Eposdigi.com – Kekerasan seksual terhadap anak hingga kini masih terus terjadi di tanah air, dan hampir setiap harinya tidak luput dari pemberitaan media.
Terlepas dari data laporan kekerasan pada KPPPA, diyakini angka kekerasan seksual pada anak yang tidak dilaporkan dan yang tidak terdeteksi, sebenarnya jauh lebih besar.
Rentetan kasus kekerasan seksual terhadap anak menandakan bahwa Indonesia mengalami darurat kekerasan seksual yang membuat anak-anak berada pada posis rentan di manapun mereka berada.
Kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak menunjukkan bahwa pemerintah dan masyarakat telah gagal membangun ruang yang aman bagi anak-anak. Lingkungan sosial anak tidak lagi menjadi aman mulai dari rumah, lingkungan pendidikan, sampai pada dunia maya.
Bahkan yang lebih menyedihkan pada beberapa kasus, pelaku justru merupakan orang terdekat dari anak. Itu artinya kejahatan seksual telah menembus batas profesi dan lingkungan.
Baca juga :
Paparan di atas menggambarkan bahwa sudah saatnya kita semua mengambil sikap secara positif, melangkah dengan nyata untuk menanggalkan tindakan kekerasan seksual terhadap anak-anak dalam kehidupan sehari-hari.
Peran Keluarga
Keluarga bukan sekedar hubungan darah bagi anak, sudah seharusnya keluarga menjadi rumah kembali yang menyenangkan bagi anak-anak. Tidak hanya saat pergi, anakpun merasa nyaman saat berada dalam lingkungan keluarga.
Keluarga harus menjadi sumber inspirasi dan spirit dalam menjalani hari-hari kehidupan. Hal demikian karena anak belajar banyak dari lingkungan terdekat tentang banyak hal.
Mereka dapat melakukan banyak hal karena mendapat dukungan dan inspirasi dari lingkungan dekat.
Keluarga diharapkan menjadi aktor utama dalam proses perlindungan anak. Sebab, keluarga merupakan orang terdekat dalam sistem sosial anak.
Saat keluarga mampu memainkan peran sebagai sahabat dan pelindung, maka di situlah keluarga senantiasa menjadi cahaya untuk pertumbuhan dan perkembangan anak menuju hari esok.
Baca juga :
Bertumbuh dan berkembang membutuhkan keseriusan keluarga dalam membangun sebuah proses hidup yang beradab. Karena kehidupan yang beradab berawal dari fondasi keluarga yang memahami arti penting perlindungan anak.
Peran Hukum dalam Perlindungan Anak
Begitu banyak fenomena kekerasan dan tindak pidana terhadap anak menjadi suatu sorotan keras dari berbagai kalangan. Hal ini dianggap sebagai buruknya instrumen hukum dan perlindungan anak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Pasal 20 tentang perlindungan anak bahwa yang berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.
Kewajiban dan tanggung jawab negara serta pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 22 s/d 24 yakni,
1).Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik/mental anak.
Baca juga :
Kekerasan Pada Anak Melonjak Selama Masa Pandemi Covid-19, Apa Dampaknya Pada Anak?
2). Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
3). Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara umum bertanggung jawab terhadap anak, dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.
4). Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.
Langkah solutif antisipasif sehingga anak tidak menjadi korban kekerasan adalah dengan menganggap permasalahan kekerasan seksual terhadap anak menjadi suatu tindakan pidana dan merupakan kejahatan yang serius yang harus diperangi bersama.
Jika hal ini sudah ada dan tertanam di pola pikir masyarakat akan serta merta membentuk perilaku untuk melindungi anak-anak.
Hal ini perlu mendapat langkah aktif serta berusaha menyikapi kejahatan ini sampai tuntas agar ada efek jera bagi pelaku dan menjadi preseden bagi oknum yang akan menjadi pelaku kekerasan terhadap anak.
Selain itu proses hukum terhadap pelaku tanpa harus berbelit-belit, apalagi tebang pilih, yang pada akhirnya memunculkan/menimbulkan reaksi dari keluarga korban atau komunitas peduli kemanusiaan lainnya hanya untuk mencari sebuah keadilan atau kebenaran.
Baca juga :
Membaca Kasus Remaja Hamil di Luar Nikah, Apa yang Perlu Kita Lakukan?
Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual harus diupayakan agar kita tidak mengalami lost generation, dan anak-anak kita tidak tumbuh dengan trauma sebagai korban kekerasan seksual.
Akan tetapi mereka tumbuh sebagai anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com / Foto:sehatq.com
Leave a Reply