Eposdigi.com- Tingginya angka dispensasi nikah yang terjadi di Kabupaten Ponorogo akhir-akhir ini menjadi sorotan publik. Kurang lebih sebanyak 176 anak mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama (PA). Para pemohon merupakan anak-anak di bawah usia 19 tahun dan beberapa masih berstatus sebagai pelajar.
Sebagaimana Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019, yang mengatur syarat nikah di Indonesia adalah minimal usia 19 tahun, artinya jika ada pernikahan sebelum usia 19 tahun maka harus mengajukan dispensasi nikah di pengadilan agama untuk melangsungkan pernikahan secara sah. Hal tersebut menimbulkan keresahan dunia pendidikan karena banyak pelajar yang putus sekolah.
Baca juga: Orang Tua Harus Sadar, Hamil Duluan Tidak Harus Dinikahkan
Pendidikan merupakan wadah bagi anak-anak untuk mengembangkan potensi dan keterampilannya sebagai bekal untuk masa depan. Pendidikan juga merupakan tempat dalam membimbing dan mengajarkan mana hal baik dan buruk kepada para siswanya. Tingginya kasus dispensasi nikah di kalangan pelajar membuat dunia pendidikan juga harus turut berbenah.
Tidak sedikit peraturan dalam dunia pendidikan yang melarang sekolah memberikan sanksi berat atau mengeluarkan siswa atas perilaku yang telah mereka lakukan karena hal tersebut bukanlah sebuah solusi.
Peraturan lain juga menyatakan bahwa anak memiliki hak untuk menempuh pendidikan, jika anak dikeluarkan dari sekolah maka akan memicu traumatis tersendiri bagi mereka sehingga tidak mau lagi untuk bersekolah.
Namun, apakah dunia pendidikan saja yang harus berbenah? Saya rasa tidak! Tingginya kasus dispensasi nikah di kalangan pelajar, membuat kita semua harus melek bahwa zaman sekarang sudah berbeda.
Ki Hadjar Dewantara pernah menyatakan bahwa didiklah anak-anak sesuai dengan zamannya yaitu dengan memperhatikan kodrat alam dan kodrat zaman yang terus berkembang. Perlu adanya strategi khusus dalam mendidik dan menanamkan norma-norma baik dalam diri seorang anak.
Baca juga: Mengerikan! Setiap Jam Ada Lima Perempuan Terbunuh Oleh Orang Terdekatnya.
Artinya semua aspek kehidupan juga harus berbenah diri, khususnya lingkungan keluarga dan masyarakat. Sebagaimana pendapat Ki Hadjar Dewantara, lingkungan keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama untuk anak.
Oleh sebab itu, dengan adanya kasus ini membuat para orang tua harus sadar dan melihat diri masing-masing apakah sudah tepat dalam mendidik putra-putrinya sesuai dengan perkembangan zaman yang ada saat ini.
Perkembangan zaman yang kian tak terbatas ini membuat semua pihak harus melakukan pengawasan ekstra dalam perkembangan anak-anak, khususnya dalam pergaulan di lingkungan masyarakat. Dapat kita lihat bersama bahwa perkembangan zaman saat ini juga telah melunturkan nilai-nilai sopan santun dan norma yang berkembang di masyarakat.
Hal tersebut sudah sangat jelas bahwa perkembangan zaman memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku, karakter, dan kehidupan masyarakat saat ini. Oleh sebab itu, perlu adanya aturan yang betul-betul mampu mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tak jarang banyaknya peraturan di Indonesia yang sering kali tumpang tindih juga semakin membuat masyarakat terlena dalam melakukan kesalahan atau pelanggaran. Pemerintah pun juga harus berbenah dalam menegakkan hukum di Indonesia ini agar mampu melandasi perilaku berbangsa dan bernegara sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Adanya peraturan yang melarang sekolah untuk sewenang-wenang mengeluarkan siswa menurut saya sudah tepat. Jika pelanggaran yang dilakukan siswa dirasa masih bisa dibimbing dan diarahkan oleh sekolah, maka sekolah wajib untuk memberikan penanganan khusus terhadap siswa tersebut.
Baca juga: Kekerasan Seksual Fenomena Runtuhnya Peradaban Manusia
Akan tetapi jika kasus pelanggaran norma seperti hamil di luar nikah, saya merasa sekolah juga harus memberikan sanksi tegas dengan mengalihkan siswa kepada lembaga pendidikan lain yang setara.
Selain itu, dalam mencegah dan menangani permasalahan di kalangan siswa perlu adanya komunikasi serta kolaborasi antara sekolah dan pihak lain khususnya orang tua dalam mendidik.
Saya merasa anak-anak juga perlu mendapatkan edukasi serta pemahaman tentang dampak yang akan diterima ketika melakukan pernikahan dini dan putus sekolah. Sesuai dengan tahap perkembangan remaja yang jelas menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh dengan tanda tanya.
Artinya banyak remaja yang memiliki rasa penasaran tinggi terhadap suatu hal tetapi mereka belum mampu berpikir secara kritis mengenai dampak yang akan mereka dapatkan setelah melakukan hal tersebut.
Selain itu, dengan adanya akses dunia maya yang tidak terbatas, membuat anak-anak merasa semakin penasaran dengan apa yang mereka lihat dalam sosial media. Sebagaimana Bandura yang telah mencetuskan teori modeling di mana seorang anak akan cenderung meniru apapun perilaku orang lain yang ditontonnya.
Adanya kemajuan zaman ini juga telah mempengaruhi perkembangan primer manusia yang terjadi semakin cepat, seperti banyak ditemukan saat ini anak-anak Sekolah Dasar kelas 3-4 telah mengalami menstruasi.
Oleh sebab itu, sex education atau edukasi tentang seksualitas perlu dilakukan sejak dini oleh berbagai pihak, khususnya lingkungan keluarga yang perlu memperketat pengawasan kepada anak-anak agar dapat membentengi dirinya masing-masing dalam pergaulan dengan lingkungan sekitarnya.
Foto: Pagaralampos.com/Penulis adalah mahasiswa PPG prajabatan Bimbingan Konseling UAD.
Leave a Reply