Eposdigi.com – Penetapan Gibran (anak presiden) menjadi calon wali kota Solo, tidak menguras energi karena ada pro-kontra, tetapi justru menjadi sasaran empuk untuk melancarkan kritikan kepada Jokowi. Peristiwa ini menghebohkan dunia maya atas nama kebebasan berpendapat.
Salah satu video instagram Rocky Gerung Official, turut meramaikan dunia maya. Video berbentuk wawancara ini berjudul, “Pilwalkot Solo, Kotak kosong vs Otak kosong”.
Bagi saya ini bukan wawancara tetapi, Hersubono memancing, dan Rocky melancarkan kritiknya. Menonton video ini, saya terdorong untuk mempertimbangkan kadar moral politik pengeritiknya.
Mulai dari Keraguan.
Video dimulai dengan sedikit candaan tentang nama Gibran. Ada dua Gibran, satunya yang menulis puisi “Anakku” seorang pengajar kebajikan (Kahlil Gibran), tetapi Gibran yang lain, bukan. Mereka menduga-duga apakah bapaknya mendapat inspirasi nama Gibran dari puisi ini?
Dalam keraguan, Rocky mempertanyakan, apakah Jokowi menjadikan Gibran sebagai anak panah kehidupan atau anak panah kekuasaan.
Tetapi selanjutnya, video kritik ini sudah menempatkan Jokowi dalam konteks nepotisme. Berdasarkan penalaran akal sehat, Bung Rocky sudah menyimpulkan seolah Gibran sudah menang pemilu karena pengaruh Jokowi, sementara pilkadanya baru bulan Desember 2020.
Baca Juga: Antara Fahri Hamzah, Fadli Zon, Corona dan Demokrasi Jokowi
Sayangnya, kesimpulan itu bertolak dari alam pikiran rakyat, opini publik, akal sehat publik, opini media, WA dan pembicaraan publik.
Tudingan untuk Jokowi.
Seluruh kritikan yang dilancarkan kepada Jokowi bernada negatif. Ungkapan pedas berserakkan dari awal hingga akhir wawancara. Bagi Bung Rocky, dengan Pencalonan Gibran sebagai wali kota Solo, Jokowi memberi contoh buruk. Contoh buruk dari nepotisme yang paling buruk atau supernepotisme.
Menurut Bung Rocky, Presiden dengan pengaruh kekuasaannya, telah memanggil pesaing Gibran, Purnomo ke istana untuk menyogok. Itu pembusukan politik, itu kebusukan. Kalau dibandingkan dengan orba, maka Jokowi lebih otoriter, lebih totaliter dari Soeharto.
Baca Juga : Menjawab Pertanyaan Retno Listyarti Kepada Mendikbud
Ia berpendapat Jokowi justru merusak demokrasi. Dia bisa memenangkan Gibran dengan kekuasaannya mengeluarkan dana dan menggunakan inteligen. Bahkan dianjurkan, Jokowi keluarkan perpres untuk tetapkan walikota Solo.
Ketika Hersubono memancing, kalau Jokowi bersikap nepotisme, apa yang mesti dilakukan? Dengan tertawa sinis, Rokcy gerung mengatakan, undang Purnomo ke istana dan minta maaf atas penyogokan politik, bila perlu Jokowi harus bertobat. Seolah-olah Jokowi bersalah.
Menakar Kadar Moral Pengeritik.
Pada pancingan ke-3, Hersubono bertanya, apakah salah mencalonkan anak pejabat yang masih aktif? Bung Rocky dengan tegas menjawab, secara hukum tidak salah tetapi secara moral politik Jokowi menerobos etika, by pass, lompat pagar.
Terlalu banyak tudingan negatif yang dituduhkan kepada Jokowi. Sepertinya Bung Rokcy sudah mempunyai cukup data tentang motif, tujuan Gibran maju ke pilkada Solo.
Pernahkah ia bertanya mengapa PDI meloloskan Gibran, mengapa Purnomo diundang ke istana? Seberapa besar Jokowi mempengaruhi PDI untuk memenangkan Gibran dalam pencalonan atau nanti memenangkan Pilkada?
Baca Juga: Menjawab Kritik Ben Bland dalam “Man of Contradictions”
Kalau benar, Jokowi bersikap nepotisme, kita ini masih punya etika ketimuran dalam memberikan kritik. Kalau belum punya cukup data, bagaimana pertanggungjawaban etis sebagai seorang ilmuwan. Apalagi kesimpulan yang bersifat generalisir sangat dihindari dalam logika berpikir.
Sebagai seorang filsuf apakah bijak memberi kritik yang tidak seimbang dan tidak obyektif. Jokowi tidak salah secara hukum, hanya persoalan melanggar moral politik. Tetapi ketika kita memberi kritik politik, kita juga harus mempertimbangkan moral politik kita juga.
Pertanyaannya, apakah begitu banyak kata-kata negatif dalam wawancara itu lahir dari hati dan pola pikir pengeritik ataukah semua ktitik itu pantas diberikan pada Jokowi?
Jokowi Menulis Lurus di Atas Garis Bengkok
Jokowi adalah kejujuran seorang anak kecil yang langsung memeras ingus dari hidungnya dan membuangnya di tanah. Mungkin jijik bagi yang melihatnya.
Baca Juga: Menunggu Pembuktian Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia, Bentukan Din Syamsuddin dkk
Jokowi bukanlah orang dewasa yang memeras ingusnya dengan saputangan, membungkusnya secara rapih, kemudian menyimpannya di saku celana hingga kering dan bau busuk?
Ada banyak langkah politik Jokowi kelihatan aneh dan paradoks tetapi sesungguhnya memberikan pendidikan politik yang luar biasa.
Perlu diingat, Jokowi tidak terlalu pusing dengan kritikan, hujatan dan penghinaan. Dia paham bahwa terlalu banyak kritikan yang mengukur dia dari kebobrokan politik di masa lampau.
Jokowi membiarkan kita memuntahkan kekecewaan masa lalu kita kepadanya. Jokowi mantap melangkah ke depan. Dia percaya diri dengan langkah dan kebijakannya.
Bedanya, Jokowi menulis lurus diatas garis-garis bengkok, sementara kebanyakan pengeritik menulis bengkok diatas garis lurus.
[…] Baca Juga: Mempertanyakan Moral Politik Bung Rocky […]
[…] Baca juga: Mempertanyakan Moral Politik Bung Rocky […]