dengan proses pendidikan dan pengajaran merupakan upaya merusak anak. 

Oleh karena itu, menurut hemat saya, orientasi sekolah harus netral. Artinya, sekolah menyediakan proses untuk membantu anak menemukan minat dan bakatnya dan memfasilitasi anak untuk mengembangkan bakat dan minat tersebut.

Jika ada anak yang berbakat menjadi wirausaha, sekolah ditantang untuk mengembangkan bakat tersebut sehingga berkembang. Anak lain yang berbakat menjadi karyawan juga difasilitasi sehingga siap menjadi karyawan. Caranya, memerlukan telaah tersendiri melalui tulisan lain.

Paling tidak iklim buruk lembaga pendidikan ini harus diubah terlebih dahulu. Lembaga pendidikan memang salah satu sarana yang strategis menjadi sarana untuk mendidik wirausahawan, namun banyak praktik pendidikan harus diubah terlebih dahulu. 

Baca Juga:

Dana Desa, BUM Desa dan Gemohing

Tanpa perubahan tersebut, bukan hanya kita tidak melahirkan wirausahawan melalui lembaga pendidikan kita, melainkan juga mimpi menjadi negara maju menjadi mimpi yang sulit terwujud, karena memerlukan kehadiran wirausahawan dalam jumlah yang memadai.

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto: kompas.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of