Praktik Pemberian Gelar Doktor Honoris Causa Menimbulkan Ambiguitas dan Degradasi Nilai Gelar Doktor Honoris Causa

Internasional
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Di Indonesia gelar Doktor Honoris Causa atau gelar Doktor Kehormatan diberikan kepada seorang dari perguruan tinggi, sebagai penghormatan atas jasa orang tersebut yang luar biasa, dalam bidang ilmu, kemanusiaan atau dalam bidang kemasyarakatan tertentu.

Artinya gelar ini tidak diberikan pada sembarang orang melainkan orang yang punya reputasi tertentu dan diberikan oleh lembaga yang memiliki otonomi untuk memberikan gelar  Doktor Honoris Causa. Di Indonesia, pemberian gelar Doktor Honoris Causa diatur oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1980.

Artinya yang menerima gelar Doktor Kehormatan harus memenuhi kriteria tertentu. Orang tersebut harus berjasa dalam bidang tertentu seperti di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan dan pengajaran, ekonomi, politik, kebudayaan, di mana karyanya bermanfaat bagi masyarakat, bagi bangsa dan negara.

Oleh karena itu, yang menerima gelar Doktor Honoris Causa adalah orang-orang penting yang memiliki kekuasaan  ketika sedang berkuasa atau orang yang berjasa. Misalnya, Ir Soekarno, atau Megawati Soekarnoputri yang memperoleh 12 gelar Doktor Honoris Causa atau Jusuf Kalla yang memperoleh 14 gelar Doktor Honoris Causa. 

Baca juga : 

Jokowi, Terhormat atau Kehormatan (Memahami Penolakan Jokowi atas gelar Doktor Honoris Causa)

Praktik Pemberian Gelar Doktor Honoris Causa

Namun seringkali pemberian gelar Doktor Honoris Causa  tidak sepenuhnya menggunakan pertimbangan obyektif, melainkan pertimbangan politis bahkan ekonomis seperti tokoh perguruan tinggi tertentu ingin menarik perhatian penguasa dan ingin berada di “gerbong” kekuasaan yang sama dengan penguasa yang diberi gelar Doktor Honoris Causa. 

Atau universitas di luar negeri memberi gelar Doktor Honoris Causa pada tokoh di dalam negeri karena perguruan tinggi tersebut atau tokoh tertentu, menggunakan kesempatan tersebut untuk berinteraksi dengan tokoh penerima Gelar Honoris Causa yang sedang berkuasa karena mengincar proyek, dengan nilai ekonomi tertentu.

Atau perguruan tinggi negeri di daerah memberi gelar Doktor Honoris Causa kepada putra daerah yang sedang menanjak menjadi tokoh nasional, karena tokoh perguruan tinggi negeri daerah sedang bargaining untuk masuk “gerbong” tokoh putra daerah yang sedang naik daun di level nasional tersebut. 

Baca juga : 

Nurdin Halid Bakal Dapat Gelar Profesor dari Universitas Negeri Makasar, Padahal Profesor Bukan Gelar Akademik

Atau bisa jadi, tokoh politik yang ambisius mengejar gelar Doktor Honoris Causa, mendekat tokoh perguruan tinggi negeri daerah, untuk memperoleh gelar Doktor Honoris Causa karena membayangkan akan mendapat insentif elektoral setelah pemilikan gelar Doktor Honoris Causa misalnya di Pemilihan Umum. 

Atau praktik yang dilakukan Vermont State University Amerika Serikat, yang memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada seekor kucing yang diberi nama Max. Max sang kucing, oleh salah satu Fakultas dan Mahasiswa di Kampus tersebut dianggap berjasa memberi dukungan emosional yang penuh kasih sayang dan menjadi anggota keluarga Universitas tersebut. 

Max sang kucing, sangat dekat dengan mahasiswa secara emosional, sejak mereka menjadi mahasiswa baru sampai mereka menjadi alumni. Jika Max sang kucing tidak kelihatan, ia akan dicari-cari mahasiswa. Para alumni yang kembali ke kampus, yang mereka cari salah satunya adalah Max sang kucing. 

Baca juga : 

Menginspirasi; Bintara POLRI Di Polda Kalbar Berhasil Raih Gelar Doktor Hukum

Awalnya Max adalah kucing liar yang kemudian diadopsi oleh Ashley Dow yang tinggal di rumah yang berseberangan dengan kampus. Hampir setiap hari Max datang ke kampus, diajak foto selfie dengan mahasiswa, menemani mahasiswa mengikuti kelas tatap muka atau mengantar mahasiswa ke ruangan lain atau menemani mahasiswa di perpustakaan. 

Jika mahasiswa mengajak Max pulang ke asrama, mereka mengirim pesan kepada Dow bahwa Max ada bersama mereka dan berada dalam keadaan baik. Ketika mereka kembali ke kampus esoknya, mereka mengantar Max pulang ke rumahnya. Ketika Max tidak muncul di kampus, banyak mahasiswa mencarinya. 

Oleh karena itu banyak mahasiswa merasa mendapat dukungan emosional dari Max selama mereka kuliah. Inilah yang membuat Vermont State University memberikan gelar Doktor Kehormatan kepada Max. Dalam sebuah posting-an di Instagram Vermont State University menulis, Max sang kucing menerima gelar doktor atas persetujuan dari Fakultas. 

Baca juga : 

Pria Bergelar Doktor Ini Menganggur untuk Membalas Dendam pada Orang Tuanya?

Setelah penghargaan tersebut, kini nama Max berubah menjadi Dr. Max Dow 24 seperti dilansir pada laman tempo.co. Ini adalah sebuah praktik pemberian gelar Doktor Honoris Causa dengan pendekatan yang sangat longgar.  

Praktik pemberian gelar Doktor Honoris Causa seperti yang disebutkan di atas, baik dengan pendekatan yang ketat maupun dengan pendekatan yang longgar seperti yang dilakukan oleh Vermont State University, menimbulkan ambiguitas dan mendegradasi nilai gelar Doktor Honoris Causa dalam masyarakat. 

Jika seekor kucing, bisa memperoleh gelar Doktor Honoris Causa seperti seorang penguasa atau seorang tokoh yang katanya berjasa dalam suatu bidang untuk masyarakat, apakah memperoleh gelar Doktor Honoris Causa masih bernilai?

Baca juga : 

Mengenal 3 Tipe Temperamen Anak dalam Kelas. Apa Bedanya dengan Kepribadian?

Atau gelar Doktor Honoris Causa telah mengalami degradasi nilai. Atau hanya bernilai bagi mereka yang tidak mengerti. Maka jika menggunakan gelar Doktor Honoris Causa agar mendapatkan efek elektoral, itu hanya berdampak pada mereka yang tidak memiliki wawasan alias “bodoh”.

Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari pemilik / Foto ilustrasi dari idntimes.com

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of