Eposdigi.com – Perilaku sosial kita di masa pandemi covid-19 terus mengalami perubahan sesuai dengan naik-turunnya laju perkembangan penyebaran virus. Hal senada dan paling nyata nampak dalam perilaku pendidik dan peserta didik yang selalu ditawarkan pada menu kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT), dan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen.
Kebijakan sangat bergantung pada situasi dan kondisi yang sedang terjadi. Tatkala ruang publik (fisik) masih disesaki dengan pandemi covid-19, yang ditandai dengan meningkatnya pasien yang terpapar covid-19 dan juga korban yang meninggal, maka pihak sekolah pun memilih untuk melaksanakan kebijakan yang bisa mengurangi resiko.
Ingin Hidupmu Berdampak di tahun 2022? Bangun Kebiasaan Baik Ini!
Sebaliknya dalam kondisi yang sedikit membaik, dalam artian ada penurunan yang signifikan baik pasien yang dinyatakan positif atau pun yang meninggal dunia, maka pihak sekolah berani untuk melaksanakan kebijakan PTM.
Baik PJJ, PTMT, maupun PTM 100 persen, sebenarnya tetap bermuara pada satu tujuan yang sama yaitu terpenuhinya kebutuhan para peserta didik akan akses terhadap pendidikan.
Hal ini juga bertujuan agar tidak terjadi learning loss selama masa pandemi covid-19. Pertanyaan besar yang diajukan dalam tulisan ini adalah: bagaimana mewujudkan tujuan pendidikan yang efektif di tengah tarik ulur kebijakan yang ada?
Adaptasi Kunci Perubahan
Setiap kebijakan yang diambil oleh sekolah, tentunya melalui pertimbangan yang matang. Misalnya, pihak sekolah melakukan survei untuk mengetahui tingkat persetujuan dan penolakan dari para orang tua/ wali tentang pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Baca Juga : Tidak Boleh Lengah, Corona Masih Ada
Selain kepada orang tua, survei juga dilakukan kepada para peserta didik. Dari sisi sekolah, kesiapan infrastruktur (teknologi, alat protokol kesehatan, dan kualitas SDM) menjadi sesuatu yang harus ada. Apabila semuanya sudah siap, maka kebijakan tersebut bisa beroperasi. Tentunya, harus melalui jalan uji coba terlebih dahulu.
Dalam sepekan terakhir, kita disuguhkan dengan informasi protes (penolakan) dan segera melakukan evaluasi secara menyeluruh perihal PTM 100 persen. Perhimpunan untuk Pendidikan Guru (P2G) melalui koordinatornya, Satriwan Salim, meminta agar pemerintah tak lagi menerapkan PTM secara penuh 100 persen. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya varian baru dari covid-19 bernama omicron.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso yang meminta pemerintah agar segera menarik rem darurat untuk menekan penyebaran kasus covid-19. Piprim menyarankan agar pemerintah menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara serentak selama dua pekan sebagai upaya menekan penularan virus.
Baca Juga: Isu Perubahan Iklim dan Kurikulum Adaptif
Adanya penolakan dari berbagai elemen terhadap suatu kebijakan menjadi penanda bangkitnya kepedulian dan nalar kritis publik. Tentunya, nilai keselamatan menjadi faktor sekaligus pertimbangan utama dari suatu kebijakan.
Sebagaimana yang sudah diuraikan oleh penulis di atas, kunci utama dari efisiensi dan efektivitas sebuah kebijakan adalah adaptasi. Pada titik ini, baik sekolah (guru), peserta didik dan orang tua harus mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang baru.
Bentuk adaptasi tentunya tidak semata-mata hanya pada urusan teknis saja, tetapi harus juga pada hal-hal yang substansial. Adaptasi tak melulu perihal kewajiban memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, tetapi juga harus bisa melaksanakan pembelajaran yang efektif. Baik aspek pengetahuan atau pun keterampilan semaksimal mungkin harus terpenuhi.
Baca Juga : Flores Timur Setelah Pilkades Serentak
Karena itu, guru harus mampu memainkan perannya semaksimal mungkin melalui daya kreatif dan inovatif dalam mendesain materi dan metode pembelajaran. Begitu juga orang tua, harus mampu memberikan dukungan dan asupan gizi dan psikis kepada putera dan puterinya agar tetap menikmati proses belajar dari rumah.
Tetap Beradab
Pandemi tidak menjadi alasan bagi kita untuk berputus asa dan memilih jalan pintas dalam memenuhi kebutuhan. Salah satunya adalah kebutuhan terpenuhinya asupan pendidikan yang bermutu dan berkualitas. Sebaliknya, pandemi ini justru membangkitkan kesadaran kolektif kita untuk terus melakukan hal-hal baik dan positif.
Baik guru, peserta didik maupun orang tua, harus bahu-membahu dan saling menopang dalam mewujudkan misi pendidikan yang berkualitas. Semangat kolektif ini sangat penting, supaya tidak terjadi kegaduhan di tengah publik oleh hal-hal yang negatif seperti kekerasan seksual, learning loss, buta huruf, pencurian, bullying dan lain sebagainya.
Kegiatan belajar dan mengajar tetap berjalan pada koridor yang jelas dan patuh pada regulasi yang tersedia. Seluruh komponen (pendidikan) terus bergandeng tangan, menyatukan pikiran guna mewujudkan visi dan misi pendidikan yang maju dan berkualitas.
Pandemi tidak menyurutkan dan mematikan hasrat serta keinginan semua orang untuk menjadi manusia yang beradab dan bermartabat. Semuanya akan menjadi nyata, tatkala hasrat dan keinginan tersebut berjalan bersama dengan sikap dan perilaku yang taat pada regulasi.
Baik PJJ, PTMT, maupun PTM semuanya satu dan seirama. Tetaplah menjadi generasi yang beradap melalui proses adaptasi yang berlangsung terus-menerus.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Penulis adalah Alumni Sosiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
foto:dinkes.langkatkab.go.id
Leave a Reply