Eposdigi.com – Keluarga merupakan unit terkecil dan paling dasar dalam struktur sosial di masyarakat di lapisan dunia manapun. Keluarga memiliki peran penting dalam pertumbuhan setiap individu, terutama anak.
Kondisi keluarga yang harmonis akan memberikan dampak positif, pun sebaliknya kondisi keluarga yang tidak baik akan berdampak negatif pada perkembangan anak.
Dikutip dari dosenpsikologi.com -Erick Erickson menyatakan bahwa delapan tahapan perkembangan psikologis seseorang bergantung pada pengalaman yang diperolehnya dalam keluarga.
Dengan demikian, kualitas perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga di mana mereka dibesarkan.
Dalam konteks ini, pentingnya kondisi keluarga yang positif sangatlah menentukan karena memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan anak. Anak adalah individu yang masih dalam tahap pembelajaran dan pertumbuhan fisik, emosional, dan sosial.
Baca Juga:
Toxic Masculinity Tumbuh Subur Pada Lingkungan Keluarga Seperti Ini
Mereka biasanya bergantung pada orang dewasa, terutama orang tua, untuk perawatan, bimbingan, dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan mereka, baik fisik maupun psikologis. Di tengah-tengah gejolak perubahan fisik, emosional, dan psikologis, keluarga memainkan peran yang sangat penting sebagai sumber dukungan dan stabilitas.
Kondisi keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, dan komunikatif akan memberikan landasan yang kokoh bagi anak untuk menjelajahi dunia luar dengan penuh percaya diri dan kemandirian yang sehat.
Sebaliknya, keluarga yang tidak menyediakan lingkungan yang aman dan mendukung dapat berdampak negatif pada perkembangan remaja. Konflik keluarga, kurangnya komunikasi, dan ketidakstabilan emosional dapat menciptakan ketidakpastian dan kecemasan yang menghambat proses pertumbuhan anak.
Hal ini sejalan dengan teori Erick Erickson tentang delapan tahapan perkembangan psikologis, dimana pengalaman atau tindakan yang terjadi dalam keluarga memiliki pengaruh yang besar terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Anak yang tumbuh di tengah-tengah keluarga yang penuh konflik atau di lingkungan di mana orang tua mereka bermasalah seringkali dihadapkan pada tantangan yang besar.
Baca Juga:
Situasi ini tidak hanya mempengaruhi kestabilan keluarga, tetapi juga dapat memberi dampak yang signifikan pada kesejahteraan psikologis dan emosional anak-anak tersebut.
Ketika ketidakharmonisan menghiasi hubungan orang tua, atau ketika perceraian menjadi kenyataan, tidak jarang anak-anak menjadi korban dalam perjalanan menuju apa yang sering disebut sebagai “broken home.”
Broken home adalah situasi di mana sebuah keluarga mengalami pecahnya hubungan antara pasangan suami dan istri, biasanya berujung pada perceraian atau perpisahan. Akibatnya, salah satu atau kedua orang tua tidak lagi tinggal bersama anak-anak mereka.
Dikutip dari alodokter.com, ada beberapa dampak serius yang kemungkinan dialami oleh anak broken home, diantaranya:
Tantangan Emosional
Perpisahan orang tua menjadi pukulan berat bagi kesejahteraan emosional anak. Anak-anak mungkin merasakan kehilangan yang mendalam, disertai dengan perasaan sedih, kebingungan, ketakutan, dan marah yang rumit.
Baca Juga:
Anak dengan Penguasaan 4 Keterampilan Hidup Ini, Akan Sukses di Masa Depan
Ketidakpastian mengenai tempat tinggal dan hilangnya ikatan dengan salah satu atau kedua orang tua bisa menimbulkan rasa tidak dicintai atau bahkan menyalahkan diri atas perpisahan tersebut.
Gangguan Perilaku
Beberapa anak dari keluarga yang bercerai mungkin mengalami fluktuasi suasana hati atau gangguan perilaku lainnya. Ada yang cenderung menghindari interaksi sosial, menarik diri dari pergaulan, dan merasa kurang percaya diri.
Perceraian juga bisa memicu perilaku antisosial, termasuk perilaku nakal, agresif, kecenderungan untuk berbohong, bahkan kekerasan terhadap teman sebaya.
Tantangan Mental
Selain dari jarak emosional yang terbentang antara orang tua dan anak, berbagai perubahan seperti pindah rumah atau sekolah dapat menambah tingkat stres bagi anak. Anak-anak dari keluarga yang bercerai juga lebih rentan mengalami depresi dan kecemasan.
Jika tidak dikelola dengan baik, ini bisa meningkatkan risiko gangguan kepribadian, penyalahgunaan zat, bahkan percobaan bunuh diri.
Selain itu, anak-anak dari keluarga broken home berisiko mengalami sindrom kecemasan berpisah, di mana mereka mengalami rasa takut dan kecemasan yang berlebihan kehilangan figur penting dalam hidup mereka, seperti ayah dan ibu.
Baca Juga:
Tiga Faktor Ini Menyebabkan Remaja Indonesia Mengalami Darurat Kesehatan Jiwa
Kekhawatiran ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari anak, membuat mereka menjadi rewel, gelisah, bahkan menolak untuk pergi sekolah atau berinteraksi dengan teman-teman mereka.
Tantangan Keuangan dan Pendidikan
Anak-anak dari keluarga yang bercerai sering kali menghadapi ketidakstabilan keuangan dan kesulitan dalam pencapaian pendidikan dibandingkan dengan rekan-rekan sebaya yang berasal dari keluarga yang lengkap.
Editor : Maria Bulu Doni / Foto ilustrasi dari : intisari.grid.id
Leave a Reply