Bagaimana Madrasah Ini, Menciptakan Generasi Qurani yang Memiliki Kapabilitas Akademik?

Daerah
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com– Ini adalah cerita tentang Madrasah Ibtidaiyah NU Tahfidzul Qur’an Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS), Kudus, Jawa Tengah. Madrasah ini adalah Madrasah modern.

Madrasah ini terletak di Kelurahan Krandon, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus. Madrasah ini ingin menghasilkan tidak hanya orang pintar namun beretika dan berakhlak sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an.

Madrasah ini menyelenggarakan dua jalur pembelajaran yakni jalur akademik dan jalur Tahfidz. Para santri selain harus mengejar prestasi akademis, mereka pun harus memiliki target menghafal Al-Qur’an.

Bagi santri, ini merupakan beban yang tidak ringan. Namun dengan kehidupan di pesantren yang terkontrol 24 jam, pencapaian target di atas menjadi mungkin.

Hal ini disampaikan oleh Kepala MI NU Tahfidzul Qur’an TBS, KH. Saeun. Ada beban berat yang menuntut partisipasi aktif berbagai pihak.

Baca Juga : Masjid Harus Menjadi Salah Satu Sarana untuk Mengembangkan Cara Berpikir Moderat

“Tidak mudah menciptakan generasi Qurani yang memiliki kapabilitas akademik. Beban ini menuntut partisipasi penuh pihak Madrasah, santri, juga dukungan spiritual dari orang tua,” kata KH. Saeun, seperti dilansir pada laman resmi Kemenag.

“Santri harus mau bekerja sama. Doa dan tirakatan orang tua sangat membantu lancarnya para santri mencapai target hafalan mereka,” lanjut KH. Saeun.

Untuk mencapai target tersebut, para santri harus menjalani kegiatan pembelajaran dengan durasi yang sangat panjang. Mereka mulai pukul 05.00 pagi hingga pukul 20.00 malam.

Setiap hari kegiatan selalu terdiri dari; kegiatan belajar di Madrasah, dilanjutkan dengan kegiatan untuk mencapai tujuan tahfidz di pondok hingga malam hari.

Oleh karena itu, Program Madrasah harus sinergis dengan Program Tahfidz. Karena itu, Madrasah tidak boleh membebani para santri dengan pekerjaan rumah yang dibawa pulang ke pondok.

Karena setelah program Madrasah yang bersifat akademis, para santri mengejar target Tahfidz menghafal Al-Qur’an, pada sore hingga malam hari. Di sela-sela kegiatan tersebut, terdapat waktu untuk shalat, istirahat, mandi, makan, dan aktivitas pribadi yang lain.

Baca Juga :Arab Saudi Mengembangkan Kurikulum Baru untuk Menumbuhkan Toleransi

Setiap hari, mulai pukul 05.00 dini hari hingga pukul 07.00 pagi, para santri wajib menyerahkan hafalan 1 halaman Al-Qur’an sebelum memulai waktunya belajar akademis di Madrasah.

Dengan pola seperti itu, saat ini dari 307 santri pemula, MI Tahfidzul Qur’an Krandon, 30 di antaranya telah hafal 30 juz. Sedangkan 70% lainnya sudah mencapai lebih dari 20 juz.

Muhammad Ahsan Bukhori

foto : kompas.com

Salah satu santri yang berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an adalah Muhammad Ahsan Bukhori. Ia dan 29 orang temannya membutuhkan waktu 3 tahun, untuk mengkhatamkan Al-Qur’an.

Pengalaman inspiratif berikut, mudah-mudahan menjadi pembelajaran bagi Eduers di manapun berada untuk mempelajari Al-Qur’an dan menjadi generasi Qurani.

Muhammad Ahsan Bukhori berumur 9 tahun, berasal dari Bandung. Sejak awal ia mengaku ingin menjadi seorang Hafiz Al-Qur’an. Hal itulah yang membuatnya, mau berpisah dari orang tuanya di usia yang masih sangat muda.

Setiap hari ia berusaha mencapai target menghafal 1 halaman Al-Quran seperti yang telah ditargetkan oleh Madrasah tempat belajarnya.

Baca Juga : Sudah Sampai di Mana Pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia?

Oleh karena itu, ia sangat patuh pada pengarahan Ustad. Misalnya, makan tidak boleh sangat kenyang. Karena akan membuat mudah ngantuk.

“Karena jika makannya terlalu kenyang, kata Ustad akan mudah ngantuk. Padahal Ustad bilang pada saat menghafal tidak boleh ngantuk,” jelas Ahsan.

“Selain itu kata Ustad, baca dulu berulang kali ayatnya. Jika sudah yakin, coba menghafal tanpa melihat halaman Al-Quran yang dihafal. Selain itu tidak boleh sambil ngobrol sama teman,” lanjut Ahsan.

Selain itu, menurut Sang Ustad, dukungan doa orang tua sangat penting. “Oleh karena itu, ketika mendapat kesempatan untuk menelpon orang tua saya selalu minta mereka mendoakan,” cerita Ahsan.

Itulah kiat yang dipraktekkan oleh Muhammad Ahsan Bukhori, agar bisa khatam Al-Qur’an. Baginya, bukan hal yang mudah, karena ia pun harus belajar secara akademis untuk mencapai nilai yang bagus pula.

Namun dengan kepatuhan dan ketekunan, Muhamad Ahsan di usia yang masih sangat belia, hanya membutuhkan waktu tiga tahun untuk mengkhatamkan Al-Quran.

Tulisan ini Sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari redaksi / Foto : madrasahtbs.sch.id

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of