Guru Wajib Mata Duitan

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Beberapa tahun yang lalu saya periksa ke dokter karena satu penyakit. Saat perjumpaan pertama,  si Dokter langsung menyalami saya sambil tersenyum, Pak Rachmat, ya? Jelas saya kaget.

Menyadari kekagetan saya dia menimpali, “Saya ayahnya Max, murid bapak di bimbel. Max sering cerita tentang bapak, katanya senang sekali belajar matematika sama bapak”. Saya hanya manggut-manggut sembari membatin, “Mantap, periksa kali ini bakal gratis nih”.

Wajar dong ya saya berharap si dokter akan menggratiskan biaya pemeriksaan dan obat kali ini kepada guru favorit anaknya. Apalah arti 50 ribu dibanding ilmu yang berharga yang saya ajarkan. hahaha.

Baca Juga: 

Guru yang Menerima Bingkisan pada Saat Kenaikan Kelas Merupakan Pelanggaran Integritas?

Dengan wajah penuh harap saya menanyakan biayanya. “Semuanya 60 ribu, Pak. Agak mahal ya obatnya kali ini”. Loh-hei, Loh-hei, Bukannya gratis kok malah tambah mahal. Duhhhh gimana sih Pak Dokter, saya ini guru anaknya loh.

Ya, dulu saya masih memandang guru sebagai pahlawan. Tapi dari pertemuan dengan si dokter tadi saya belajar sesuatu: Profesi. Si Dokter tidak salah. Dia tidak perlu menghargai atau menghormati saya secara berlebihan.

Toh dia juga sudah membayar sejumlah uang ke LBB. Lagi pula si Dokter hanya bekerja secara profesional. Obat yang dia berikan ke saya juga bukan dia dapat dari panen di kebon.

Nah, jika dokter wajar bertindak profesional, mengapa guru tidak? Untuk menjadi guru, seseorang harus menempuh pendidikan sarjana yang harus dia jalani paling tidak 4 tahun. Tentu tidak sedikit pula biaya yang sudah dihabiskan.

Waktu dan tenaga yang guru luangkan juga harus diperhitungkan. Lalu kenapa saat guru menuntut upah yang layak, sering dibenturkan dengan alasan, “guru harus ikhlas”.

Semua pihak seolah lupa satu fakta: guru butuh duit, sebagaimana manusia normal lainnya. Di ajaran agama manapun anjuran sedekah dikenakan kepada mereka yang sudah berlebih hartanya.

Kalau guru dibayar murah, terus kebutuhan pokoknya belum terpenuhi, ya jangan menuntut guru mensedekahkan waktu dan tenaga dengan jargon “ngajar yang ikhlas”.

Baca Juga : 

Integritas atau Gaji? Dilema Profesi Guru di Indonesia dalam Bayang-Bayang Pinjaman Online

Padahal studi dari bank dunia juga telah memberikan gambaran bahwa meningkatkan gaji guru di Indonesia telah menunjukkan pengurangan tekanan hidup guru sehingga mereka tidak harus repot mencari pekerjaan tambahan. Akibatnya mereka terbukti lebih disiplin dan mengajar dengan persiapan lebih matang.

Nitip iklan buat guru yang mau belajar: https://s.id/ngajarmtk2

Jangan-jangan upah guru sengaja diminimumkan agar kualitas pengajaran mereka tetap rendah. Jika benar demikian, maka bagi saya wajib hukumnya guru mata duitan.

Ini adalah bentuk jihad terhadap kebodohan. Guru harus mata duitan untuk melawan pihak-pihak yang sengaja memelihara kebodohan dengan merendahkan kualitas pendidikan

Baca Juga : 

Dirjen GTK Nunuk Suryani; Perlu Transformasi Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan

Guru harus punya cukup uang untuk meningkatkan kompetensi mengajarnya, membeli buku-buku atau hadir dalam kelas-kelas belajar. Guru harus matre agar dapat menghentikan politisasi kebodohan. Agar tidak ada lagi suara yang dibeli hanya dengan kaos atau beras bansos.

Guru harus punya duit untuk belajar. Sebab jika guru bodoh, dia melahirkan masyarakat yang bodoh, dan masyarakat bodoh melahirkan pemimpin yang bodoh. Pemimpin bodoh membiarkan guru tetap bodoh.

 Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari redaksi/ Foto:jambi.tribunnews.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of