Eposdigi.com – Perayaan yudisium tahun 1993 Institut Pastor Indonesia (IPI) Malang itu masih membekas dalam ingatan Yosef Suwanto, S. Ag., M.M. Dalam pesan acara akbar itu rektor IPI Malang Prof. Dr Paul Jansen CM, berpesan: “Anda semua dididik di Institut ini bukan menjadi orang hebat melainkan memiliki semangat melayani di tengah masyarakat,’’.
“Untuk itu melewati pendidikan IPI Malang bukan mencetak orang-orang hebat secara kognitif tetapi membekali mahasiswa-mahaiswi yang turun secara ikhlas di tengah masyarakat untuk melakukan pastoral di tengah umat,’’ demikian Yosef Suwanto, S.Ag , M.M mengulang isi imbauan rektor kala itu.
Saat ini Yosef menjabat sebagai Kepala SD Stella Maris, Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan. Pernyataan itu dikatakan saat ditemui di ruang kerjanya, selesai mengikuti acara Misa Natal Bersama seluruh karyawan dan guru di Stella Maris, Jumat ( 8 Januari 2021).
Ayo Baca Juga: Bukan Jadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Ini Tugas Utama Nadiem Makarim
Guru kelahiran 1 Mei 1965 di Dusun Garat Lor, Kaliwungu, Semarang, Jawa Tengah ini mengatakan spirit itu melekat dalam hati dan ia melakukannya sebagai pemimpin di unit satuan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Stella Maris, BSD. Saban hari ia memimpin 35 orang guru SD yang menangani 380 siswa siswi yang mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan tersebut.
Yosef mengatakan pesan penting Rektor IPI Malang itu sungguh menjadi pegangan dalam menjalankan tugas yang telah dipercayakan kepadanya. Dan dalam memimpin ia melangkah bersama dengan para guru dan stakeholder untuk memastikan mencapai visi dan misi di bawah Yayasan Kasih Abadi itu.
Menurutnya, menjadi pemimpin berarti menunjukkan teladan yang baik bagi teman-teman yang dipimpinnya. Kendati ia mengakui bahwa setiap pribadi pasti berbeda-beda karakter sehingga harus mampu dan pandai mengelolanya agar tidak menimbulkan konflik.
Ayo Baca Juga: ‘’Ini Panggilan Hidup Karya Kemanusiaan”
‘’Saya sadar bahwa menjadi pemimpin tidak selamanya menyenangkan, ada yang pro ada yang kontra dengan suatu kebijakan namun saya sendiri merasa senang, open minded, jika ada masukan untuk kebaikan,’’ kata lulusan IPI Malang, 1993 ini.
Untuk mengembangkan diri, lanjut ayah tiga anak ini, ia terus belajar hal-hal baru berkaitan dengan penguasaan ilmu dan teknologi. “Bagi saya sekalipun umur saya sudah cukup tapi saya tidak malu, bahkan tidak minder untuk belajar dari teman-teman muda yang mahir teknologi,’’ katanya.
Menurutnya dalam suatu organisasi pendidikan praktis ada perbedaan pendapat namun ia selalu mengedepankan hal-hal positif. Sebagai pemimpin ia terus dan mengelola semua perbedaan itu agar semakin baik.
Suatu yang ideal dalam suatu organisasi pendidikan ketika ada teman yang memiliki kemampuan lebih maka sepatutnya lain memiliki kemampuan sama.
Limpah Berkat
Yosef Suwanto dilahirkan sebagai anak kedua dari delapan bersaudara. Diceritakan, ia hidup dari keluarga yang kurang mampu. Sejak kelas empat SD, Yosef sudah terbiasa bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga lain, mendapatkan upah untuk membiayai sekolahnya.
Ayo Baca Juga: Pelajaran Penting Dari Angelina Jolie; Orang Tua Hanya Perlu Jujur
‘’Sejak kelas empat hingga enam SD saya sudah bekerja di rumah keluarga lain (ngenger) sebagai pembantu. Tugas saya adalah mencari rumput sepulang sekolah untuk makanan sapi, beternak ayam petelur, milik keluarga tersebut. Dari pekerjaan itulah saya mendapatkan upah yaitu bayar SPP,’’ kisah Yosef.
Pekerjaan itu dilakukan selama 3 tahun, setelah lulus SD, majikan sudah tidak sanggup lagi. Diposisi ini Yosef bingung bagai mana caranya bisa melanjutkan ke jenjang SMP. Kenang beliau, dan niat baik direstui Tuhan, ada tetangga yang mau menampungnya yaitu keluarga Bapak Citro atau yang lebih dikenal sebagai Pak Bayan.
Keluarga ini punya usaha kue cucur. Tugas Yosef kalau itu adalah menumbuk beras jadi tepung dan membuat kue cucur. Setiap 2 hari dalam sepekan yaitu Kliwon dan Pahing, ia membawa kue ke pasar sambil berangkat sekolah.
Pulang sekolah teman lain naik sepeda dan mobil Yosef pulang dengan membawa gula merah minimal 25 kg. Pengabdian ini beliau jalani dengan ihklas hati selama 6 tahun, kelas 1 SMP sampai lulus SMA.
Ia memang dikenal sebagai pekerja keras. Sejak SD sampai dengan SMP, Yosef melakukan hal itu dengan setia.
‘’Waktu SMP saya membawa kue cucur setiap pagi, sambil menempuh perjalanan sekitar 8 km, setelah pulang saya harus membawa gula merah untuk membuat kue cucur,’’ kisahnya.
Ayo Baca Juga: Elon Musk Mendirikan Sekolah bagi Anaknya agar Mereka Memiliki Daya Juang
Rupanya berkat melimpah mengikuti perjalanan hidup Yosef. Saat mulai masuk di SMP- SMA Simo, Boyolali, Yosef mendapatkan beasiswa penuh di lembaga pendidikan Katolik itu. Di sini, di tempat inilah Yosef mengalami perjumpaan dengan orang-orang yang memberikan perhatian yang sangat luar biasa.
Di sekolah ini pula Yoesf bertemu dengan Sr. Bernardine SFD, yang diketahui sebagai pengajar katekumen. Setelah melewati masa katekumen sekitar lima tahun, mendapatkan pembinaan tentang agama Katolik, ia memilih dibaptis menjadi Katolik, tepatnya 15 Desember 1985.
Setelah menyelesaikan pendidikan SMA Yosef ke Tangerang untuk mencari pekerjaan atau tepatnya ingin meraih cita-citanya menjadi ABRI/polisi, tetapi 2 kali mendaftar selalu gagal. selama dua tahun berada di Tangerang Yosef tak kunjung mendapatkan pekerjaan.
Saat itu ia mendapatkan surat panggilan dari Sr Bernardine, SFD, yang memberitahukan bahwa segera kembali ke Simo untuk mendaftar sebagai mahasiswa Institut Pastoral Indonesia (IPI) di Malang. Ia diminta untuk melengkapi persyaratan sehingga bisa melanjutkan kuliah di Jawa Timur.
Saat itu ia berpikir bagaimana bisa melanjutkan kuliah sementara selama ini hanya melanjutkan sekolah dengan mendapatkan beasiswa. Menurutnya, Sr Bernardine mengenal baik rektor IPI Malang sehingga kesulitan soal biaya dapat diatasi dengan baik.
Ayo Baca Juga: Gordon Ramsay : “Antara Memenuhi Keinginan atau Kebutuhan Anak”
Lagi-lagi rahmat Tuhan diterima Yosef, ia dinyatakan lulus test masuk dan seratus persen tanpa bayar mulai dari uang kuliah, asrama, dan kebutuhan lainnya. Ia hanya kuliah tanpa memikirkan bayaran apapun.
Di matanya jalan hidup telah diatur oleh Tuhan. Dikatakan, kuliah di IPI Malang bukanlah cita-cita awalnya tapi karena perjumpaan dengan Sr Bernardine (kini alm). Inilah yang mengantarnya menikmati profesi sebagai guru agama Katolik sampai kini.
‘’Buat saya Tuhan mengirim Sr Bernardine untuk memperbaiki dan menyiapkan masa depan saya,’’ katanya.
Cita-cita semula bukan jadi guru tapi menjadi anggota ABRI. Tapi itulah rencana manusia, nyatanya Tuhan mengarahkan, mengantarkan saya menjadi seorang guru agama Katolik. Ia mengaku sangat bangga menjadi Katolik bahkan rahmat yang diperoleh dalam kehidupan tak pernah putus.
Setelah menyelesaikan pendidikan di IPI Malang, mulai hijrah ke Tangerang dan bekerja sebagai acunting di sebuah perusahaan mebel selama dua tahun. Selain itu pernah bekerja di RS Carolus Jakarta sebagai tenaga pastoral dan 1 tahun sebagai dosen moral di Akper Carolus Jakarta.
Setelah itu ia bekerja di Yayasan Kuperda (Kursus Pengembangan Desa – Kuperda) selama lima tahun hingga 2002. Lembaga ini dikenal dengan program unggulannya melakukan pelatihan bagi biarawan, biarawati atau awam yang ingin berkarya di bidang sosial.
Ayo Baca Juga: Barrack Obama, Politisi Sukses Yang Sayang Keluarga
Sejak tahun 2003 Yosef mulai diterima mengajar di Stella Maris, BSD, Tangerang Selatan. Dua tahun pertama, Yos menjalankan tugas sebagai guru agama Katolik SD, SMP.
Tahun ketiga dan seterusnya, karir alumni Magister Manajemen Pendidikan ini secara bergantian menjadi kepala sekolah dan wakil kepala sekolah (SMP dan SMA). Untuk tahun ajaran ini, 2020/2021, diberikan mandat untuk menjadi kepala SD Stella Maris, BSD.
Suami dari Elisabeth Samini memilih motto dalam hidup,’’Biarlah hidup mengalir seperti air, bermakna bagi sesama”. Rahmat terbesar lainnya dari buah cintanya dengan Elisabeth, lahirnya dua lelaki dan seorang puteri.
Anton Dian Pratama, anak pertama, memilih profesi sama seperti ayahnya dan mengajar di Sekolah Katolik Tarakanita Pluit di Jakarta sedangkan Albertus Dimas Kristanto sedang kuliah dan Margaretha Ratih Setyaningsih sedang sekolah di SMP Strada di Tangerang
Dalam mengemban tugas pelayanan, Yosef tidak muluk-muluk, yang terpenting tetap melayani dengan tulus. Maka pesan yang didengarkan melalui imbauan rektor IPI Malang kala itu benar – benar diaplikasikan dalam tugas pengabdian di bidang pendidikkan.
Keterangan foto : Yosef Suwanto, “bukan kehebatan tapi spirit melayani tulus” /Konradus R Mangu
Leave a Reply