Musim Kampanye Politik dan Fans Garis Keras Para Artis

Sospol
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Hari-hari ini, kita sudah memasuki musim kampanye untuk pemilu tahun 2024 mendatang. Tidak hanya memilih eksekutif tertinggi, presiden kepala negara dan kepala pemerintahan di tingkat nasional, pemilu serentak kali ini juga untuk memilih eksekutif di kabupaten hingga provinsi.

Selain itu, kita juga akan memilih legislator-legislator. Legislator ini, mulai dari DPR di Tingkat Kabupaten/Kota, Tingkat Provinsi, hingga di tingkat nasional, baik untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -Ri maupun untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) – RI.

Bahkan sebelum musim kampanye, lalu lintas media social kita sudah penuh dengan berbagai alat peraga. Semua berlomba menyajikan dirinya kehadapan para konstituen dengan cara yang beragam. Pada akhirnya, semua berharap menang. Terpilih menduduki jabatan mulia.

Konten-konten berisi kampanye para calon mengisi sebagian besar laman media social kita. Tentu, ada yang sengaja membuat konten tersebut kemudian membagikannya. Ada yang membagikan konten orang lain sebagai pekerja profesional.

Baca Juga:

Hak Istimewa Para Politisi

Ada juga orang membagikan konten bermuatan politik sebagai simpatisan. Dan banyak lainnya mengidentifikasi diri sebagai kader partai, pendukung utama calon tertentu.

Pertanyaannya adalah ada hubungan apa antara pendukung calon dengan fans garis keras artis?

Sebuah studi di Hungaria yang diterbitkan oleh BMC Psychologi mengungkapkan fenomena menarik terkai fans garis keras atau pemuja artis-artis tertentu.

Penelitian di Hungaria ini, seperti dikutip cnnindonesia.com (23/11/2023) menggunakan banyak variable. Dan ternyata variable-variabel itu mengarah pada sebuah  kesimpulan yang sama.

Dalam tulisan beberapa waktu lalu di media in tentang kampanye politik, saya mengungkapkan perbedaan antara politik gagasan dengan politik lain.

Para politisi yang mengedepankan politik gagasan maka maka komunikasi politiknya kepada para konstituen adalah dengan mengenalkan gagasan-gagasan pembangunan.

Baca Juga:

Kenapa Caleg Harus Melangkah di Jalan Politik Gagasan?

Sebaliknya, politisi yang lain akan sibuk memperkenalkan dirinya. Harapannya dengan mengenal politisi tersebut, para konstituen akan tertarik kemudian memilihnya.

Politik gagasan tidak serta merta mengharapkan output dari kampanye politik yang sedang dilakukannya. Output berupa berapa suara yang bisa dikumpulkannya agar lolos kontestasi pemilu, entah sebagai anggota DPR, ataupun Bupati, Gubernur bahkan Presiden.

Demi output ini, kemudian lembaga-lembaga survey memanen banyak rejeki, mengupayakan survey yang konon katanya ilmiah dan objektif demi membuktikan kira-kira siapa yang akan mendapatkan output / suara terbanyak.

Sementara politisi yang benar-benar mendukung gagasan, tidak terlalu peduli pada output. Fokus utama kampanyenya adalah pada outcome dari jalan politik yang dijalaninya. Politik gagasan fokus pada perubahan-perubahan baik apa saja yang sedang dan akan diupayakannya demi pembangunan jiwa dan raga masyarakat. Perubahan kearah yang lebih baik.

Baca Juga:

Budaya Politik Baru Berkearifan Lamaholot

Sayangnya, tidak hanya para artis yang memiliki fans garis keras, para politisi kita pun ternyata banyak memiliki pendukung fanatic. Berharap banyak bahwa pendukung fanatik ini bukan memberikan fanatismenya pada figur politis semata.

Demokrasi kita akan sehat jika semakin banyak dan sebarannya semakin merata ke seluruh pelosok tanah air banyak fans garis keras atau pendukung fanatic pada gagasan-gagasan pembangunan.

Mereka mengesampingkan siapa figur politisi. Fokus mereka pada gagasan yang para politisi ini perjuangkan.

Penelitian dari Hungaria tadi menyimpulkan bahwa fans garis keras para artis ternama ternyata memiliki korelasi positif terhadap tingkat kecerdasan. Dalam arti bahwa para fans garis keras ini terbukti memiliki tingkat kecerdasan kognitif yang rendah.

Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa fanatisme pada sosok artis idola ini tidak dapat dijelaskan secara baik dengan penalaran berdasarkan data-data prestasi artis idolanya.

Baca Juga:

Budaya Politik dan Politik Berbudaya

“Sebuah studi Hungaria yang diterbitkan di BMC Psychology, menemukan ‘hubungan langsung antara pemuja selebriti dan kinerja yang lebih buruk pada tes kognitif.;” tulis cnnindonesia.com.

Bagaimana dengan pendukung fanatic figur politisi tertentu? Apakah hasil penelitian ini juga mewakilkan mereka pada kesimpulan yang sama?

Foto dari cxomedia.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of