Eposdigi.com – Awal bulan November yang lalu, saya ikut mengutip keterangan tertulis dr. Camelia Malik tentang kondisi kesehatan remaja yang menurutnya sedang dalam kondisi darurat. Menurut dokter kesehatan jiwa ini, kondisi ini merupakan sebuah paradoks karena harusnya remaja, baik secara fisik dan mental mulai memasuki puncak pertumbuhan.
Namun data menunjukkan kondisi yang sebaliknya. Dalam data tertulis yang ia rilis tersebut dr. Camelia Malik menulis, kini angka kesakitan remaja baik mental maupun fisik meningkat hingga 200 persen, meskipun remaja terlihat sehat.
Data lain yang dirilis oleh Kementrian Kesehatan RI menggambarkan, 1 dari 10 orang di Indonesia mengalami gangguan jiwa. Kompas.com kemudian melansir, 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental dan 12 juta dari antaranya mengalami depresi.
Bahkan belakangan kasus depresi yang berujung pada tindakan bunuh diri di kalangan remaja meningkat. Dari dua kasus bunuh diri terakhir, depresi mahasiswa Sospol Universitas Widya Mandira dan mahasiswa Kedokteran Hewan Universitas Airlangga bahkan “tidak terpantau” oleh dosen di kampus mereka.
Data ini seharusnya membuat issue kesehatan mental urgen ditangani terutama karena kesehatan jiwa berdampak pada kesehatan fisik. Selain itu, kesehatan mental mempengaruhi tingkat produktivitas dan kualitas hidup seseorang, bahkan pencapaian generasi berikutnya.
Namun untuk dapat menangani masalah kesehatan mental tersebut, perlu terlebih dahulu memahami faktor penyebab munculnya masalah kesehatan mental dalam masyarakat kita. Para pakar mengelompokkan faktor tersebut sebagai berikut:
- Stigma bahwa memiliki masalah itu aib
Dalam masyarakat kita, memiliki masalah dianggap sebagai aib. Oleh karena itu semua orang menyembunyikan masalahnya bagi orang lain. Padahal, ada banyak masalah dalam hidup kita yang penyelesaiannya perlu melibatkan orang lain.
Baca juga :
Isu Kesehatan Mental Menjadi Isu Penting Untuk Mewujudkan Cita-Cita Indonesia 2045
Jika masalah tersebut tidak ditangani akan menyebabkan stress. Jika stress tidak ditangani akan menyebabkan depresi. Jika depresi tidak ditangani akan menjadi sumber gangguan kesehatan mental. Memiliki masalah saja aib, apalagi memiliki masalah kesehatan mental.
Inilah salah satu sumber gangguan kesehatan mental yang perlu segera menjadi perhatian pendidik. Harus ada gerakan untuk memperbaiki cara pandang ini. Harusnya memiliki masalah adalah hal yang lumrah karena semua orang memiliki masalah dan kita perlu orang lain dalam menyelesaikan masalah kita.
- Buruknya pola komunikasi kita
Komunikasi dengan orang lain, selalu menyangkut isi pesan dan cara menyampaikan pesan. Komunikasi juga menyangkut pengungkapan diri; pikiran dan perasaan pada orang lain, pada saat yang sama juga ada aspek menanggapi ungkapan pikiran dan perasaan orang lain.
Seringkali orang dewasa hanya memperdulikan isi pesannya dan tidak memperdulikan bagaimana pesan tersampaikan. Seringkali juga kita hanya fokus pada apa yang kita ungkap dan tidak peduli pada ungkapan lawan komunikasi. Kita tidak mendengarkan apa yang disampaikan oleh lawan komunikasi kita.
Oleh karena itu, dalam komunikasi dengan remaja, tidak terjadi perjumpaan pada tingkat hati. Remaja kemudian tidak merasa aman untuk mengungkap dirinya, karena tidak merasa diterima apa adanya.
Lebih dari itu, pola komunikasi kita bahkan menekan, menyudutkan remaja, membuat remaja merasa minder, membuat orang tua dan guru tidak dapat menjadi pendidik yang efektif bahkan menjebak remaja pada masalah kesehatan mental.
Baca juga :
Inilah yang membuat remaja seringkali tidak membuka diri dalam komunikasi dengan orang tua atau guru mereka. Inilah yang membuat dua mahasiswa yang bunuh diri yang kita bicarakan di awal tulisan, tidak dikenali sebagai mahasiswa bermasalah oleh dosen mereka.
- Fungsi pendampingan di lembaga pendidikan tidak berjalan
Dua faktor yang dibahas sebelumnya, yakni stigma terkait memiliki masalah dan buruknya pola komunikasi antar pribadi dalam interaksi kita, membuat fungsi pendampingan di lembaga pendidikan; keluarga dan sekolah terhadap remaja tidak berjalan.
Itulah yang menyebabkan self diagnosis sangat umum terjadi di kalangan remaja. Mereka mencari informasi sendiri untuk memahami perubahan yang terjadi, termasuk mencari informasi untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
Namun seringkali terjadi, karena informasi yang digunakan untuk melakukan diagnosa dan memecahkan masalah tidak berasal dari sumber yang kredibel sehingga dapat terjadi kesalahan diagnosa, kondisi mereka tidak mendapat penanganan yang baik, bahkan dapat berakibat fatal.
Oleh karena itu, perlu ada perbaikan pada lembaga-lembaga pendidikan untuk memastikan fungsi pendampingan dapat berjalan. Dalam pertumbuhan, remaja membutuhkan pendampingan agar mereka dapat bertumbuh secara sehat, agar terhindar dari gangguan kesehatan mental.
Itulah tiga penyebab anak dan remaja kita mengalami darurat kesehatan mental. Perlu kerja keras untuk memperbaiki kondisi ini, karena kesehatan mental tidak hanya mempengaruhi produktivitas melainkan juga menentukan kualitas hidup seseorang.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com / Foto: detik.com
Leave a Reply