Eposdigi.com – Kamis, 13 April 2023, beberapa hari lalu menjadi sebuah kesempatan yang langka dan membahagiakan. Apa pasal? Kesempatan untuk bertemu dengan banyak figure hebat dalam satu momen yang sama, tentu patut untuk disyukuri.
Walaupun hanya dalam ruang virtual, akan tetapi perjumpaan dengan para Dosen dan sesama alumni yang hebat-hebat dengan berbagai kisah suksesnya adalah sebuah perjumpaan yang membahagiakan.
Saya kemudian menyadari bahwa sudah hampir 20 tahun meninggalkan almamater. Sebuah panggilan dan tanggung jawab lain harus dilakukan setelah lulus kuliah.
Tanpa sedikitpun keraguan bahwa pencapaian –pencapaian kecil yang telah terjadi hari ini, hanya datang dari banyak kontribusi besar para dosen, figure-figur hebat yang terpanggil memberi diri bagi pengembangan generasi muda agar memiliki bekal pengetahuan akademik terbaik sekaligus merangkul semangat humanis sebagai cara hidupnya kelak setelah lulus.
Pertemuan virtual yang dimoderatori dengan sangat baik oleh Koordinator Alumni FE Mas Albertus Fani Prasetyawan, ini seharusnya berlangsung lebih lama, sebab rasanya belum banyak kesempatan untuk saling menyapa dan mendengar suara para dosen dan alumni.
Baca Juga:
VUCA vs VUCA; di tengah tingginya gelombang dan derasnya arus perubahan
Diawali oleh harapan-harapan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma, Bapak Tiberius Handono Eko Prabowo, Ph.D kepada para alumni sekaligus tanggapan dari salah seorang alumni hebat Ibu Yessy Melania, Anggota Komisi 4 DPR –RI dari Partai Nasdem, menjadikan pertemuan virtual itu tidak hanya sekedar saling sapa mengobati kangen.
Lebih dari itu, terasa bahwa ada banyak harapan yang dilambungkan, baik oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan juga sambutan baik dari para alumni yang hadir, untuk memberi kontribusi terbaik bagi negeri, menjadi corong ‘nama baik’ almamater di tengah masyarakat.
Tantangan yang dialami tepat 19 tahun lalu ketika lulus sebenarnya barangkali sama dengan apa yang banyak diceritakan teman-teman alumni yang hadir.
Hari ini, kita semua dihadapkan pada sebuah era disrupsi. Perubahan besar yang digambarkan sebagai VUCA memaksa semua orang di zaman ini untuk terus bergerak sedemikian rupa agar bisa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan itu.
Hari ini kebutuhan pasar tenaga kerja mengalami spesifikasi yang demikian besar sekaligus kompleks. Ada gap yang jelas antara pengetahuan dan keterampilan spesifik dari pencari kerja dengan lapangan kerja yang juga sangat spesifik kebutuhannya.
Karena itu ada tuntutan yang harus dijawab oleh para pencari kerja. Ialah keahlian spesifik sesuai dengan kebutuhan yang juga spesifik dari perusahaan.
Karena kebutuhan yang spesifik inilah maka perusahaan-perusahaan biasanya memberi prioritas kepada para pelamar yang memiliki latar belakang studi yang spesifik.
Baca Juga:
VUCA, Disruption, Leadership, And 21’st Century Learning Skills
Bahkan banyak perusahaan yang membuka akademi khusus untuk menyiapkan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan spesifik yang dibutuhkannya.
Bank-Bank misalnya merekrut para lulusan sekolah menengah untuk dididik dengan keahlian spesifik yang mereka butuhkan. Kebutuhan akan mereka yang menangani perpajakan akan dipilih dari sekolah tinggi dan atau akademi yang secara khusus memfokuskan diri mempelajari pajak.
Secara gambling bisa kita amati dari bagaimana negara membuka sekolah-sekolah dinas untuk menyiapkan para aparatur negara, baik sipil maupun militer.
Tidak hanya keahlian yang spesifik, tantangan berikutnya adalah penguasaan teknologi yang berubah sedemikian cepat. Selain memiliki keahlian atau pengetahuan akademik yang spesifik, pasar tenaga kerja juga membutuhkan penguasaan teknologi yang mumpuni.
Namun di luar itu, ada soft skill yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya didunia kerja melainkan ditengah masyarakat luas.
Kemampuan komunikasi baik dengan orang lain, kemampuan untuk terlibat dan melibatkan diri di tengah keberagaman, daya tahan terhadap tekanan, daya juang mengatasi dan mencari solusi atas berbagai kesulitan juga wajib menjadi cara hidup para pencari kerja.
Hard skill dan Soft Skill harus dimiliki secara seimbang dan sama porsinya dalam persaingan hidup baik dalam dunia kerja maupun di tengah masyarakat luas.
Dan di samping hard skill, soft skil yang disebutkan di atas inilah telah menjadi kekhasan yang melekat pada banyak alumni Fakultas Ekonomi secara khusus maupun para alumni Universitas Sanata Dharma umumnya. Bagian inilah yang menjadi kegembiraan dan bekal yang saya pribadi yakini saat lulus dari Fakultas Ekonomi hingga hari ini.
Baca Juga:
Digitalisasi Administrasi Bisnis dan Tantangan Lembaga Pendidikan
Karena itu saya sangat tertarik akan beberapa gagasan yang dikemukakan oleh para alumni. Misalnya tentang memberi pengalaman nyata kepada para mahasiswa bagaimana mengelola sebuah usaha produktif.
Ketika memikirkan tentang pengalaman nyata yang demikian ini, saya teringat pengalaman di sebuah sekolah menengah atas di dekat tempat tinggal kami.
Di tahun pertama SMA, para siswanya disiapkan dengan banyak keterampilan belajar. Mereka diajarkan cara belajar. Dipersiapkan dengan banyak keterampilan belajar. Membangun kebiasaan membaca, menulis, dan literasi lain.
Pada tahun kedua, apa yang diajarkan di tahun pertama harus dipraktekan dan benar-benar bisa menghasilkan karya nyata. Karena sekolah ini menyiapkan para lulusannya menjadi entrepreneur sekaligus leadership handal maka proses menuju kesana pun dilakukan secara serius.
Anak-anak diajarkan untuk menulis hingga menerbitkan novel untuk menguji kemampuan pelajaran bahasa, baik bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Mereka menyusun naskah, membuat scenario, berlatih peran dan mementaskan naskah drama mereka sebagai bahan ujian mata pelajaran seni.
Ada pekan entrepreneur setiap tahun, dimana anak-anak menyusun proposal bisnis, menjalankan usaha, menciptakan produk dan memasarkannya pada pecan entrepreneur tersebut., sebagai ujian mata pelajaran ekonomi.
Pada proses-proses itu, anak-anak dilatih untuk memiliki sifat-sifat kepemimpinan. Kemampuan komunikasi, daya juang, kerjasama, negosiasi, memimpin team, dan lainnya.
Novel yang mereka terbitkan dan pasarkan, drama yang mereka pentaskan, produk dan jasa yang dijajakan pada pekan entrepreneur datang dari proses-proses kerja serius yang sungguh didampingi oleh sekolah.
Baca Juga:
Baru pada tahun ketiga, anak-anak focus menyiapkan diri untuk mengakses pendidikan tinggi pada universitas-universitas terbaik pilihan mereka baik di dalam maupun luar negeri.
Maka usulan tentang bagaimana memberi pengalaman nyata kepada para mahasiswa akan dunia kerja menjadi sebuah pilihan yang seharusnya menjadi prioritas.
Ekosistem dunia usaha seperti ini adalah pilihan bijak untuk menyiapkan para mahasiswa sebelum mereka terjun bebas ke dunia kerja. Ekosistem belajar ini bisa secara langsung dipersiapkan di kampus dengan simulasi bisnis yang real atau ada kesempatan yang wajib untuk magang pada perusahaan perusahaan sebagai salah satu syarat kelulusan, yang bukan pengganti KKN,misalnya.
Pada kesempatan ketika memberi sapaan, saya menyinggung soal Badan Usaha Milik Desa. Perintah undang-undang desa ini adalah kesempatan dan peluang besar.
Ketika menyinggung soal ini saya ingat akan branding yang terbentuk di tengah masyarakat hingga saat ini bahwa Universitas Sanata Dharma adalah guru. Pengalaman ini saya alami sendiri ketika melamar pekerjaan belasan tahun lalu.
“Guru ya?’ itu adalah pertanyaan yang pertama saya dapatkan dari pewawancara ketika mengetahui bahwa saya adalah alumni Sanata Dharma. Saya membayangkan bahwa image yang sama akan didengar ketika siapa saja menyebut BUMDes. Ketika menyebut BUMDes mereka mengingat Sanata Dharma
Mimpi ini tentu tidak mudah. Tapi ini adalah peluang besar yang dimiliki oleh Fakultas Ekonomi. Sebab setahu saya belum ada universitas lain yang mengkhususkan diri mengabdi kepada negeri dengan menyiapkan generasi muda memimpin BUMDes.
Baca Juga:
Padahal satu-satunya cara merubah wajah ekonomi Indonesia secara luar biasa dimulai dari desa dengan mengelola secara serius badan-badan usaha milik desa di seantero negeri.
Berapa masyarakat yang akan dibantu ketika BUMDes dikelola dengan baik? Dengan integritas moral dan semangat humanis dipadukan dengan kemampuan manajerial khas Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma saya sangat percaya bahwa BUMDes-BuMDes di seluruh Indonesia dapat dikelolah dengan baik.
Pada gilirannya sebagian besar alumni Fakultas Ekonomi adalah berkat karena mereka adalah solusi bagi kemajuan perekonomian di desa. Hanya saja, apakah almamater yang tercinta ini mau mengambil opsi untuk orang-orang miskin di desa-desa kita?
Leave a Reply