Melihat Pusaka Tinggi dari Kaca Mata Hukum Adat Kerinci

Kearifan Lokal
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Bagi para pendaki gunung, nama Kerinci pasti sudah tidak asing lagi. Kerinci merupakan nama sebuah wilayah yang terletak di Provinsi Jambi.

Tidak berlebihan, jika Kabupaten Kerinci boleh dibilang menjadi surganya para wisatawan di bagian barat Indonesia, terutama dibagian timur Pulau Sumatera,

Kabupaten Kerinci, dikenal sebagai daerah wisata utama di Provinsi Jambi. Mendengar kata Kerinci, kita lebih di akrab sebagian nama sebuah  gunung.

Memang benar, Gunung Kerinci, salah satu gunung berapi tertinggi di Asia Tenggara adalah salah satu ikon Provinsi Jambi.

Baca Juga:

Gunung, Perempuan dan Ata Diken Lamaholot

Kerinci tidak pernah bohong dalam memberikan ke indahan panorama alamnya kepada pengunjung yang datang berwisata ria.

Tidak hanya Gunung Kerinci, masih ada banyak sekali ikon-ikon yang bisa dinikmati di Kabupaten Kerinci. Salah satunya adalah Danau Kerinci.

Tidak hanya panorama alamnya yang memukau, Kerinci juga tidak luput dari cerita akan hukum adatnya yang masih terus dipegang teguh oleh masyarakat Kerinci, yaitu Pusaka Tinggi.

Pasti sudah tidak asing lagi untuk didengar mengenai hukum adat. Hukum adat adalah hukum kebiasaan yang artinya aturan dibuat dari tingkah laku masyarakat yang tumbuh dan berkembang sehingga menjadi sebuah hukum yang ditaati secara tidak tertulis.

Baca Juga:

Mitos dan Gunung

Dan hukum adat sebuah warisan turun temurun dari generasi ke generasi.

Hukum adat menjadi salah satu pedoman/peraturan yang wajib di ikuti di daerah tersebut, karna merupakan bentuk dari hukuman yang melanggar peraturan yang terjadi didaerah tersebut bahkan di keluarga sendirinya.

Misalnya Pusaka Tinggi dalam hukum adat kerinci. Pusaka Tinggi merupakan harta kekayaan yang diturunkan berdasarkan garis keturunan perempuan (padusi).

Laki-laki tidak memiliki hak waris. Harta peninggalan selalu diturunkan kepada anak perempuan. Secara adat seorang laki-laki tidak diperkenankan ungtuk menutut harta warisan.

Harta warisan; entah berupa, tanah, sawah, ladang, kebun, rumah atau seterusnya adalah milik perempuan. Laki-laki jikalaupun mendapatkan harta warisan tersebut, semata-mata hanya karena kebaikan perempuan yang empunya harta warisan.

Baca Juga:

Hukum Adat Kepemilikan Tanah Suku Mentawai

Laki-laki tidak berhak menguasai harta tersebut melainkan hanya menjaga nya dengan baik.

Namun apabila seorang laki-laki merebut harta warisan perempuan maka bisa diselesaikan secara kekeluargaan, tergantung dari hak perempuan tersebut. Apabila tidak ada generasi perempuan maka warisan tersebut diberikan ke pihak laki-laki.

Pusaka Tinggi di Kerinci akan berbeda jika disandingkan dengan Syariat Islam, dimana warisan/harta harus di bagi 2, buat perempuan dan laki-laki.

Biasanya laki-laki lebih banyak diberikan dari pada perempuan, karna laki-laki penuh tanggung jawab ketika sudah berumah tangga nanti.

Baca Juga:

Hukum Adat Manggarai dalam Penyelesaian Harta Warisan

Misalkan laki-laki mendapat 2x lipat, maka perempuan mendapat 1x lipat saja. Ini berbeda jika sudah masuk ranah hukum adat, pasti ada pembagian yang berbeda.

Selagi itu tidak bertentangan dari Syariat Islam dan tidak merugikan. Namun yang perlu digaris-bawahi adalah bahwasannya Syariat Islam tetap diatas hukum adat.

Penulis adalah mahasiswa Pendidikan PPKn Universitas Pamulang – Tangerang  – Tulisan ini untuk memenuhi mata kuliah “Hukum Adat”, / Foto dari : boombastis.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of