Eposdigi.com – Selang sehari setelah perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional pada akhir Februari 2022, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Merdeka Belajar episode yang ke-17.
Kebijakan ini berisi upaya revitalisasi bahasa daerah. Peluncuran kebijakan ini bertujuan untuk mencegah punahnya Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya di tanah air.
Berdasarkan data dari UNESCO, selama kurun waktu 30 tahun belakangan ini, di seluruh dunia ada 200 bahasas daerah yang mengalami kepunahan, di mana 11 di antaranya adalah bahasa daerah yang berasal dari Indonesia.
Pada kesempatan peluncuran kebijakan Merdeka Belajar episode ke-17 tersebut, Nadiem Anwar Makarim menyatakan penyebab kepunahan bahasa daerah tersebut karena penutur jatinya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya pada generasi berikutnya.
Lanjut Nadiem Makarim, dari 718 bahasa daerah di 34 provinsi, 25 bahasa daerah terancam punah, 16 bahasa daerah dinyatakan kritis, dan 11 bahasa daerah telah dinyatakan punah.
Dari 11 bahasa daerah yang punah tersebut, 8 merupakan bahasa daerah di Provinsi Maluku, sedangkan 3 lainnya masing-masing berasal dari daerah Provinsi Maluku Utara, Provinsi Papua, dan Papua Barat.
Baca juga : Upaya Membangun Kearifan Lokal dalam Pendidikan
Oleh karena itu melalui kebijakan ini, 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi ditetapkan menjadi objek revitalisasi di antaranya Bahasa Sentani di Papua, Bahasa Toraja di Sulawesi Selatan, Bahasa Sasak di Nusa Tenggara Barat dan Bahasa Batak dialek Angkola di Sumatera Utara.
Program ini menyasar 1,5 juta siswa di 15.000 sekolah dan melibatkan 29.000 guru. 17.000 Kepala Sekolah dan 1.491 komunitas tutur dalam penyusunan model pembelajaran, muatan lokal bahasa dan kesusasteraan. Selanjutnya, Nadiem Makarim menjelaskan bahwa terdapat tiga model revitalisasi.
Model pertama, jika daya hidup bahasanya masih aman, jumlah penuturnya masih banyak, maka revitalisasi dilakukan melalui pembelajaran di sekolah, baik secara integratif maupun secara adaptif melalui muatan lokal atau ekstra kurikuler.
Baca Juga: Mewariskan Budaya Lamaholot Lewat Pendidikan*
Model kedua, jika bahasa daerah tersebut tergolong rentan namun jumlah penuturnya masih relatif banyak, maka pendekatannya tidak hanya melalui sekolah, namun dilakukan melalui upaya pewarisan dalam wilayah tutur bahasa bersangkutan. Di antaranya melalui komunitas pada daerah tersebut.
Model ketiga, jika bahasa daerah tersebut beresiko punah di mana pendekatannya dapat dilakukan melalui komunitas atau pembelajaran dengan menunjuk dua atau lebih keluarga sebagai model tempat belajar.
Puncak dari program revitalisasi bahasa daerah ini adalah Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) dalam berbagai kegiatan secara berjenjang, mulai dari jenjang sekolah, kecamatan, sampai jenjang provinsi,
Detail kegiatan festival ini adalah membaca dan menulis aksara daerah, menulis cerita pende, membaca dan menulis puisi, mendongeng, pidato, nembang tradisi, dan komedi tunggal (stand-up comedy). Semuanya dilakukan dengan mengunakan Bahasa daerah setempat.
Tujuan akhir dari festival dan revitalisasi ini adalah memperbanyak penutur aktif bahasa daerah berusia muda, sekaligus upaya restorasi dan inovasi untuk pewarisan bahasa daerah pada generasi milenial.
Di akhir sambutannya Nadiem Makarim menegaskan bahwa bahasa daerah merupakan salah satu wujud kekayaan dari kebhinekaan Indonesia. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak terutama generasi milenial untuk melestarikan dan mengembangkan bahasa daerahnya masing-masing.
Tulisan ini sebelumnya tayang di depoedu.com, kami tayangkan kembali dengan izin dari penulis / Foto: minews.id
Leave a Reply