Eposdigi.com – Memasuki tahun ajaran 2024/2025 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan memberlakukan Program Sastra Masuk Kurikulum. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo di Kantor Kemendikbudristek, belum lama ini.
Hal tersebut disampaikan Anindito saat Peluncuran Program Sastra masuk Kurikulum yang ditandai dengan peluncuran Buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra (2024). Panduan tersebut dimaksud untuk membantu pendidik dalam memanfaatkan Daftar Rekomendasi Buku Sastra dalam Pembelajaran di Kelas.
Buku panduan tersebut memuat 177 judul buku fiksi yang direkomendasikan oleh para kurator yang terdiri dari para akademisi, sastrawan terkenal, dan para pendidik. Dari 177 judul buku fiksi tersebut, 43 karya direkomendasikan untuk SD/MI, 29 judul direkomendasikan untuk SMP/MTS dan 105 judul direkomendasikan untuk SMA/SMK/MA.
Selain daftar karya sastra yang direkomendasikan, buku panduan setebal 784 halaman tersebut juga memuat panduan membuat modul ajar, contoh modul ajar, yang akan menjadi alat bantu guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Baca juga :
Dalam penjelasannya Anindito menyampaikan bahwa tujuan utama dari Program Sastra masuk Kurikulum adalah sebagai sarana pengembangan karakter, menumbuhkan kemampuan literasi para murid, memperkenalkan sastra Indonesia kepada para murid, agar para murid semakin cinta membaca dan terbiasa dengan dunia bacaan bermutu.
Selain itu menurut Anindito, karena sastra memiliki banyak manfaat bagi para murid di antaranya memberikan pelajaran untuk memiliki perspektif yang berbeda dan berlatih berpikir kritis. Di samping itu, sastra bisa menjadi sarana untuk mengasah kemampuan sosial dan emosional murid sehingga mereka memiliki rasa empati terhadap sesama.
Selain tujuan, Anindito juga menjelaskan teknis implementasi sastra masuk kurikulum ini dijalankan oleh sekolah. Kata Anindito, dalam implementasinya, pemerintah akan meminta sekolah/ guru-guru memasukkan unsur sastra melalui buku-buku sastra yang daftarnya dapat dilihat pada buku panduan.
Baca juga :
Pendekatannya adalah pendekatan tematik. Jadi guru bidang studi apa saja dapat memasukkan unsur sastra dalam pengajarannya di kelas. Misalnya Guru Sejarah sedang membahas topik hubungan internasional. Guru Sejarah tersebut dapat mencari karya sastra yang cocok dengan tema tersebut untuk memantik ingin tahu murid.
Selain itu, Program Sastra masuk Kurikulum tidak hanya dalam pembelajaran kurikuler, melainkan juga dalam program kokurikuler, melalui pendekatan seperti project base. Bertolak dari tema yang dibahas guru dari berbagai bidang studi, murid misalnya membuat puisi atau drama berdasarkan novel-novel tertentu yang sesuai dengan topik yang dibahas.
Menurut Anindito, pendekatan ini berfokus pada pengembangan sisi sosial dan emosional yang diharapkan dapat mengasah pengembangan sosial dan emosional para murid. Hasil dari proyek diharapkan sesuai dengan ketentuan Kurikulum Merdeka.
Setelah program tersebut di-launching, reaksi berdatangan dari berbagai pihak. Di antaranya datang dari sastrawan Nirwan Dewanto. Menurut Nirwan, buku panduan yang di-launching tidak memenuhi standar perbukuan karena sajian, penyuntingan bahasa dan isi buku tersebut buruk, karena ada disinformasi dan kekeliruan, yang termuat dalam buku panduan tersebut.
Baca juga :
Pemerintah Menyiapkan Aturan untuk Mencegah Dampak Buruk Game Online
Selain Nirwan, kritik juga datang dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. PP Muhammadiyah menilai, beberapa buku sastra yang direkomendasikan dalam buku panduan berisi kekerasan seksual, perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma agama dan kesusilaan.
Oleh karena itu, menurut PP Muhammadiyah buku-buku sastra yang direkomendasikan berpotensi memberi pemahaman yang keliru bagi para murid dan Program Sastra masuk Kurikulum dianggap kontraproduktif dengan penguatan pendidikan karakter yang sedang digalakkan.
Maka PP Muhammadiyah meminta agar Kemendikbudristek berhati-hati dan selektif memilih buku yang cocok untuk pendidikan dan dalam membuat kebijakan Kemendikbudristek mengkonsultasikannya secara luas, dengan para pemangku kepentingan pendidikan.
Menanggapi kritik-kritik ini, Kemendikbudristek kemudian melalui Kepala BSKAP Anindito Aditomo mengumumkan akan menarik buku panduan tersebut dan merevisi, sebelum buku diedarkan ke sekolah-sekolah. Ia mengatakan guru-guru boleh menggunakan alternatif buku yang lain.
Anindito seperti dilansir pada laman Kompas.com bahkan juga mengatakan bahwa Program Sastra masuk Kurikulum, tidak wajib diikuti oleh guru. Program Sastra masuk Kurikulum hanya menjadi opsi yang dapat dipilih oleh sekolah untuk pengembangan murid.
Baca juga :
Pengaruh Budaya Asing terhadap penggunaan Bahasa Indonesia di Kalangan Anak Muda
Pernyataan Anindito ini seakan menjadi anti klimaks dari polemik Sastra masuk Kurikulum hari-hari ini. Kita tidak tahu, apakah setelah buku panduan direvisi lalu kebijakan ini kemudian diimplementasikan seperti yang digariskan dalam buku panduan atau tidak?
Saya membayangkan, jika implementasi Program Sastra masuk Kurikulum melibatkan semua guru, bukan perkara yang gampang karena hampir semua guru sejak dari pendidikan pra-jabatan, memang disiapkan menjadi spesialis yang menguasai bidangnya. Oleh karena itu, belum tentu menguasai bidang lain secara generalis.
Oleh karena itu, menurut hemat saya, jika sastra dianggap penting maka dimulai saja dengan mereorientasi pengajaran Bahasa Indonesia yang selama ini menjadi induk dari pembelajaran sastra. Karena guru Bahasa Indonesia paling paham bagaimana menggunakan karya sastra untuk mengembangkan murid.
Lalu dari sini, dibentuk kelompok peminat sastra untuk mewadahi anak-anak yang meminati sastra. Ini lebih pedagogis, murid belajar karena mereka meminati sastra, daripada memaksakan semua murid belajar sastra yang belum tentu mereka minati.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto: solopos.com
Leave a Reply