Ilsa Diasty, Berjuang Mencegah Perkawinan Usia Dini di Lombok

Tokoh
Sebarkan Artikel Ini:

Eposdigi.com – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat perkawinan anak usia tinggi.

Data dari Dinas P3AP2KB Provinsi NTB menyebutkan bahwa sejak Januari 2019 hingga April 2022 terdapat 2.530 kasus perkawinan anak usia dini terjadi di provinsi tersebut (samawarea.com,19.06.2022).

Sumber yang sama juga mengutip data lain yaitu dari Pengadilan Tinggi Agama Provinsi NTB. Samawarea.com menulis bahwa jumlah pengurusan dispensasi nikah bawah umur di provinsi tersebut terus meningkat 4 tahun belakangan ini.

Baca Juga:

Kita Harus Serius, Ini Tidak Boleh Dibiarkan Terjadi Lagi

Di tahun 2019 misalnya Pengadilan Tinggi Agama NTB memproses 370 kasus, kemudian meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 875 kasus di tahun 2020.

Lonjakan pengurusan dispensasi nikah bawah umur terjadi pada tahun 2021 sebesar 1.132 kasus sementara ditahun 2022 ini hingga bulan April sudah ada 153 permohonan dispensasi nikah bawah umur.

Indonesia menjadi salah satu dari 8 besar negara-negara di dunia yang memiliki kasus pernikahan anak usia dini tertinggi. Yayasan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) pada akun instagramnya memosting dua buah infografis yang menarik.

Baca Juga:

Mengejutkan, Membaca Data Pernikahan Anak Di Indonesia

Pertama dari salah satu penelitian yang dilakukan yayasan ini bahwa hanya 7 % pernikahan anak usia dini yang mengajukan dispensasi nikah bawah umur. Sisanya 93 % pernikahan anak usia dini dilakukan dibawah tangan.

Foto tangkapan layar instagram Yayasan PEKKA

Kedua, latar belakang pernikahan anak usia dini juga beragam. Yang paling tinggi kasusnya adalah dilatari oleh kehamilan di luar nikah. Disusul kemudian berturut-turut; untuk menghindari zinah, pengaruh dari media sosial, karena tekanan adat dan kemudian terakhir karena putus sekolah.

Foto tangkapan layar instagram Yayasan PEKKA

Tingginya kasus-kasus pernikahan anak usia dini inilah yang barangkali mendorong Ilsa Diasty untuk turun langsung menemui anak-anak di desa pedalaman Lombok dalam upaya mencegah perkawinan anak usia dini.

Perempuan 31 tahun ini, seminggu sekali berangkat dari Kota Mataram menuju Dusun Pawang Tenun di kaki Gunung Rinjani menemui para remaja di sana dan menyibukan mereka dengan berbagai aktivitas pengembangan diri.

Baca Juga:

Orang Tua Harus Sadar, Hamil Duluan Tidak Harus Dinikahkan

“Tempatnya cukup terpencil, di bawah kaki Gunung Rinjani, Di sana saya meningap tiga hari dua malam, kadang empat hari tiga malam, di rumah warga,” katanya kepada voaindonesia.com (08.09.2022).

Di dusun yang dihuni 110 kepala keluarga petani kopi ini, Ilsa mengajari para anak-anak dan remaja di sana berbagai pengetahuan hidup.

Kepada VOA, Taufik Kurrahman (10 tahun) menceritakan pengalamannya bersama Kak Ilsa. Sepulang sekolah ia bersama teman-temannya diajari “menabung, main badminton, kemping, lomba 17an, sama bahasa Inggris” kata Taufik.

Baca Juga:

Pandemi dan Maraknya Pernikahan Dini

Senada dengan Taufik, Ida Rosyatun, seorang pelajar SMA mendapat pembekalan berupa soft skills dari Kak Ilsa. Yang paling penting, kata Ida “Kak Ilsa mengajari saya untuk tidak menikah dini.”

Dampak dari penikahan dini, seperti yang telah kita ketahui bersama, tidak sederhana. Ada dampak kesehatan fisik karena organ reproduksi belum matang yang mempengaruhi ibu dan anak, dampak ekonomi karena keluarga baru ini belum bisa mandiri dan masih tergantung pada orang tua.

Belum lagi dampak psikologis kerena anak-anak ini belum cukup matang emosionalnya. Dan tentu saja anak-anak ini kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik kedepan.

Lingkaran dampak yang timbul dari pernikahan anak usia dini bukan hanya mempengaruhi sepasang anak-anak yang menikah. Dampak ini bahkan berpengaruh hingga ke anak cucu.

Baca Juga:

Mengapa Perkawinan Anak Usia Dini adalah Bencana Nasional?

Yayasan PEKKA menyebutkan bahwa sebagian anggota mereka adalah penyintas perkawian anak usia dini. Para ibu ini, akhirnya yang mengambil alih tanggung jawab sebagai kepala keluarga.

Ilsa berharap agar program pendampingan swadaya seperti yang ia lakukan bisa berkesinambungan. Tentu harapannya adalah juga harapan kita bersama.

Agar anak-anak, masa depan negeri ini, seperti Taufik dan Ida, tidak memilih menikah di usia dini, melainkan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan memenggapai cita-cita mereka.

Foto : Ilsa Diasty (berbaju kotak-kotak) bersama empat remaja. Ditangan mereka masing-masing memegang kerajinan tangan yang terbuat dari tali kur – Ilsa Diasty – VOA Indonesia.

Sebarkan Artikel Ini:

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of