Inilah Salah Satu Penyebab Uang Kuliah di Perguruan Tinggi Negeri Mahal

Nasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Belum lama ini, di media ini, saya mengutip VOA yang menyatakan bahwa di era kebijakan otonomi, melalui kebijakan PTN BH, pemerintah hanya memberi subsidi kepada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) 1,6 persen dari APBN, atau hanya sebesar 7- 8,6 triliun rupiah.  

Angka tersebut masih sangat jauh dari standar ideal yang ditetapkan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebesar minimal 2 persen dari APBN 

Dengan jumlah subsidi pemerintah tersebut, dalam satu semester, pemerintah hanya mensubsidi per mahasiswa sebesar 3 juta rupiah. Padahal menurut Pahala Nainggolan, semestinya untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi yang layak, setiap mahasiswa seharusnya disubsidi sebesar Rp. 10 juta setiap semester.

Baca Juga: 

Menelanjangi Problematika Mahalnya Biaya Pendidikan di Indonesia

Kondisi inilah, kata staf deputi pencegahan dan monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang membuat PTN mencari tambahan sendiri sebesar Rp. 7 juta dari orang tua mahasiswa, melalui kebijakan seperti Uang Kuliah Tunggal, Sumbangan Pengembangan Institusi atau Iuran Pengembangan Institusi. 

Padahal, mandatory spendingnya bidang pendidikan menurut Undang-undang pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Pertanyaannya, kemana anggaran tersebut digunakan, setelah anggaran untuk pendidikan dasar dan menengah? Kenapa yang disalurkan ke PTN hanya Rp. 7 – 8,6 triliun? 

Kata Pahala Nainggolan, setelah KPK melakukan kajian, alokasi anggaran pendidikan yang 20 persen dari APBN untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi ditemukan fakta bahwa dari 39 triliun yang dianggarkan untuk pendidikan tinggi, sebagian besar dianggarkan untuk Sekolah Kedinasan yang diselenggarakan oleh Kementerian dan Lembaga. 

Baca Juga: 

Banyak Jalan Menuju Dunia Kuliah

Kata mantan Auditor Bank Dunia ini, kurang lebih Rp. 32 triliun setiap tahun digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan sekolah-sekolah kedinasan yang diselenggarakan oleh kementerian dan lembaga. Nampaknya inilah salah satu masalah yang harus diselesaikan ke depan. 

Kata Pahala, sekolah kedinasan diselenggarakan dengan biaya yang besar, karena para tarunanya tinggal di asrama, diberi pakaian seragam, dan para taruna tidak membayar alias gratis bahkan diberi uang saku. Setelah lulus tidak harus menjadi pegawai negeri dan ilmunya tidak spesifik. 

Menurut Pahala, terjadi banyak pemborosan di sekolah kedinasan ini. Bahkan ditemukan ada kementerian yang menyelenggarakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) namun pembiayaannya menggunakan anggaran untuk pendidikan tinggi dari negara. Bahkan KPK dalam temuannya menyimpulkan sekolah kedinasan memuat masalah pendanaan. 

Nampaknya untuk penanganan biaya mahal di PTN, fakta ini menjadi salah satu masalah yang harus dibereskan. Mungkin pemerintah dan seluruh stakeholder perlu membicarakan, mana sekolah kedinasan yang diperlukan negara, dan mana yang perlu dimerger dengan perguruan tinggi negeri karena ilmunya tidak spesifik.

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto: bontangpost.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of