Eposdigi.com – Dua hari lalu, di media ini saya menulis tentang sesuatu yang “menjajah” di Pasar Mirek. Judul yang sedikit profokatif rupanya mengena. Banyak orang tertarik membaca tulisan tersebut.
Barangkali karena keterbatasan bahasa dalam menyampaikan apa yang saya maksud, membuat tulisan tersebut diintepretasi secara berbeda. Walaupun ada yang menangkap maksud saya, namun lebih banyak yang tidak.
Sebagai orang yang mengungkapkan pikiran dalam tulisan itu, saya merasa tertantang untuk menguraikannya lagi. Dengan penggambaran yang lain. Harapannya agar maksud tulisan itu tersampaikan. Walaupun saya sangat senang ketika mendapatkan banyak intepretasi yang berbeda dari pembaca.
Subjektivitas pembacalah yang terus menginspirasi saya untuk terus mendorong diri maju, terutama untuk membahasakan secara lebih baik maksud saya dalam tulisan-tulisan berikutnya.
Ayo Baca Juga: Ada “Penjajah” di Pasar Mirek
Atas tulisan Ada “Penjajah”di Pasar Mirek yang saya bagikan di salah satu WAG yang saya ikuti, ada tanggapan bahwa ternyata jenis sayuran ini banyak tumbuh di beberapa wilayah di Adonara. Tentu pengalaman saya belum sampai menjangkau testimoni tersebut.
Namun dari tanggapan ini justru menjadi semacam penegasan bahawa benar ada yang tengah ‘menjajah’ di Pasar Mirek. Walaupun membuat tidak nyaman, namun kenyataan ini harus diterima. Minimal oleh saya.
Beberapa bulan terakhir ini, terutama di Witihama sedang tumbuh subur sebuah ide yang menyata dalam bentuk Kampung Creative di Desa Pledo. Tempat nongkrong yang lahir dari buah pemikiran anak muda Desa Pledo itu memberi harapan bahwa kita bisa mendorong sesuatu yang besar seperti itu.
Kampung Creative baru saja muncul. Ide itu baru menyata. Sebelum itu anak muda dan keluarga-keluarga di Witihama belum membutuhkan tempat nongkrong seperti Kampung Creative. Ketika tempat itu di tata, kemudian di isi dengan berbagai aktivitas menarik, Kampung Creative kemudian menjadi semacam kebutuhan.
Jika ingin duduk santai sambal ngobrol, ya di Kampung Creative. Jika ingin makan “putu”, atau berkaraoke ria silahkan kunjungi Kampung Creative. Atau ingin menonton pertandingan futsal pun tersedia di sana.
Ada semacam kebutuhan laten (laten demand) yang kini baru terpenuhi di Kampung Creative. Lantas apa hubungannya antara ‘penjajah’di Pasar Mirek dengan Kampung Creative?
Kebutuhan Laten (laten demand) boleh saya definisikan sebagai suatu keadaan dimana orang belum menyadari suatu kebutuhan sampai pasar menyediakan kebutuhan itu bagi mereka. Dalam kala lain pasar bisa mendorong kebutuhan, atau bahkan menciptakannya, bila perlu ‘memaksa’ orang untuk membutuhkan sesuatu.
Ayo Baca Juga: Hari Tani Nasional dan Tantangan Kedaulatan Pangan
Dalam konotasi yang negatif, cara pasar mendikte –“memaksa”- kebutuhan ini adalah bentu-bentuk penjajahan yang saya maksud. Sayur paku / pakis mungkin tumbuh subur di banyak tempat di Adonara. Masyarakat lokal di sana barangkali familiar dengan jenis sayuran itu.
Tapi bagaimana dengan lidah orang Witihama? Apalagi perempuan muda penjual itu mengaku bahwa sayur itu menyebrang pulau ratusan kilometre jauhnya hingga sampai ke Pasar Mirek.
“Penjajah” itu bukan semata dalam diri sayur paku. Yang “menjajah” adalah pasar yang mendiktekan kebutuhan. Sesuatu yang tidak dibutuhkan namun pasar yang menyediakan sehingga kebutuhan untuk itu kemudian muncul.
Saya berharap kita tidak membatasi diri, membaca pasar hanya sebagai tempat bertemu penjual dan pembeli. Pasar juga adalah system. Ia adalah kondisi dimana invisible hand banyak menentukan supply dan demand.
Dan kadang kita tidak menyadari sungguh bahwa kita bisa begitu tergantung pada sebuah produk dengan pemahaman yang sangat ala kadarnya tentang resiko produk tersebut.
Kita bisa berkaca pada herbisida roundup dan gramoxone yang membuat banyak petani kita tergantung tanpa mengetahui resikonya bagi tanah dan tubuh.
Namun kabar baiknya adalah bahwa kita pun bisa menjadi invisible hand itu. Pasar bisa dibentuk. By design.
Kebutuhan yang harus kita ciptakan adalah yang paling menjawab kebutuhan lokal dengan sumber daya yang tersedia di lokalitas tersebut. Menghasilkan apa yang kita makan, dan hanya mengkonsumsi apa yang kita hasilkan.
Kampung Creative adalah bukti nyata bahwa kita bisa menciptakan kebutuhan. Ide dan aktivitas pada Kampung Creative adalah bentuk ‘by design’ / pengkondisian untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan laten masyarakat Witihama.
Ayo Baca Juga: Gemohing Dalam Kepungan Kapitalisme
Dalam integrasi system ekonomi seperti ini, kita boleh berbangga bahwa kita sudah lepas dari jerat ‘penjajah’. Kita menanam apa yang kita makan, dan memastikan diri untuk mencukupi kebutuhan kita dengan apa yang kita hasilkan. Jika sayur pakis bisa tumbuh di Adonara, kenapa ia harus datang dari luar?
Apalagi jika integrasi ekonomi, dari hulu hingga hilir, dari kebun hingga ke setiap piring makan kita, dari produsen yang menghasilkan barang hingga konsumen yang memakainya, di bingkai dalam semangat gemohin, maka kita benar-benar merdeka.
Semangat gemohin untuk melibatkan banyak orang dalan setiap aktivitas ekonomi yang terintegrasi tersebut, sekaligus memastikan distribusi pendapatan bisa menjangkau lebih banyak orang.
Suatu Malam di Kampung Creatif / Foto dari Laman Facebook kampungcreative
Leave a Reply