BUMDes dan Gerakan Politik Gagasan

Sospol
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Tulisan ini masih terinspirasi dari reuni virtual yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma beberapa hari lalu.

Berangkat dari pengalaman dan sharing para alumni tentang banyak alumni yang hingga saat ini kesulitan mendapatkan pekerjaan, dan bagaimana kampus dan juga alumni lainnya memiliki tanggung jawab moral untuk mengatasi persoalan ini.

Pada saat yang sama saya menyadari bahwa ada gap yang besar antara serapan tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja. Jumlah lowongan pekerjaan tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja yang lulus dari perguruan tinggi-perguruan tinggi dalam dan luar negeri.

Kumparan.com pada 26 Desember 2022 yang mengutip hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dari Badan Pusat Statistik menunjukan bahwa dari total 143.72 juta angkatan kerja per Agustus 2022, 5,68 % diantaranya adalah pengangguran.

Fakta lain cukup mengejutkan berdasarkan laporan tersebut. Bahwa berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah pengangguran tamatan pendidikan tinggi mencapai lebih dari 884 ribu orang, semntara jumlah lowongan kerja yang tersedia untuk para sarjana hanya sebesar 5.257 pekerjaan.

Baca Juga:

Alumni Jadi Ukuran Keberhasilan Sebuah Universitas?

Sumber yang sama juga mengutip Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah merinci bahwa ada dua hal yang menyebabkan tingginya pengangguran lulusan sarjana.

Pertama karena memang jumlah lowongan kerja yang menurun dan juga kebutuhan industri yang mengalami perubahan ke arah digitalisasi.

“Dengan teknologi lebih canggih, digital ini arahnya seperti penggunaaan AI. Ini menjadi tantangan ke depan bahwa penggunaan SDM semakin mengecil” kata Trubus seperti dikutip kumparan.com (25/12)

Lantas apa hubungan antara tingginya tingkat pengangguran sarjana dengan BUMDes?

Jumlah desa di Indonesia tahun 2022 berdasarkan data BPS adalah sebanyak 83.794 desa / kelurahan. Dari jumlah tersebut, seperti disampaikan oleh Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Kemendesa PDTT Ivanovich Agusta bahwa hingga tahun 2022 sudah ada 60.417 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) telah didirikan.

Sayangnya, baru 47.807 BUMDes yang aktif berusaha dengan 156.851 unit usaha (kontan.co.id, 23/02/2023). Hal ini bisa dipahami. Ketika sudah rahasia umum bahwa di banyak daerah pendirian BUMDes lebih pada kebutuhan formalitas data untuk penyerapan anggaran APBN dari Pusat.

Baca Juga:

Mendorong BUMDes di Flores Timur Berproduksi

Di banyak tempat hadirnya BUMDes bukan karena ada potensi di desa yang membutuhkan wadah untuk diberi nilai tambah, karena itu banyak BUMDes hanya tinggal nama saja tanpa apapun aktivitas usaha, apalagi usaha produktif.

Padahal triliunan anggaran dari APBN pusat atas nama Dana Desa yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat desa untuk membangun ekonomi produktif di desa-desa melalui BUM Desa.

Dari data ini, saya ingin menunjukan bahwa ada begitu besar peluang yang terbuka bagi para sarjana untuk melirik BUM Desa sebagai tempat mengabdi. Dan mengapa harus sarjana?

Asumsinya bahwa dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi para sarjana ini kelak bisa membawa motor penggerak ekonomi di desa ini untuk mensejahterakan warga desa. Persoalannya adalah apakah para sarjana kita memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk mengelola BUM Desa?

BUMDes Sebagai Gerakan Politik Gagasan.

Belakangan ini kita sedang familiar dengan kata ‘politik identitas’. Sebagai sebuah definisi, politik identitas sebenarnya baik-baik saja. Yang menjadi masalah adalah ketika kata “politik identitas” ini dimaknai sebagai gerakan eksklusifitas politik.

Dalam keberagaman Indonesia, eksklusifitas politik jelas pengkhianatan terhadap Kebhinekaan Indonesia. Karena itu eksklusifitas politik harus ditandingi. Dan satu-satunya penanding eksklusifitas politik adalah dengan politik gagasan.

Baca Juga:

Politik Identitas vs Politik Gagasan

Gagasan pembangunan dalam hal ini pemberdayaan masyarakat harus menjadi satu-satunya tujuan para politisi. Bukan jabatan dan kekuasaan semata. Jabatan politik hanyalah jalan, cara, agar gagasan-gagasan pemberdayaan masyarakat, gagasan-gagasan membangun jiwa dan raga Indonesia bisa tercapai.

Kesempatan reuni virtual yang dimaksud pada pembuka tulisan diatas juga dihadiri oleh salah seorang Alumni yang juga saat ini dipercaya masyarakat Kalimantan Barat dari daerah pemilihan II sebagai Anggota DPR – RI.

Adalah Ibu Yessy Melania, alumni Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma angkatan 2007 (tamat tahun 2011), dari partai Nasdem dipercaya oleh masyarakat Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Melawai untuk mewakili mereka.

Maka tulisan ini sedikit banyak sebagai sharing kepada beliau. Semoga saja gagasan tentang BUMDes menjadi bagian dari cita-cita politik Ibu Yessy Melania.

Fakultas Ekonomi Sanata Dharma melalui program Magister Management telah memiliki sebuah kurikulum pelatihan  dengan tajuk Green Entrepreneurship yang oleh para pesertanya diakui sebagai sebuah pola pendampingan yang sangat baik bagi pengusaha maupun calon pengusaha.

Saya membayangkan bahwa sebagai politisi dan alumni Ibu Yessy Melania bisa bersinergi dengan Program Magister Management FE Universitas Sanata Dharma untuk mendampingi 1057 desa dari lima kabupaten yang diwakilinya untuk sama-sama mengembangkan BUMDes di sana.

Bahkan jika hanya 100 BUMDes dari 1057 Desa itu didampingi oleh Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma atas inisiatif politik Ibu Yessy Melania mulai dari menemukan potensi di desa, membuat rancangan bisnis, hingga berjalan dan evaluasi berskala waktu tertentu untuk memastikan keberlangsungan BUMdes-BUMDes ini maka wajah ekonomi Kalimantan Barat akan lebih cerah dari saat ini.

Baca Juga:

Strategi Membumikan Kapasitas Ekonomi dan Politik Desa melalui BUMDes

Manfaat politik dari gerakan pemberdayaan ini tentu tidak sederhana bagi politisi seperti Ibu Yessy Melania. Jejak keberhasilan dalam pendampingan terhadap BUMDes-BUMdes ini pasti akan diingat masyarakat pemilih, maka di tahun 2024 nanti niscaya elektabilitas-nya akan meningkat dengan sendirinya.

Program sinergis seperti ini pula bisa menjadi semacam laboratorium bagi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma untuk menyiapkan mahasiswa calon alumni untuk terjun sebagai pendamping dan pengelola BUMDes di daerahnya masing-masing setelah tamat.

Gagasan sederhana ini dalam tingkatan tertentu bisa memberi dampak yang luar biasa. Pertama ada program Pengabdian Pada Masyarakat oleh para Dosen, sebagai tuntutan Tri Dharma selain Mengajar dan Meneliti.

Kedua Pendampingan terhadap BUMDes juga adalah cara untuk memastikan para alumni mengakses pekerjaan setelah tamat. Para Alumni mengambil kesempatan untuk mengelola BUMDes di daerahnya masing-masing. Angka pengangguran bisa ditekan.

Berikutnya, Program Pendampingan seperti ini juga merupakan portofolio yang bisa dikapitalisasi oleh politisi yang terjun langsung sebagai pendamping untuk meningkatkan elektabilitas mereka.

Dan keempat, tentu saja melalui pendampingan terhadap motor penggerak ekonomi di desa-desa ini, saya percaya bahwa melalui BUMDes, cita-cita membangun Indonesia dari desa bisa diwujudkan.

Pada akhirnya kita menjadi bagian kecil dalam karya besar untuk mensejahterakan lebih banyak orang mulai dari tindakan-tindakan kecil semacam ini.

Foto Ibu Yessy Melani, S.E anggota Komisi IV DPR RI dari Partai Nasdem yang juga adalah  Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma / Foto diambil dari nasdem.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of