Eposdigi.com – Hampir semua jabatan publik di negeri ini diperoleh melalui pintu partai politik. Jabatan Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota maupun DPR/DPRD dan jabatan publik lain nyaris tak lepas dari kontrol parpol. Sebab itu bila ada persoalan hukum yang melilit para pejabat publik mestinya yang paling bertanggungjawab adalah partai politik.
Apabila semua jabatan di level eksekutif, legislatif dan yudikatif diproses melalui partai politik maka sudah tentu kunci keberhasilan penyelenggaraan Negara sangat dipengaruhi oleh kualitas mesin parpol menjalankan fungsi rekrutmen dan kaderisasi pemimpin yang benar-benar dibutuhkan untuk merespon dan memecah masalah publik.
Semua parpol di Indonesia cenderung dikuasai oleh para elit politik tertentu dalam rentang waktu sangat lama. Menurut Robert Michels, organisasi besar dan rumit seperti parpol cenderung dikelola secara oligarki dan lebih melayani kepentingan sendiri dari pada kepentingan organisasi.
Pengelolaan parpol yang berwatak oligarki sejak awal sebenarnya dimaksud untuk mengefektifkan pengambilan keputusan, namun dalam perjalanan justeru berubah menjadi alat paling efektif mengontrol anggota. Sehingga yang terjadi kemudian adalah menguatnya proses kaderisasi anggota berdasarkan faktor kedekatan dan loyalitas semu kepada pimpinan parpol.
Bahkan di Indonesia praktek oligarki parpol makin menjurus pada langgengnya dinasti politik dan pengkultusan individu terhadap pimpinan parpol. Hal itu dapat dilihat pada sejumlah parpol, seperti partai politik Demokrat hampir tak lepas dari sosok SBY yang dipersonalisasi sebagai penguasa tunggal dan diyakini akan mempersiapkan AHY sebagai penggantinya.
Demikian juga PDIP selalu identik dengan Megawati Soekarnoputri dan sangat mungkin menempatkan putrinya Puan Maharani sebagai penerus estafet kepemimpinannya. Nasdem selalu melekat dengan Surya Paloh, Gerindra dengan Prabowo Subianto dan PAN setidaknya masih tetap berada dibawah bayang-bayang Amien Rais.
Baca Juga:
Memahami Local Strongmen dalam Peta Politik Lokal
Model pengelolaan parpol seperti ini nyaris tak memberi ruang bagi suara-suara kritis dari siapapun yang mencoba mengontrol kinerja pimpinan parpol. Anggota yang kritis dan berbeda pandangan dengan pimpinan parpol cenderung disingkirkan dari susunan kepengurusan parpol. Sedangkan bagi kader parpol yang setia pada pimpinan pasti menempati posisi strategis dalam kepengurusan parpol maupun di eksekutif dan legislatif.
Parpol bila memahami posisinya sebagai salah satu pilar utama demokrasi mestinya bekerja berdasarkan prinsip-prinsip organisasi modern dan nilai-nilai demokrasi. Karena itu proses pergantian pemimpin parpol harus melalui sebuah ruang demokrasi yang terbuka dan benar-benar memberi jamiman kebebasan bagi siapapun yang telah memenuhi syarat untuk berkompetisi secara demokratis sesuai konstitusi partai.
Baca Juga:
Penerapan Governance: Mengelola Pemerintahan Asli Melalui Badu dan Leba Ne’e
Perbedaan pandangan dan suara-suara kritis dari anggota dan pengurus parpol harus dikelola secara efektif untuk kemajuan organisasi parpol dan bukan sebaliknya dibungkam. Parpol yang anti kritik dan berwatak oligarki akan sulit melahirkan calon pemimpin berkarakter dan berintegritas tinggi yang dibutuhkan rakyat.
Fakta hari ini secara terang benderang memperlihatkan kepada publik bahwa sejumlah partai politik dan beberapa pejabat publik negeri ini terseret dalam pusaran kasus KKN. KPK mencatat ada 1.064 kasus tindak pidana korupsi sejak tahun 2004 s/d 2019, (Tirto.id).
Pada tahun 2018 KPK menangani 178 kasus korupsi, terbanyak melibatkan legislatif dan sebanyak 152 di antaranya kasus penyuapan. Secara total menurut Wakil ketua KPK Saut Situmorang, pada tahun 2018, KPK melakukan 157 kegiatan penyelidikan, 178 penyidikan dan 128 kegiatan penuntutan baik kasus baru maupun sisa penanganan perkara pada tahun sebelumnya, (detiknews, 18 dan 19 Desember 2018).
Baca Juga:
Modus Operandi Korupsi Kepala Daerah
Parpol mestinya tak lupa bahwa masyarakat dewasa ini makin cerdas memahami dinamika dan intrik politik yang terjadi di internal parpol. Bila elit parpol, para politisi dan pejabat eksekutif di semua level terus memperlihatkan kinerja minimalis jauh dari nilai demokrasi, maka kualitas produk dari mekanisme kerja parpol sebagai pilar demokrasi akan dipertaruhkan.
Dampaknya tingkat kepercayaan publik terhadap parpol pasti akan terus merosot dan digugat publik bahkan masyarakat makin bersikap apatis dan pragmatis.
Menurut Richard Katz dan Peter Mair, (1994) parpol memiliki tiga wajah yakni party in public office, party on the ground and party in central office. Karena itu upaya pembenahan parpol agar mampu menghasilkan calon pemimpin hebat yang dibutuhkan rakyat, layak dilakukan secara utuh dan terintegrasi pada tiga arena tersebut.
Pertama, wajah organisasi partai pada level pemerintahan dan parlemen, yaitu parpol harus mampu menawarkan alternatif kebijakan terhadap berbagai input dari publik dan berupaya memformulasikan dalam bentuk kebijakan dan program nyata. Dengan demikian anggota legislatif yang ditempatkan di fraksi dan komisi harus lebih optimal mengaktualisasikan kehendak publik.
Kedua, wajah parpol pada level akar rumput adalah parpol yang langsung bersentuhan sehari-hari dengan konstituennya. Pada level ini parpol menghadapi konteks lokal, partai lokal, pendukung serta masyarakat pemilih. Karena itu parpol berkewajiban menyerap aspirasi publik, input dari media dan elemen masyarakat sipil lain.
Parpol juga bertanggungjawab jawab atas pendidikan politik pemilih dan masyarakat umumnya, melalui kegiatan di forum diskusi publik, debat kandidat bahkan di level musdus dan musrenbangdes sekalipun.
Ketiga, wajah parpol pada level pusat organisasi, yaitu sistem pendukung bagi bekerjanya parpol secara efektif dalam kaitan dengan urusan publik. Pada level ini parpol dihadapkan pada bagaimana mengelola organisasi secara profesional dan kepemimpinan yang mampu memberikan spirit dan arah organisasi serta menjaga soliditas dan meminimalisasi konflik internal.
Selain itu parpol juga harus mampu mengembangkan manajemen strategi dan sistem pendanaan yang kuat serta rekrutmen dan kaderisasi yang adil dan berkesinambungan. (Foto: nusantaranews.co)
[…] Problem Parpol Sebagai Pilar Demokrasi […]