Eposdigi.com – Bulan November 2022, dunia mulai diperkenalkan dengan teknologi kecerdasan buatan oleh OpenAI yang didukung oleh Microsoft Chatbot GenAI bernama ChatGPT. ChatGPT adalah aplikasi dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Dalam waktu sekejap aplikasi ini digunakan oleh ratusan juta pengguna.
Perkembangan ini mendorong munculnya pesaing baru seperti Bard yang diluncurkan oleh Google. Dengan ChatGPT dan Bard, proses penulisan esai dan perhitungan Matematika yang rumit dapat selesai dalam beberapa detik kemudian, hanya dengan beberapa baris instruksi.
Kemudahan ini membuat banyak pihak mengkhawatirkan hilangnya pembentukan logika dan proses berpikir yang merupakan bagian dari proses belajar dan kerja alamiah otak manusia. Menurut mereka kehadiran ChatGPT dan Bard, akan berdampak buruk terhadap proses belajar mengajar di sekolah.
Baca juga :
Di sisi lain, seperti dikeluhkan oleh Stefania Gianini dari UNESCO, lembaga pendidikan hampir di seluruh dunia, kesulitan menyelaraskan transformasi sistem pendidikan dengan kecepatan perubahan dalam kemajuan teknologi yang dipicu oleh teknologi kecerdasan buatan ini.
Gianini juga mengatakan bahwa hingga kini, dalam banyak kasus, banyak pemerintah dan banyak sekolah belum mengadopsi bahkan belum berusaha mengenal teknologi ini. Banyak ahli teknologi terkemukapun tidak mengklaim memahami teknologi ini.
Oleh karena itu, UNESCO pada 7 September 2023 yang lalu menerbitkan panduan pertamanya mengenai penggunaan kecerdasan buatan seperti ChatGPT dan Bard dalam pendidikan. Dalam panduan 64 halaman tersebut, UNESCO menekankan berbagai hal untuk mencegah dampak buruk kecerdasan buatan dalam pendidikan.
Pertama, UNESCO menyerukan penyedia teknologi kecerdasan buatan seperti ChatGPT dan Bard bertanggung jawab untuk memastikan kepatuhan terhadap nilai-nilai inti dan tujuan yang sah, menghormati kekayaan intelektual dan menjunjung praktik etis di bidang pendidikan.
Baca juga :
Pesan Penting Sam Altman, Penemu ChatGPT, kepada Guru Indonesia
Kedua, UNESCO mengingatkan agar penggunaan ChatGPT tidak menghalagi proses belajar untuk pengembangan kemampuan kognitif dan keterampilan sosial melalui pengamatan, ekperimen, diskusi, proses pembentukan penalaran logis dan independen.
Ketiga, menyediakan cara untuk mencegah penyebaran disinformasi dan ujaran kebencian oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, yang berpotensi untuk menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.
Keempat, UNESCO menekankan kepada pemeritah tentang perlunya kurikulum kecerdasan buatan yang disahkan oleh pemerintah untuk sekolah, terutama untuk pendidikan teknik dan pendidikan vokasional.
Baca juga :
Apa Yang Harus Dilakukan Agar Mahasiswa Tidak Menyontek Artificial Intelligence?
Kelima, UNESCO menghimbau agar badan pemeritah segera menyusun aturan untuk mengatur penggunaan teknologi kecerdasan buatan ini termasuk dalam hal perlindungan privasi data dan menetapkan batas usia bagi pengguna aplikasi ini.
Lima butir isi dokumen UNESCO ini merupakan langkah maju yang dapat digunakan menjadi panduan oleh pemerintah untuk menyusun aturan guna memandu proses tranformasi sistem pendidikan di berbagai negara termasuk di Indonesia.
Kini baru pemerintah China yang sudah merumuskan aturan tentang penggunaan teknologi kecerdasan buatan. Sedangkan Uni Eropa sedang menyusun aturan tersebut yang diperkirakan selesai akhir tahun 2023.
Di Indonesia, inisiatif untuk menyusun etika pedoman penggunaan kecerdasan buatan dalam berbagai bidang termasuk dalam bidang pendidikan sudah selesai dilakukan oleh Fakultas Filsafat UGM bersama perwakilan UNESCO di Indonesia.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com / Foto: entrepreneur.com
Leave a Reply