Di Desa Ini, TV dan Internet Dimatikan 90 Menit Setiap Hari, Agar Warga Bisa Ngobrol

Internasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Teknologi komunikasi dan media sosial seperti pedang bermata dua. Pada saat yang sama dapat menjadi sangat bermanfaat, namun dapat juga sangat merusak penggunanya.

Salah satu dampak baiknya adalah kita dapat dengan cepat memperoleh informasi tentang berbagai kejadian di tempat lain, bahkan di benua yang berbeda, pada jam yang sama.

Teknologi komunikasi dan media sosial juga memudahkan kita untuk berkomunikasi dengan orang lain di tempat yang jauh, untuk berbagai kepentingan, hampir tanpa batas waktu.

Hal tersebut dapat terjadi karena teknologi komunikasai dan media sosial seperti menyatukan dunia dan menjadikan dunia yang luas dalam satu jaringan yang sempit.

Baca Juga:

Bagaimana Seharusnya Orang Tua Berperilaku di Depan Anak

Namun kecepatan akses informasi dan kemudahan berkomunikasi dengan orang yang jauh, menghadirkan dilema yang baru dalam komunikasi dengan orang-orang terdekat kita.

Kita seperti menjadi sangat dekat dengan orang yang sangat jauh, kita menghabiskan banyak waktu untuk berinteraksi dengan mereka bahkan membuat kita bisa kecanduan. Namun pada saat yang sama, kita menjadi orang asing dengan orang yang secara fisik sangat dekat dengan kita.

Mengatasi dilema ini, sebuah desa di negara bagian India mendeklarasikan kemerdekaan dari dua kecanduan modern : televisi (TV) dan internet, setidaknya selama beberapa jam sehari.

Pada setiap pukul 19.00. petugas di Desa Vadgaon, di Distrik Sangli, membunyikan sirene sebagai pertanda bagi semua warga untuk mematikan televisi dan ponsel mereka.

Seperti dilansir pada laman BBC News, televisi dan ponsel baru dihidupkan kembali ketika petugas membunyikan sirene kembali pada pukul 20.30.

Baca juga :

Manfaat Dongeng bagi Perkembangan Kepribadian Anak

Hal ini diputuskan oleh Dewan Desa dalam pertemuan sebelum India merayakan HUT kemerdekaannya bulan Agustus yang lalu, sebagai salah satu cara merayakan kemerdekaan.

“Kami memutuskan ini pada pertemuan desa tanggal 14 Agustus, bahwa kami perlu menghentikan kecanduan ini,” kata Vijay Mohite, Ketua Dewan Desa, kepada BBC.

Kata Mohite, di desa dengan 3.000 penduduk ini, setelah anak-anak terus menggunakan ponsel dan televisi karena kelas online selama masa pandemi, ternyata menjadikan mereka kecanduan.

“Setelah semua institusi pendidikan dibuka kembali, anak-anak menghadiri kelas reguler, tetapi ketika usai pelajaran, mereka bermain dengan ponsel mereka, atau menonton televisi dan mengabaikan orang lain disekitar dan tugas sekolah mereka,” ujar Mohite.

Oleh karena itu, para orang tua mengeluhkan anak mereka jadi susah belajar. Mereka sangat sulit lepas dari permainan mereka di ponsel, atau menonton TV, dan sangat sulit diawasi.

Baca juga :

Ini Lima Prinsip Bill Gates dan Melinda Gates dalam Mendidik Anak

Selain itu, orang tua dan anak-anak mulai jarang bersama-sama, apalagi salig berkomunikasi, karena masing-masing sibuk dengan ponselnya masing-masing.

Ketika gagasan mematikan TV dan ponsel dibicarakan, banyak warga yang mencemooh gagasan ini, terutama Bapak-bapak.

Namun Dewan Desa tidak menyerah, mereka mengumpulkan para Ibu. Meskipun para Ibu juga awalnya keberatan, namun kemudian menyetujui karena pada dasarnya para Ibu prihatin pada kondisi kecanduan anak mereka.

Pada umumnya seperti dilansir pada laman BBC News, para Ibu melihat gagasan ini sebagai upaya detoks digital yang harus dijalani oleh anak-anak.

Setelah mendapat persetujuan dari semakin banyak warga, Dewan Desa kemudian mengadakan pertemuan susulan dan memutuskan bahwa sebuah sirene akan dipasang di atas kuil desa yang bunyinya akakn menandakan saat mulai dan saat berakhirnya jam mematikan TV dan ponsel.

Baca juga : 

Bukan Jadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Ini Tugas Utama Nadiem Makarim

Meskipun banyak orang setuju, namun pelaksanaan pada awalnya tidaklah mudah. Saat sirene berbunyi, banyak orang enggan melepas kesenangannya menonton TV, atau bermain ponsel.

Oleh karena itu, Staf Dewan Desa berkeliling kampung untuk meminta kesediaan warga untuk mematikan TV dan ponsel mereka sebagaimana yang telah disepakati.

Akhirnya ketentuan ini dapat dilaksanakan dengan baik oleh semua warga, dan masih dilakukan hingga sekarang.

Kini para warga telah merasakan manfaatnya. Anak mereka mulai lebih mudah belajar, dan dapat didampingi oleh orang tua mereka.

Orang tua dapat berbicara dengan anak mereka, bahkan dapat melakukan kegiatan rekreasi fisik bersama dan anak mereka bisa pergi tidur tepat waktu.

Mereka mengalami puasa digital dalam sehari meskipun hanya 90 menit, namun sebagai keluarga, orang tua dan anak dapat mengalami aktivitas yang bermutu, yang menjadi landasan untuk mengurangi ketergantungan digital.

Baca Juga:

Gordon Ramsay : “Antara Memenuhi Keinginan atau Kebutuhan Anak”

Dilip Mohite, salah seorang warga yang pada awalnya menentang gagsan ini, sekarang mengalami perbedaan yang telah diperoleh sebagai hasil positif dari keputusan tersebut.

Sebelumnya, ketiga anaknya tidak berkonsentrasi pada belajar dan tugas sekolah mereka. Sekarang mereka dapat fokus belajar dan lebih sering ada percakapan di antara mereka, sesama penghuni rumah.

Tampaknya kebiasaan baik ini dapat kita adopsi di desa-desa kita. Karena hidup keluarga-keluarga kita juga, kini sudah dijajah oleh kecanduan teknologi komunikasi dan media sosial. Kita telah menjadi orang asing bagi anggota keluarga kita sendiri.

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto dari : haibunda.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of